I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada ilmu hukum pidana
dikenal suatu percobaan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan untuk
melakukan atau melaksanakan tindakan yang menyimpang dari aturan atau hukum
yang berlaku di dalam masyarakat. Namun tidak semua percobaan dalam konteks ini
dapat diancam sesuai dengan hukum postif yang berlaku di negara ini. Hanya
percobaan kejahatanlah yang secara tegas dapat diancam kepada barang siapa yang
melakukannya terhadap sesuatu yang telah diatur oleh hukum postif di negara ini
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga KUHP mengancam terhadap
subyek hukum yang melakukan percobaan kejahatan dengan menjatuhkan hukuman
tanpa terlebih dahulu menunggu sampai terjadinya suatu akibat dari kejahatan
yang sedang dilakukannya (dalam delik materiil).
Tetapi pada dasarnya Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),tidak mau merampas atau membatasi kemerdekaan
individu jika hal tersebut tidak perlu.Sehingga dalam percobaan pelanggaran
hukum postif Indonesia (KUHP), tidak mengatur atau mengancam kepada barang
siapa yang melanggarnya. Jelas kiranya bahwa hanya “percobaan akan melakukan
kejahatanlah” yang akan diancam melalui pasal-pasal yang terdapat di KUHP
sebagai hukum postif yang berlaku di Indonesia.
B. TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian Percobaan (Poging)
1. Percobaan Menurut KUHP
Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang
Aturan Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54
KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman
adalah sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Mencoba
melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum
pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika
kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama
dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang
dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan (poging), yang selanjutnya
dalam tulisan ini disebut dengan percobaan.
Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan
sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju
itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi tidak
selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi orangnya tidak
mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat mengambil
barang itu.
Satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan
Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan:
Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide
uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering
geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu
adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan
tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu
kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan)
(Lamintang, 1984: 511).
Pasal 53 KUHP hanya menentukan
bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain
Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang
pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Adanya niat/kehendak dari
pelaku;
b. Adanya permulaan pelaksanaan
dari niat/kehendak itu;
c. Pelaksanaan tidak selesai
semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.
Oleh karena itu agar seseorang
dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut
harus terbukti ada padanya, dengan akta lain suatu percobaan dianggap ada jika
memenuhi ketiga syarat tersebut. Percobaan seperti yang diatur dalam KUHP yang
berlaku saat ini menentukan, bahwa yang dapat dipidana adalah seseorang yang
melakukan percobaan suatu delik kejahatan, sedangkan percobaan terhadap delik
pelanggaran tidak dipidana, hanya saja percobaan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan pidana khusus dapat juga dihukum. Sebagai contoh seseorang
yang melakukan percobaan pelanggaran (mencoba melakukan pelanggaran) terhadap
hal-hal yang telah diatur dalam UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana
Ekonomi, dapat dipidana.
Menurut Loebby Loqman pembedaan
antara kejahatan ekonomi dengan pelanggaran ekonomi ditentukan oleh apakah
perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Dianggap
sebagai kejahatan ekonomi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja,
tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian pelaku maka hal ini
dianggap sebagai pelanggaran ekonomi (1996:3).
Selain itu ada juga beberapa
kejahatan yang percobaannya tidak dapat dihukum, misalnya percobaan menganiaya
(Pasal 351 ayat (5)), percobaan menganiaya binatang (Pasal 302 ayat (3), dan
percobaan perang tanding (Pasal 184 ayat (5)).
2. Percobaan Menurut RUU KUHP
Nasional
Ada perbedaan terminologi
antara percobaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 KUHP yang berlaku saat
ini, dengan percobaan yang diatur menurut RUU KUHP nasional yang diterbitkan
oleh Departemen Hukum dan Perundang-undangan 1999-2000, Direktorat Jenderal
Hukum dan Perundang-undangan, Direktorat Perundang-undangan. Terminologi
percobaan seperti yang diatur di dalam Pasal 53 KUHP yang berlaku saat ini adalah
percobaan melakukan kejahatan, sedangkan menurut RUU KUHP Nasional berubah
menjadi percobaan melakukan tindak pidana. Hal ini terjadi karena RUU KUHP
Nasional tidak membedakan lagi antara tindak pidana (delik) kejahatan dengan
tindak pidana (delik) pelanggaran. Artinya untuk keduanya dipakai istilah
tindak pidana.
Dengan demikian, KUHP
Nasional ini nantinya hanya terdiri dari 2 (dua) buku yaitu Buku Kesatu memuat
tentang aturan umum dan Buku Kedua yang memuat aturan tentang tindak pidana
dengan tidak lagi membedakan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran.
Adapun Buku Ketiga KUHP yang berlaku saat ini, yang mengatur tentang delik
pelanggaran dihapus dan materinya ditampung ke dalam Buku Kedua dengan
kualifikasi tindak pidana. Alasan penghapusan ini menurut Rancangan Penjelasan
KUHP Nasional adalah disebabkan pembedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict
dan pelanggaran sebagai wetsdelict ternyata tidak dapat
dipertahankan, karena ada beberapa rechtsdelict yang dikualifikasikan
sebagai pelanggaran (wetsdelict) dan sebaliknya ada pelanggaran yang
kemudian dapat dijadikan kejahatan (rechtsdelict) hanya karena
diperberat ancaman pidananya.
Percobaan di dalam
Rancangan KUHP Nasional diatur dalam Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum, Bab II
tentang Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, paragraf 2 tentang
Percobaan, Pasal 17 sampai dengan 20.
Pasal 17
(1) Percobaan melakukan tindak pidana, dipidana jika pembuat telah
mulai melakukan permulaan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju, tetapi
pelaksanaannya tidak selesai atau tidak mencapai hasil atau akibat yang
dilarang.
(2) Dikatakan
ada permulaan pelaksanaan, jika pembuat telah melakukan:
a. Perbuatan melawan hukum;
b. Secara objektif perbuatan itu langsung mendekatkan pada
terjadinya tindak pidana; dan
c. Secara subjektif tidak diragukan lagi bahwa perbuatan yang
dilakukan itu diniatkan atau ditujukan pada terjadinya tindak pidana.
Pasal 18
(1) Jika setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat tidak
menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela, maka
pembuat tidak dipidana.
(2) Jika setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat dengan
kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya, maka
pembuat tidak dipidana.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah
menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan telah merupakan
tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat dipertangungjawabkan untuk tindak
pidana tersebut.
Pasal 19
Percobaan melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana denda Kategori I tidak dipidana.
Pasal 20
Jika tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya tindak pidana
disebabkan ketidakmampuan alat yang digunakan atau ketidakmampuan objek yang
dituju, maka pembuat tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak pidana
dengan ancaman pidana telah lebih dari ½ (satu per dua) maksimum pidana yang
diancamkan untuk tindak pidana yang dituju.
Berdasarkan kepada Penjelasan
Pasal 17 Rancangan Penjelasan KUHP Nasional diketahui ketentuan dalam Pasal 17
ini tidak memberikan defenisi tentang percobaan, tetapi hanya menentukan
unsur-unsur kapan seseorang disebut melakukan percobaan tindak pidana. Adapun
unsur-unsur tersebut adalah:
a. Pembuat telah mulai melakukan permulaan pelaksanaan tindak
pidana yang dituju.
b. Pelaksanaan
itu tidak selesai atau tidak mencapai hasil atau akibat yang dilarang.
Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pelaku dapat
dihukum karena telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan adalah
:
a. Adanya suatu maksud atau voornemen , dalam arti bahwa orang itu
haruslah mempunyai suatu maksud atau suatu voornemen untuk melakukan suatu
kejahatan tertentu
b. Telah adanya suatu permulaan pelaksanaan atau suatu begin van
uitfoering, dalam arti bahwa orang tersebut telah ia wujudkan dalam suatu
permulaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki dan
c. Pelaksaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki itu kemudian
tidak selesai disebabkan oleh masalah-masalah yang tidak bergantung pada
kemauannya, atau dengan perkataaan lain tidak selesainya pelaksanaan untuk
melakukan kejahatan yang telah ia mulai itu haruslah disebabkan oleh
masalah-masalah yang ia berada diluar kemauannya sendiri.
Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai (voltooid
delict)
•
Pasal
104-107, 139a dan 139b KUHP
•
Pasal
110, 116, 125, 139c KUHP
•
Pasal
250, 261, 275 KUHP
Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang
- Pasal 184 KUHP)
- Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
- Pasal 302 ayat 4 KUHP)
Percobaan Menurut Doktrin
•
Percobaan
yang Tidak Sempurna (Ondeugdelijk Poging)
•
Percobaan
yang Dikualifisir (Gequalificeerde
Poging)
•
Percobaan
yang Ditangguhkan (Geschorste Poging)
•
Percobaan
yang Selesai / Sempurna (Voleindigde Poging)
Pelaksanaan Kehendak
atau Pelaksanaan Kejahatan
•
Secara gramatika, harus dihubungkan dengan
kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak à
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi
: pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak” à TEORI POGING SUBYEKTIF
•
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat
berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka secara sistematis maka ditafsirkan
sebagai “pelaksanaan kejahatan” à TEORI POGING OBYEKTIF
PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
Perbuatan
dibedakan :
•
1.
tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)
•
2.
tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)
•
Tetapi,
pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang
merupakan “perbuatan pelaksanaan” ?
II.
ANALISIS MASALAH
A. CONTOH
PERMASALAHAN
A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan
maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
•
A pergi ke tempat penjualan senjata api
•
A membeli senjata api
•
A
membawa senjata api ke rumahnya
•
A
berlatih menembak
•
A
menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat
•
A
menuju rumah B
•
Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu
dengan peluru
•
A mengarahkan senjata kepada B
•
A melepaskan tembakan ke arah B
Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan “permulaan pelaksanaan”
karena telah menunjukkan “kehendak yang jahat” Menurut Teori Poging Obyektif :
perbuatan a à f belum merupakan “permulaan pelaksanaan”
karena semua perbuatan itu “belum membahayakan kepentingan hukum si B
B.
CONTOH KASUS “Percobaan
Pembunuhan Berencana”
KASUS
•
A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom
di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka
parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
•
Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan
berencana)
ANCAMAN PIDANA
•
15
tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
C. RUMUSAN
MASALAH MENURUT PARA AHLI
PENDAPAT
PARA AHLI DALAM MASALAH TSB
1.Van
Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si
pelaku untuk melaksanakan perbuatannya”
2.Simons
melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
•
Pada delik formil apabila perbuatan itu
merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila
perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada
beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
•
Pada
delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut
sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan
akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU
3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan
itu mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
4.Pompe : ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu
perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.
Macam2
Percobaan (Doktrin)
•
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde
Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya
kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
•
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan
beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu
perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
•
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke
Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana
ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan,
namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek
(sasaran) tidak sempurna.
III. KESIMPULAN
Pada dasarnya Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), sanggup telah menjatuhkan hukuman atas barang siapa yang
melakukan perbuatan dari memulai melaksanakan suatu niat yang jahat, sehingga
tidak memberikan kesempatan kepada pembuat tersebut untuk menimbulkan akibat
dari kejahatan yang akan atau sedang dilakukannya. Namun Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP),si pembuat undang-undang berlandaskan pada kebebasan dan
kemerdekaan individu,maka percobaan melakukan pelanggaran tidak dipidana hal
itu karena KUHP tidak mau merampas atau membatasi kemerdekaan individu jika hal
tersebut tidak perlu.Sehingga dalam percobaan pelanggaran hukum postif
Indonesia (KUHP), tidak mengatur atau mengancam kepada barang siapa yang
melanggarnya. Jelas kiranya bahwa hanya “percobaan akan melakukan kejahatanlah”
yang akan diancam melalui pasal-pasal yang terdapat di KUHP sebagai hukum
postif yang berlaku di Indonesia.
IV. DAFTAR
PUSTAKA
BAMBANG POERNOMO. 1978. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta
: Ghalia Indonesia
Drs.P.A.F.LAMINTANG, S.H. 1984. Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia.Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti
Prof. MOELJATNO, S.H. 2009. KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PIDANA (KUHP).
Jakarta
: Bumi Aksara
Mr. Drs E UTRECHT. 1958. Hukum Pidana I .
SOFJAN SASTRAWIDJAJA, S.H. 1995. Hukum Pidana. Bandung
: ARMICO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar