Bab I
Pendahuluan
Latar
Belakang
Dalam KUHP
Buku I Bab VIII dari pasal 76-85 membahas tentang hapusnya kewenangan menuntut
pidana dan menjalankan pidana. Gugurnya hak menuntut pidana terjadi apabila:
·
Kraacht van
gewijsde
·
Matinya
terdakwa
·
Lewat waktu
(verjaring)
·
Penyelesaian
di luar pengadilan
Sedangkan gugurnya menjalankan pidana terjadi apabila:
·
Matinya
terpidana
·
Lewat waktu
·
Alasan-alasan
di luar KUHP, yaitu grasi, abolisi, dan amnesti
Kraacht van gewijsde berkaitan dengan
asas nebis in idem yang artinya seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena
perbuatanyang oleh hakim terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Matinya terdakwa/terpidana juga menyebabkan gugurnya
hak menuntut dan menjalankan pidana karena pidana tidak dapat dilimpahkan ke
orang lain, kecuali si pembuat (dader) itu sendiri.
Gugurnya hak
menuntut pidana dan menjalankan pidana dibuat untuk menjaga kepastian hukum.
Dengan adanya jaminan kepastian hukum, maka seseorang tidak akan diperiksa
dengan sewenang-wenang oleh penguasa. Selain kepastian hukum, lembaga hukum
pidana ini juga untuk mewujudkan keadilan karena seseorang tidak boleh dituntut
terlalu lama tanpa adanya daluarsa sehingga mengakibatkan seseorang terus hidup
dalam ketidaktenangan karena terus diburu aparat penegak hukum untuk dihukum.
Identifikasi Masalah
Apa saja yang menjadi dasar gugurnya hak menuntut dan
menjalankan pidana? Jelaskan!
Metode Penulisan
Tim penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan.
Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan. Dalam metode
ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah ini.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan mengenai gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana.
Selain itu tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk hasil tugas
pada mata kuliah Asas-Asas Hukum Pidana Perkembangan.
Bab II
Pembahasan
Alasan-alasan
gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana dimuat dalam Bab VIII Buku I
KUHPidana. Alasan-alasan tersebut adalah:
a. Kraacht van gewijsde atau nebis in idem
b. Matinya terdakwa/terpidana
c. Lewat waktu
d. Penyelesaian di luar pengadilan
Ad. a
Kraacht van gewijsde atau nebis in idem
Yang
dimaksud dengan kraacht van gewijsde atau nebis in idem adalah orang tidak
dapat dituntut untuk kali kedua karena satu perbuatan yang telah dilakukannya
dan terhadap perbuatan tersebut telah dijatuhkan keputusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap. Jonkers menyebut tiga macam keputusan hakim yang
memutuskan tentang perbuatan sendiri, yaitu:
1. Penghukuman (veroordeling)
2. Bebas dari segala dakwaan (vrijspraak)
3. Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging)
Apabila dibuat satu keputusan hakim
seperti salah satu di atas, maka disebut nebis in idem. Rasio asas ini ada dua
buah, yaitu tiap perkara harus diselesaikan secara definitif dan tujuan
tiap-tiap peraturan hukum adalah memberikan kepastian hukum sebesar-besarnya
kepada individu dan masyarakat. Oleh beberapa pengarang hukum pidana, diminta
perhatian untuk pasal 76 KUHPidana agar menerima peninjauan kembali sebagai
pengecualian tersendiri kepada pasal ini.
Tentang kata
“perbuatan” dalam pasal 76 KUHPidana disebut tiga pendapat dalam buku karangan
Van Hammel, yaitu:
1. “Perbuatan” dalam arti peristiwa jahat yang telah terjadi
2. “Perbuatan” dalam arti perbuatan yang menjadi pokok
pendakwaan
3. “Perbuatan” dalam arti perbuatan materiil
Ad b.
Matinya terdakwa/terpidana
Vos
mengemukakan bahwa hal gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana karena
matinya terdakwa/terpidana sesuai sekali dengan pengertian “hukuman” yang
terdapat dalam hukum pidana positif. Bukankah menurut KUHPidana hukuman itu
ditujukan kepada diri pembuat? Pandangan ini sesuai dengan kematian mencegah
dimulainya atau memberhentikan berjalannya tuntutan pidana karena tiada lagi
objeknya maka hak menuntut hukuman tidak dapat direalisasikan. Pompe
berpendapat dalam hal terdakwa meninggal dunia pada waktu sebelum ada keputusan
akhir dari hakim, maka hakim akan memutuskan bahwa tuntutan pidana dari
Penuntut Umum tidak dapat diterima karena tidak ada lagi alasan untuk
mengadakan tuntutan pidana itu.
Ad. c Lewat
waktu
Harus
dibedakan antara lewat waktu hak menuntut dan menjalankan pidana. Sebagai
alasan-alasan pembuat KUHPidana menerima lembaga lewat waktu itu dapatlah
dikemukakan dari Vos sebagai berikut:
1. Sesudah lewatnya beberapa waktu –apalagi waktu yang telah
lewat itu panjang- maka ingatan orang tentang peristiwa tersebut telah
berkurang, bahkan tidak jarang hampir hilang sehingga menurut baik teori
pembalasan maupun teori prevensi umum dan prevensi khusus tidak ada gunanya
lagi untuk menuntut hukuman.
2. Kepada individu harus diberi kepastian hukum dan jaminan atas
keamanannya menurut hukum, terutama apabila individu telah dipaksa tinggal lama
di luar negeri dan dengan demikian untuk sementara waktu merasa kehilangan atau
dikuranginya kemerdekaannya.
3. Untuk berhasilnya tuntutan pidana maka sukarlah mendapatkan
bukti sesudah lewatnya waktu yang agak panjang.
Lamanya jangka lewat (verjaringstermijn)
dihubungkan dengan beratnya hukuman yang diancamkan terhadap delik. Disamping
itu, perlu dikemukakan pula bahwa jangka lewat waktunya hukuman adalah lebih
lama dari pada jangka lewat waktunya tuntutan pidana.. JONKERS menganggap hal
ini lebih logis, karena dalam hal lewat waktu hukuman, acara pidana yang
bersangkutan telah selesai sama sekali. Jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana diatur dalam pasal 78
KUHP ayat (1) menentukan bahwa : Hak menuntut hukuman gugur (tidak dapat
dijalankan lagi karena lewat waktunya)
1.sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggaran dan bagi
kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan percetakan
2.sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan yang terancam
hukuman denda, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari tiga tahun
3.sesudah lewat dua belas tahun bagi segala kejahatan yang
terancam hukuman penjara sementara yang lebih dari tiga tahun
4,sudah lewat empat delapan belas tahun bagi semua kejahatan
yang terancam dihukum mati atau penjara seumur hidup
Mempelajari lamanya jangka – jangka
lewat waktunya tuntutan pidana yang tersebut dalam pasal 78 ayat (1) KUHP ini
berhubung dengan jenis delik yang dilakukan dan yang hendak di tuntut, maka
dapatlah dicatat satu zonderlinge constructive (konstruksi yang ganjil), yaitu
jangka lewat waktunya tuntutan pidana karena penghinaan yang ditulis atas
kertas adalah lebih pendek dari pada jangka lewat waktunya tuntutan karean
penghinaan yang diucapkan secara lisan sedangkan, sebaliknya, satu penghinaan
yang diucapkan secara lisan lebih cepat dilupa dari pada satu penghinaan yang
ditulis di atas kertas.
Waktu adalah beratnya hukuman maksimum
yang dapat ditetapkan atas peristiwa pidana in
concreto, sehingga alasan – alasan yang memperberat atau memperingan
hukuman, baik yang obyektif maupun yang subyektif, dapat diperhitungkan dalam
penetapan lamanya jangka lewat waktu.
Ayat 2 dari pasal 78 KUHP dibuat untuk
pembuat muda (jeugdige dader) yang umumnya masih belum delapan belas tahun :
Bagi orang yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan
belas tahun, maka tempo gugur waktu yang tersebut diatas dikurangi sehingga
jadi sepertiganya (kursif dari saja).
JONKERS mengemukakan dua hal lagi yang
patut mendapat perhatian, Pertama karena redaksi pasal 78 KUHP disusun secara
umum (algemene der redactie) maka yang menentukan lamanya jangka lewat udige
mishandeling slechts maximal twee jaren is bedreigd. Kedua, berhubung dengan
ketentuan dalam pasal 86 KUHP maka percobaan (poging) atau membantu
(medeplichttigheid) melakukan kejahatan diperhitungkan jangka lewat waktu yang
sama dengan jangka lewat waktu bagi kejahatan itu. Jangka – jangka lewat
waktunya hukuman diatur dalam pasal
84 KUHP, yang berbunyi:
(1) Hak untuk menjalankan hukuman gugur karena lalu waktunya
(daluwarsa).
(2) Tempo gugurnya itu, untuk pelanggaran sesudah dua tahun,
untuk kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan percetakan sesudah lima
tahun, dan untuk kejahatan yang lain sesudah sepertiganya lebih dari tempo
gugurnya penuntutan hak menuntut hukuman
(3) Tempo gugurnya itu sekali – kali tidak boleh kurang dari
lamanya hukuman mati tidak dapat gugur karena lewat waktunya
Jika membandingkan jangka – jangka lewat
waktunya hukuman ini dengan jangka – jangka lewat waktunya tuntutan pidana yang
telah dibahas terlebih dahulu, maka dapat dicatat bahwa jangka – jangka lewat
waktunya hukuman adalah lebih panjang dari pada jangka – jangka lewat waktunya
tuntutan pidana. VOS mengatakan bahwa hal ini sudah logis, karena :
a. Dalam hal lewat waktunya hukuman persoalan pembuktian tidak
lagi memang peranan, dan
b. Dibandingkan dengan lewat waktunya tuntutan pidana, maka
lewat waktunya hukuman lebih banyak bagi merupakan satu premi atas melarikan
diri
Selanjutnya VOS mengenai ketentuan bahwa
Tempo gugurnya itu sekali – kali tidak boleh kurang dari lamanya hukuman yang
telah dijatuhkan oleh VOS diberi tekanan kata – kata tealh dijatuhkan
(opgelegde straf). Dengan mengingat Hukum Penitensier di Negeri Belanda,
ketentuan itu penting karena :
a. Dengan demikian hukuman penjara seumur hidup tidak dapat
berlewat waktu (di Negeri Belanda tiada lagi hukuman mati dan hukuman penjara
seumur hidup menjadi hukuman yang terberat bagi hukum penitensier di Negeri
Belanda), dan
b. Ketentuan itu penting bagi hukuman tambahan yang
memerintahkan penempatan dalam sebuah tempat latihan kerja pemerintah
(plaatsing in een Rijkswerkinrichting).
Yang merupakan satu persoalan adalah
mulai saat manakah jangka lewat waktu mulai berjalan ? Mengenai lewat waktunya
tuntutan pidana pasal 79 KUHP member jawaban atas pertanyaan itu. Sebagai saat
mulai berjalannya jangka lewat tuntuan pidana ditunjuk. Dalam teks pasal 79 KUHP
dibuka dengan kata – kata : Tempo gugurnya penuntutan dihitung dimulai dari
keesokan harinya sesudah perbuatan itu dilakukan (De termijn van verjaring
vangst aan op den den dag na dien wasrop het feit is gepleegd).
Dalam tiga hal pembuat KUHP menentukan
saat istimewa mulai berjalannya lewat waktunya tuntuan pidana yaitu :
a. Dalam hal memalsu atau meniru uang (logam), uang kertas atau
kertas bank maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari
sesudah hari uang yang dipalsu atau ditiru itu, dipakai. Yang menjadi ukuran
adalah saat uang tersebut dipakai. Karena dalam hal andaikata satu ukuran
semacam ini tidak ditentukan maka adalah kemungkinan bahwa orang yang telah
berhasil menyimpan uang tersebut beberapa tahun, dengan maksud menunggu lewat
waktunya tuntutan pidana, kemudian dapat memakainya tanpa kemungkinan bahwa ia
dapat dihukum. Perlu diperhatikan salah satu unsure meniru atau memalsu uang,
atau uang kertas atau uang kertas bank itu adalah meniru atau memalsu dilakukan
dengan maksud akan mengedarkan serupa yang asli dan yang tiada dipalsukan uang
kertas atau uang kertas bank tersebut (pasal 244 KUHP)
b. Dalam hal salah satun kejahatan yang terancantum dalam pasal
– pasal 328 KUHP ( menculik orang / mensenroof), 329 KUHP (dengan sengaja
mengangkutkan seseorang yang telah mengikatkan diri akan bekerja disuatu daerah
ke sesuatu daerah lain), 330 KUHP (dengan sengaja memindahkan seseorang yang
belum cukup umur dari kekuasaan sah yang telah ditempatkan atas orang itu), dan
333 KUHP (merampas kebebasan orang / vriheiklsberoving) maka jangka waktu lewat
waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari sesudah hari dibebaskannya
atau meninggal dunianya korban kejahatan tersebut.
Bahwa hak menuntut pidana dalam hal
percobaan meniru atau memalsu uang, uang kertas atau uang kertas bank, atau
sesudah meniru atau memalsu itu selesai maka uang yang ditiru atau dipalsu itu
tidak dipakai, tidak dapat gugur
c. Dalam hal pelanggaran peraturan – peraturan Pencatatan sipil
pasal 556 – 558 a KUHP maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana mulai
berjalan pada hari sesudah hari daftar – daftar yang bersangkutan telah
diserahkan kepada panitera pengadilan yang bersangkutan. Saat istimewa mulai
berjalan ini ditentukan dengan memperhitungkan bahwa Penuntut umum, yang diberi
tugas mengawasi dibuatnya daftar – daftar tersebut secara tepat, baru dapat
tersebut diserahkan kepada panitera pengadilan.
Saat berjalannya lewat waktunya hukuman ditentukan dalam pasal 85 KUHP :
Tempo gugurnya hak menjalankan hukuman itu mulai pada keesokan hari seolah
waktu keputusan hakim dapat dijalankan (ayat 1). Jenis keputusan hakim ini
adalah keputusan hakim yang terkenal dengan nama verstek vonnis dapat
dieksekusi tanpa sebelumnya telah inkracht van gewijsde.
Pasal 80 KUHP mengatur pencegahan jangka
lewat waktunya tuntutan pidana : Tiap – tiap perbuatan penuntutan mencegah
daluwarsa (lewat waktu) asal saja perbuatan itu diketahui oleh yang dituntut
atau diberitahukan kepadanya menurut cara yang dituntut atau diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam undang – undang umum (ayat 1).
Pasal 81 KUHP mengatur pertangguhan
jangka lewat waktunya tuntutan pidana : Mempertangguhkan penuntutan untuk
sementara karena ada perselisihan tentang hukum yang harus diputuskan lebih
dahulu oleh satu mahkamah lain, mempertangguhkan gugurnya penuntutan untuk
sementara.
Yang dimaksud dengan question
prjudicialle au jugement ini adalah satu perselisihan menurut hukum perdata ini
penting sekali bagi acara pidana yang sedang berjalan.
Pencegahan jangka lewat waktunya hak untuk mengeksekusi
hukuman dapat terjadi dalam dua hal, yaitu :
a. Yang terhukum melarikan diri. Pada hari sesudah hari yang
terhukum melarikan diri mulai berjalan satu jangka lewat waktu yang baru (pasal
85 ayat 2 kalimat pertama KUHP)
b. Dicabutnya pelepasan bersyarat (herroeping ener
voorwaardelijke invrijheidstelling). Pada hari sesudah hari dicabutnya
pelepasan bersyarat, mulai berjalan satu jangka lewat waktu yang baru (pasal 85
ayat kalimat kedua KUHP)
Pertengahan jangka lewat waktunya hak untuk mengeksekusi
hukuman dapat terjadi dalam dua hal pula, yaitu :
a. Selama eksekusi hukuman dipertangguhkan menurut peraturan –
peraturan perundang – undangan yang berlaku, seperti dalam grasi, peninjauan
kembali (herziening)
b. Selama yang terhukum ada tahanan, biarpun ia ditahan itu
disebabkan oleh segala sesuatu penghukuman
lain
Oleh VOS dikemukakan bahwa
dipertangguhkan (menurut peraturan – peraturan perundang – undangan yang
berlaku) yang disebut dalam ada diatas ini, harus diberi pengertian luas sehingga
juga meliputi ditunda (opgeschort)
Ad. d
Penyelesaian diluar pengadilan
Pasal 82 ayat 1 KUHP menentukan bahwa
Hak menuntut hukuman karena pelanggaran yang diatasnya tidak ditentukan hukuman
pokok lain dari pada denda, tiada berlaku lagi jika maksimum denda dibayar
dengan kemauan sendiri dan demikian juga dibayar ongkos perkara, kalau
penuntutan telah dilakukan, dengan izin pejabat (ambtnaar) yang ditunjuk dalam
undang- undang umum, dalam tempo yang ditetapkannya. Ketentuan KUHP ini memuat
lembaga hukum pidana yang terkenal dengan nama afkloop yaitu penebusan tuntutan pidana karena pelanggaran
(overtrading).
Grasi,
abolisi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
Pasal 14 UUD 1945 menentukan
bahwa Presiden member grasi,amnesti,abolisi, dan rehabilitasi. Grasi adalah
satu wewenang yang telah tradisionil dalam
tangan kepala Negara itu tetapi sifatnya sekarang berbeda dari sifatnya semula.
Sebagai alasan – alasan diberinya grasi dapat disebut antara lain :
a. Kepentingan keluarga dari yang terhukum
b. Yang terhukum pernah sangat berjasa bagi masyarakat
c. Yang terhukum menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. Yang terhukum berkelakuan baik dipenjara dan memperlihatkan
keinsyafan atas kesalahannya.
