Permulaan tindakan /
perbuatan pidana
Berdasarkan
MvT hanya dapat diketahui bahwa permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)
berada di antara tindakan-tindakan persiapan (uitvoeringshandelingen).
Oleh karena itu untuk menentukan perbuatan mana dari serangkaian perbuatan yang
merupakan permulaan pelaksanaan didasarkan kepada 2 (dua) teori yaitu teori
subjektif (subjectieve pogingstheori) dan teori objektif (objectieve
pogingstheori). Disini para penganut paham subjektif menggunakan subjek
dari si pelaksanaan sebagai dasar dapat dihukumnya seseorang yang melakukan
suatu percobaan, dan oleh karena itulah paham mereka itu disebut sebagai paham
subjektif, sedangkan para penganut paham objektif menggunakan tindakan dari si
pelaku sebagai dasar peninjauan, dan oleh karena itu paham mereka juga disebut
sebagai paham objektif.
Menurut para penganut paham objektif seseorang yang
melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum karena
tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum, sedangkan menurut penganut
paham subjektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu
kejahatan itu pantas dihukum karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku
yang tidak bermoral, yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya.
Delik aduan
Delik
aduan terbagi atas dua, yaitu :
1. delik
aduan absolut,
2. delik
aduan relatif.
1) Delik aduan absolut
• Suatu delik yang baru
ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan dan yang
diadukan hanyalah perbuatannya saja meskipun demikian apabila yang bersangkutan
dalam perkara tersebut Iebih daripada satu orang dan yang diadukan hanya orang
tertentu, bukan berarti orang lain lepas dari tuntutan hukum, oleh karena itu
delik aduan absolut ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak
boleh dipisah-pisahkan/ onsplitsbaar.
Contoh
: A dan B adalah sepasang suami istri. B selingkuh dcngan C dan D maka yang
diadukan oleh B adalah A dan yang terlibat adalah C dan D.
• Yang diadukan ialah
perbuatannya.
• Akibat hukumnya
onsplitsbaar (tak dapat dipidah-pisahkan/ karena yang diadukan perbuatannya
maka orang tersangkut harus diadukan pula).
• Ps. 284, 293, 294,
310-320 kecuali ps 316 KUHP (delik biasa).
2) Delik
aduan relatif
• Suatu delik yang semula
merupakan delik biasa karena ada hubungan istimewa/ keluarga maka sifatnya
berubah menjadi delik aduan, misalnya; pencurian dalam keluarga, penggelapan
dalam keluarga, dalam hal ini yang diadukan orangnya saja sehingga yang
dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara
tersebut terlibat orang lain, agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada
pengaduan kembali. Oleh karena itu dalam delik aduan relatif sifatnya dapat
dipisah-pisahkan/splitsbaar. Contoh: A adalah orang tua dari B dan C adalah
keponakan dari A. B dan C kerjasama untuk melakukan pencurian terhadap A. dalam
perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya hanya C sajalah yang
dituntut sedangkan B tidak.
• Yang diadukan ialah
masalah orangnya.
• kibat hukumnya : splitsbaar
(dapat dipisah-pisahkan).
• Ps. 370, 376, 394, 411
KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar