Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Selasa, 02 April 2013

HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA




Bab I
Pendahuluan

Latar Belakang

            Dalam KUHP Buku I Bab VIII dari pasal 76-85 membahas tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana. Gugurnya hak menuntut pidana terjadi apabila:
·         Kraacht van gewijsde
·         Matinya terdakwa
·         Lewat waktu (verjaring)
·         Penyelesaian di luar pengadilan
Sedangkan gugurnya menjalankan pidana terjadi apabila:
·         Matinya terpidana
·         Lewat waktu
·         Alasan-alasan di luar KUHP, yaitu grasi, abolisi, dan amnesti

Kraacht van gewijsde berkaitan dengan asas nebis in idem yang artinya seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatanyang oleh hakim terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Matinya terdakwa/terpidana juga menyebabkan gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana karena pidana tidak dapat dilimpahkan ke orang lain, kecuali si pembuat (dader) itu sendiri.
            Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana dibuat untuk menjaga kepastian hukum. Dengan adanya jaminan kepastian hukum, maka seseorang tidak akan diperiksa dengan sewenang-wenang oleh penguasa. Selain kepastian hukum, lembaga hukum pidana ini juga untuk mewujudkan keadilan karena seseorang tidak boleh dituntut terlalu lama tanpa adanya daluarsa sehingga mengakibatkan seseorang terus hidup dalam ketidaktenangan karena terus diburu aparat penegak hukum untuk dihukum.



Identifikasi Masalah

Apa saja yang menjadi dasar gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana? Jelaskan!

Metode Penulisan

Tim penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah ini.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana. Selain itu tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk hasil tugas pada mata kuliah Asas-Asas Hukum Pidana Perkembangan.














Bab II
Pembahasan

            Alasan-alasan gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana dimuat dalam Bab VIII Buku I KUHPidana. Alasan-alasan tersebut adalah:
a.    Kraacht van gewijsde atau nebis in idem
b.    Matinya terdakwa/terpidana
c.    Lewat waktu
d.    Penyelesaian di luar pengadilan

Ad. a Kraacht van gewijsde atau nebis in idem

            Yang dimaksud dengan kraacht van gewijsde atau nebis in idem adalah orang tidak dapat dituntut untuk kali kedua karena satu perbuatan yang telah dilakukannya dan terhadap perbuatan tersebut telah dijatuhkan keputusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Jonkers menyebut tiga macam keputusan hakim yang memutuskan tentang perbuatan sendiri, yaitu:
1.    Penghukuman (veroordeling)
2.    Bebas dari segala dakwaan (vrijspraak)
3.    Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging)
Apabila dibuat satu keputusan hakim seperti salah satu di atas, maka disebut nebis in idem. Rasio asas ini ada dua buah, yaitu tiap perkara harus diselesaikan secara definitif dan tujuan tiap-tiap peraturan hukum adalah memberikan kepastian hukum sebesar-besarnya kepada individu dan masyarakat. Oleh beberapa pengarang hukum pidana, diminta perhatian untuk pasal 76 KUHPidana agar menerima peninjauan kembali sebagai pengecualian tersendiri kepada pasal ini.
            Tentang kata “perbuatan” dalam pasal 76 KUHPidana disebut tiga pendapat dalam buku karangan Van Hammel, yaitu:
1.    “Perbuatan” dalam arti peristiwa jahat yang telah terjadi
2.    “Perbuatan” dalam arti perbuatan yang menjadi pokok pendakwaan
3.    “Perbuatan” dalam arti perbuatan materiil
Ad b. Matinya terdakwa/terpidana

            Vos mengemukakan bahwa hal gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana karena matinya terdakwa/terpidana sesuai sekali dengan pengertian “hukuman” yang terdapat dalam hukum pidana positif. Bukankah menurut KUHPidana hukuman itu ditujukan kepada diri pembuat? Pandangan ini sesuai dengan kematian mencegah dimulainya atau memberhentikan berjalannya tuntutan pidana karena tiada lagi objeknya maka hak menuntut hukuman tidak dapat direalisasikan. Pompe berpendapat dalam hal terdakwa meninggal dunia pada waktu sebelum ada keputusan akhir dari hakim, maka hakim akan memutuskan bahwa tuntutan pidana dari Penuntut Umum tidak dapat diterima karena tidak ada lagi alasan untuk mengadakan tuntutan pidana itu.

Ad. c Lewat waktu

            Harus dibedakan antara lewat waktu hak menuntut dan menjalankan pidana. Sebagai alasan-alasan pembuat KUHPidana menerima lembaga lewat waktu itu dapatlah dikemukakan dari Vos sebagai berikut:
1.    Sesudah lewatnya beberapa waktu –apalagi waktu yang telah lewat itu panjang- maka ingatan orang tentang peristiwa tersebut telah berkurang, bahkan tidak jarang hampir hilang sehingga menurut baik teori pembalasan maupun teori prevensi umum dan prevensi khusus tidak ada gunanya lagi untuk menuntut hukuman.
2.    Kepada individu harus diberi kepastian hukum dan jaminan atas keamanannya menurut hukum, terutama apabila individu telah dipaksa tinggal lama di luar negeri dan dengan demikian untuk sementara waktu merasa kehilangan atau dikuranginya kemerdekaannya.
3.    Untuk berhasilnya tuntutan pidana maka sukarlah mendapatkan bukti sesudah lewatnya waktu yang agak panjang.

Lamanya jangka lewat (verjaringstermijn) dihubungkan dengan beratnya hukuman yang diancamkan terhadap delik. Disamping itu, perlu dikemukakan pula bahwa jangka lewat waktunya hukuman adalah lebih lama dari pada jangka lewat waktunya tuntutan pidana.. JONKERS menganggap hal ini lebih logis, karena dalam hal lewat waktu hukuman, acara pidana yang bersangkutan telah selesai sama sekali. Jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana diatur dalam pasal 78 KUHP ayat (1) menentukan bahwa : Hak menuntut hukuman gugur (tidak dapat dijalankan lagi karena lewat waktunya)
1.sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggaran dan bagi kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan percetakan
2.sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan yang terancam hukuman denda, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari tiga tahun
3.sesudah lewat dua belas tahun bagi segala kejahatan yang terancam hukuman penjara sementara yang lebih dari tiga tahun
4,sudah lewat empat delapan belas tahun bagi semua kejahatan yang terancam dihukum mati atau penjara seumur hidup
Mempelajari lamanya jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana yang tersebut dalam pasal 78 ayat (1) KUHP ini berhubung dengan jenis delik yang dilakukan dan yang hendak di tuntut, maka dapatlah dicatat satu zonderlinge constructive (konstruksi yang ganjil), yaitu jangka lewat waktunya tuntutan pidana karena penghinaan yang ditulis atas kertas adalah lebih pendek dari pada jangka lewat waktunya tuntutan karean penghinaan yang diucapkan secara lisan sedangkan, sebaliknya, satu penghinaan yang diucapkan secara lisan lebih cepat dilupa dari pada satu penghinaan yang ditulis di atas kertas.
Waktu adalah beratnya hukuman maksimum yang dapat ditetapkan atas peristiwa pidana in concreto, sehingga alasan – alasan yang memperberat atau memperingan hukuman, baik yang obyektif maupun yang subyektif, dapat diperhitungkan dalam penetapan lamanya jangka lewat waktu.
Ayat 2 dari pasal 78 KUHP dibuat untuk pembuat muda (jeugdige dader) yang umumnya masih belum delapan belas tahun : Bagi orang yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan belas tahun, maka tempo gugur waktu yang tersebut diatas dikurangi sehingga jadi sepertiganya (kursif dari saja).
JONKERS mengemukakan dua hal lagi yang patut mendapat perhatian, Pertama karena redaksi pasal 78 KUHP disusun secara umum (algemene der redactie) maka yang menentukan lamanya jangka lewat udige mishandeling slechts maximal twee jaren is bedreigd. Kedua, berhubung dengan ketentuan dalam pasal 86 KUHP maka percobaan (poging) atau membantu (medeplichttigheid) melakukan kejahatan diperhitungkan jangka lewat waktu yang sama dengan jangka lewat waktu bagi kejahatan itu. Jangka – jangka lewat waktunya hukuman diatur dalam pasal 84 KUHP, yang berbunyi:
(1)  Hak untuk menjalankan hukuman gugur karena lalu waktunya (daluwarsa).
(2)  Tempo gugurnya itu, untuk pelanggaran sesudah dua tahun, untuk kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan percetakan sesudah lima tahun, dan untuk kejahatan yang lain sesudah sepertiganya lebih dari tempo gugurnya penuntutan hak menuntut hukuman
(3)  Tempo gugurnya itu sekali – kali tidak boleh kurang dari lamanya hukuman mati tidak dapat gugur karena lewat waktunya
Jika membandingkan jangka – jangka lewat waktunya hukuman ini dengan jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana yang telah dibahas terlebih dahulu, maka dapat dicatat bahwa jangka – jangka lewat waktunya hukuman adalah lebih panjang dari pada jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana. VOS mengatakan bahwa hal ini sudah logis, karena :
a.    Dalam hal lewat waktunya hukuman persoalan pembuktian tidak lagi memang peranan, dan
b.    Dibandingkan dengan lewat waktunya tuntutan pidana, maka lewat waktunya hukuman lebih banyak bagi merupakan satu premi atas melarikan diri
Selanjutnya VOS mengenai ketentuan bahwa Tempo gugurnya itu sekali – kali tidak boleh kurang dari lamanya hukuman yang telah dijatuhkan oleh VOS diberi tekanan kata – kata tealh dijatuhkan (opgelegde straf). Dengan mengingat Hukum Penitensier di Negeri Belanda, ketentuan itu penting karena :
a.    Dengan demikian hukuman penjara seumur hidup tidak dapat berlewat waktu (di Negeri Belanda tiada lagi hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup menjadi hukuman yang terberat bagi hukum penitensier di Negeri Belanda), dan
b.    Ketentuan itu penting bagi hukuman tambahan yang memerintahkan penempatan dalam sebuah tempat latihan kerja pemerintah (plaatsing in een Rijkswerkinrichting).
Yang merupakan satu persoalan adalah mulai saat manakah jangka lewat waktu mulai berjalan ? Mengenai lewat waktunya tuntutan pidana pasal 79 KUHP member jawaban atas pertanyaan itu. Sebagai saat mulai berjalannya jangka lewat tuntuan pidana ditunjuk. Dalam teks pasal 79 KUHP dibuka dengan kata – kata : Tempo gugurnya penuntutan dihitung dimulai dari keesokan harinya sesudah perbuatan itu dilakukan (De termijn van verjaring vangst aan op den den dag na dien wasrop het feit is gepleegd).
Dalam tiga hal pembuat KUHP menentukan saat istimewa mulai berjalannya lewat waktunya tuntuan pidana yaitu :
a.    Dalam hal memalsu atau meniru uang (logam), uang kertas atau kertas bank maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari sesudah hari uang yang dipalsu atau ditiru itu, dipakai. Yang menjadi ukuran adalah saat uang tersebut dipakai. Karena dalam hal andaikata satu ukuran semacam ini tidak ditentukan maka adalah kemungkinan bahwa orang yang telah berhasil menyimpan uang tersebut beberapa tahun, dengan maksud menunggu lewat waktunya tuntutan pidana, kemudian dapat memakainya tanpa kemungkinan bahwa ia dapat dihukum. Perlu diperhatikan salah satu unsure meniru atau memalsu uang, atau uang kertas atau uang kertas bank itu adalah meniru atau memalsu dilakukan dengan maksud akan mengedarkan serupa yang asli dan yang tiada dipalsukan uang kertas atau uang kertas bank tersebut (pasal 244 KUHP)
b.    Dalam hal salah satun kejahatan yang terancantum dalam pasal – pasal 328 KUHP ( menculik orang / mensenroof), 329 KUHP (dengan sengaja mengangkutkan seseorang yang telah mengikatkan diri akan bekerja disuatu daerah ke sesuatu daerah lain), 330 KUHP (dengan sengaja memindahkan seseorang yang belum cukup umur dari kekuasaan sah yang telah ditempatkan atas orang itu), dan 333 KUHP (merampas kebebasan orang / vriheiklsberoving) maka jangka waktu lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari sesudah hari dibebaskannya atau meninggal dunianya korban kejahatan tersebut.
Bahwa hak menuntut pidana dalam hal percobaan meniru atau memalsu uang, uang kertas atau uang kertas bank, atau sesudah meniru atau memalsu itu selesai maka uang yang ditiru atau dipalsu itu tidak dipakai, tidak dapat gugur
c.    Dalam hal pelanggaran peraturan – peraturan Pencatatan sipil pasal 556 – 558 a KUHP maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari sesudah hari daftar – daftar yang bersangkutan telah diserahkan kepada panitera pengadilan yang bersangkutan. Saat istimewa mulai berjalan ini ditentukan dengan memperhitungkan bahwa Penuntut umum, yang diberi tugas mengawasi dibuatnya daftar – daftar tersebut secara tepat, baru dapat tersebut diserahkan kepada panitera pengadilan.
Saat berjalannya lewat waktunya hukuman ditentukan dalam pasal 85 KUHP : Tempo gugurnya hak menjalankan hukuman itu mulai pada keesokan hari seolah waktu keputusan hakim dapat dijalankan (ayat 1). Jenis keputusan hakim ini adalah keputusan hakim yang terkenal dengan nama verstek vonnis dapat dieksekusi tanpa sebelumnya telah inkracht van gewijsde.
Pasal 80 KUHP mengatur pencegahan jangka lewat waktunya tuntutan pidana : Tiap – tiap perbuatan penuntutan mencegah daluwarsa (lewat waktu) asal saja perbuatan itu diketahui oleh yang dituntut atau diberitahukan kepadanya menurut cara yang dituntut atau diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam undang – undang umum (ayat 1).
Pasal 81 KUHP mengatur pertangguhan jangka lewat waktunya tuntutan pidana : Mempertangguhkan penuntutan untuk sementara karena ada perselisihan tentang hukum yang harus diputuskan lebih dahulu oleh satu mahkamah lain, mempertangguhkan gugurnya penuntutan untuk sementara.
Yang dimaksud dengan question prjudicialle au jugement ini adalah satu perselisihan menurut hukum perdata ini penting sekali bagi acara pidana yang sedang berjalan.
Pencegahan jangka lewat waktunya hak untuk mengeksekusi hukuman dapat terjadi dalam dua hal, yaitu :
a.    Yang terhukum melarikan diri. Pada hari sesudah hari yang terhukum melarikan diri mulai berjalan satu jangka lewat waktu yang baru (pasal 85 ayat 2 kalimat pertama KUHP)
b.    Dicabutnya pelepasan bersyarat (herroeping ener voorwaardelijke invrijheidstelling). Pada hari sesudah hari dicabutnya pelepasan bersyarat, mulai berjalan satu jangka lewat waktu yang baru (pasal 85 ayat kalimat kedua KUHP)
Pertengahan jangka lewat waktunya hak untuk mengeksekusi hukuman dapat terjadi dalam dua hal pula, yaitu :
a.    Selama eksekusi hukuman dipertangguhkan menurut peraturan – peraturan perundang – undangan yang berlaku, seperti dalam grasi, peninjauan kembali (herziening)
b.    Selama yang terhukum ada tahanan, biarpun ia ditahan itu disebabkan oleh segala sesuatu penghukuman lain
Oleh VOS dikemukakan bahwa dipertangguhkan (menurut peraturan – peraturan perundang – undangan yang berlaku) yang disebut dalam ada diatas ini, harus diberi pengertian luas sehingga juga meliputi ditunda (opgeschort)

Ad. d Penyelesaian diluar pengadilan

Pasal 82 ayat 1 KUHP menentukan bahwa Hak menuntut hukuman karena pelanggaran yang diatasnya tidak ditentukan hukuman pokok lain dari pada denda, tiada berlaku lagi jika maksimum denda dibayar dengan kemauan sendiri dan demikian juga dibayar ongkos perkara, kalau penuntutan telah dilakukan, dengan izin pejabat (ambtnaar) yang ditunjuk dalam undang- undang umum, dalam tempo yang ditetapkannya. Ketentuan KUHP ini memuat lembaga hukum pidana yang terkenal dengan nama afkloop yaitu penebusan tuntutan pidana karena pelanggaran (overtrading).
Grasi, abolisi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi  Pasal 14 UUD 1945 menentukan bahwa Presiden member grasi,amnesti,abolisi, dan rehabilitasi. Grasi adalah satu wewenang yang telah tradisionil dalam tangan kepala Negara itu tetapi sifatnya sekarang berbeda dari sifatnya semula. Sebagai alasan – alasan diberinya grasi dapat disebut antara lain :
a.    Kepentingan keluarga dari yang terhukum
b.    Yang terhukum pernah sangat berjasa bagi masyarakat
c.    Yang terhukum menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d.    Yang terhukum berkelakuan baik dipenjara dan memperlihatkan keinsyafan atas kesalahannya.
Apabila Kepala Negara berpendapat bahwa keputusan hakim itu terlalu keras, maka kepala Negara hanya dapat meringankan pelaksanaan saja dari keputusan hakim itu dengan :
a.    Tidak mengeksekusinya seluruhnya
b.    Hanya mengeksekusi sebagian saja
c.    Mengadakan komutasi, yaitu jenis hukuman  diganti misalnya, hukuman penjara  diganti dengan hukuman kurungan, hukuman kurungan diganti dengan hukuman denda, hukuman mati diganti dengan hukuman penjara untuk seumur hidup
Azas – azas utama Undang – undang Grasi adalah :
a.    Atas hukuman – hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan kehakiman yang tidak dapat diubah lagi, orang yang dihukum atau pihak lain dapat memajukan permohonan grasi kepada Presiden Pasal 1. Jadi atas tiap – tiap hukuman dan oleh tiap – tiap yang terhukum dapat diajukan permohonan grasi kepada Presiden
b.    Keputusan hakim telah tidak dapat diubah lagi yaitu telah Inkracht van gewijsde (tidak dapat dibantah lagi dengan memakai alat – alat hukum biasa )
c.    Bukan hanya terhukum saja yang dapat memohon grasi, tetapi juga pihak lain yaitu pihak ketiga, asal saja ternyata bahwa orang yang dihukum itu setuju dengan permohonan grasi yang diajukan oleh pihak ketiga ini ( pasal 6 ayat (4) ). Syarat tersebut terakhir ini tidak perlu dipenuhi apabila permohonan grasi itu diajukan karena jabatan (ambtshalve ingediend gratievoorstel).
Terhadap asas utama ini, yaitu persetujuan dari yang terhukum, ada perkecualian dalam hal hukuman mati. Dalam hukuman mati pihak ketiga, yang mau mengajukan permohonan grasi, tidak memerlukan persetujuan dari yang terhukum (ketentuan yang sama)
d.    Terkecuali permohonan grasi atas hukuman denda (pasal 4 ayat 1), maka tiap –tiap permohonan grasi menunda (opschorten) eksekusi (pelaksanaan) hukuman atau mempertangguhkannya apabila telah dimulai.
e.    Permohonan grasi harus dimajukan kepada Panitera pengadilan yang memutus pada tingkat pertama, atau jika permohonan bertempat tinggal diluar daerah hukum pengadilan yang berkepentingan atau jika Panitera pengadilan tidak ada tempatnya, maka pemohon dapat memajukan permohonannya kepada pembesar daerahnya Pasal 6 ayat 1
f.     Grasi tidak akan diberi apabila sebelumnya tidak didengar pertimbangan dari beberapa instansi yang penting dan yang bersangkutan
Amnesti dan Abolisi diatur dalam Undang – undang Darurat tentang Amnesti dan ABolisi. Yang biasanya disebut abolisi adalah meniadakan wewenang (dari penuntut umum) untuk menuntut hukuman. Amnesti adalah satu wewenang yang lebih luas lagi, yaitu amnesti tidak hanya meniadakan wewenang untuk menuntut hukuman tetapi pula wewenang untuk mengeksekusi hukuman, baik dalam hal eksekusi itu belum dimuali maupun dalam hal eksekusi itu dimulai. Amnesti dan abolisi diberi oleh Presiden atas kepentingan Negara. Pemberian Amnesti dan abolisi itu diputuskan oleh Presiden sesudah mendapat nasehat Mahkamah Agung.(pasal 1). Mengenai rehabilitasi, yaitu mengembalikan yang terhukum pada kedudukan sosial yang semula, belum ada peraturan, terkecuali peraturan mengenai rehabilitasi bekas pengikut PRRI/Permesta dan gerombolan yang lain itu.




Bab III
Simpulan

Dalam KUHP Buku I Bab VIII dari pasal 76-85 membahas tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana. Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana terjadi apabila:
·         Kraacht van gewijsde
·         Matinya terdakwa
·         Lewat waktu (verjaring)
·         Penyelesaian di luar pengadilan

            Lembaga hukum pidana tentang gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana dibuat untuk mencapai kepastian hukum dan memberikan keadilan bagi individu dan masyarakat. Selain itu, lembaga ini dibuat juga untuk memberikan efektivitas dan efisiensi dalam penegakan hukum. Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana dibuat untuk menjaga kepastian hukum. Dengan adanya jaminan kepastian hukum, maka seseorang tidak akan diperiksa dengan sewenang-wenang oleh penguasa. Selain kepastian hukum, lembaga hukum pidana ini juga untuk mewujudkan keadilan karena seseorang tidak boleh dituntut terlalu lama tanpa adanya daluarsa sehingga mengakibatkan seseorang terus hidup dalam ketidaktenangan atau berkurang rasa kemerdekaannya karena terus diburu aparat penegak hukum untuk dihukum.










Daftar Pustaka

Chazawi, Adami. 2005. Pelajaran Hukum Pidana bagian 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Marpaung, Leden. 2006. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta
Moeljatno. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT.Bumi Aksara
R.Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama
Utrecht, Ernst.1962. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II. Bandung: PT. Pustaka Tinta Mas
















Tugas Asas-Asas Hukum Pidana Perkembangan
Gugurnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana


DISUSUN OLEH

Daniar Brihawan                             110110090149
Jeffry Binsar                          110110090171
                             Boby Yudistira                       110110090174
                             Raymon Haryanto                 110110090195






Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2011

2 komentar:

  1. salam kenal kang saya dari UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

    BalasHapus