Apabila Kepala Negara berpendapat bahwa
keputusan hakim itu terlalu keras, maka kepala Negara hanya dapat meringankan pelaksanaan saja dari keputusan hakim
itu dengan :
a. Tidak mengeksekusinya seluruhnya
b. Hanya mengeksekusi sebagian
saja
c. Mengadakan komutasi, yaitu
jenis hukuman diganti misalnya, hukuman penjara diganti dengan hukuman kurungan, hukuman
kurungan diganti dengan hukuman denda, hukuman mati diganti dengan hukuman
penjara untuk seumur hidup
Azas – azas utama Undang – undang Grasi
adalah :
a. Atas hukuman – hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan
kehakiman yang tidak dapat diubah lagi, orang yang dihukum atau pihak lain
dapat memajukan permohonan grasi kepada Presiden Pasal 1. Jadi atas tiap – tiap
hukuman dan oleh tiap – tiap yang terhukum dapat diajukan permohonan grasi
kepada Presiden
b. Keputusan hakim telah tidak dapat diubah lagi yaitu telah
Inkracht van gewijsde (tidak dapat dibantah lagi dengan memakai alat – alat
hukum biasa )
c. Bukan hanya terhukum saja yang dapat memohon grasi, tetapi
juga pihak lain yaitu pihak ketiga, asal saja ternyata bahwa orang yang dihukum
itu setuju dengan permohonan grasi yang diajukan oleh pihak ketiga ini ( pasal
6 ayat (4) ). Syarat tersebut terakhir ini tidak perlu dipenuhi apabila permohonan
grasi itu diajukan karena jabatan (ambtshalve ingediend gratievoorstel).
Terhadap asas utama ini, yaitu
persetujuan dari yang terhukum, ada perkecualian dalam hal hukuman mati. Dalam
hukuman mati pihak ketiga, yang mau mengajukan permohonan grasi, tidak
memerlukan persetujuan dari yang terhukum (ketentuan yang sama)
d. Terkecuali permohonan grasi atas hukuman denda (pasal 4 ayat
1), maka tiap –tiap permohonan grasi menunda
(opschorten) eksekusi (pelaksanaan) hukuman atau mempertangguhkannya apabila telah dimulai.
e. Permohonan grasi harus dimajukan kepada Panitera pengadilan
yang memutus pada tingkat pertama, atau jika permohonan bertempat tinggal
diluar daerah hukum pengadilan yang berkepentingan atau jika Panitera
pengadilan tidak ada tempatnya, maka pemohon dapat memajukan permohonannya
kepada pembesar daerahnya Pasal 6 ayat 1
f. Grasi tidak akan diberi apabila sebelumnya tidak didengar
pertimbangan dari beberapa instansi yang penting dan yang bersangkutan
Amnesti
dan Abolisi diatur dalam Undang –
undang Darurat tentang Amnesti dan ABolisi. Yang biasanya disebut abolisi
adalah meniadakan wewenang (dari penuntut umum) untuk menuntut hukuman. Amnesti
adalah satu wewenang yang lebih luas lagi, yaitu amnesti tidak hanya meniadakan
wewenang untuk menuntut hukuman tetapi pula wewenang untuk mengeksekusi
hukuman, baik dalam hal eksekusi itu belum dimuali maupun dalam hal eksekusi
itu dimulai. Amnesti dan abolisi diberi oleh Presiden atas kepentingan Negara.
Pemberian Amnesti dan abolisi itu diputuskan oleh Presiden sesudah mendapat
nasehat Mahkamah Agung.(pasal 1). Mengenai rehabilitasi, yaitu mengembalikan
yang terhukum pada kedudukan sosial yang semula, belum ada peraturan,
terkecuali peraturan mengenai rehabilitasi bekas pengikut PRRI/Permesta dan
gerombolan yang lain itu.
Bab III
Simpulan
Dalam KUHP Buku I Bab VIII dari pasal
76-85 membahas tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan
pidana. Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana terjadi apabila:
·
Kraacht van
gewijsde
·
Matinya terdakwa
·
Lewat waktu
(verjaring)
·
Penyelesaian
di luar pengadilan
Lembaga
hukum pidana tentang gugurnya hak menuntut dan menjalankan pidana dibuat untuk
mencapai kepastian hukum dan memberikan keadilan bagi individu dan masyarakat.
Selain itu, lembaga ini dibuat juga untuk memberikan efektivitas dan efisiensi
dalam penegakan hukum. Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana
dibuat untuk menjaga kepastian hukum. Dengan adanya jaminan kepastian hukum,
maka seseorang tidak akan diperiksa dengan sewenang-wenang oleh penguasa.
Selain kepastian hukum, lembaga hukum pidana ini juga untuk mewujudkan keadilan
karena seseorang tidak boleh dituntut terlalu lama tanpa adanya daluarsa
sehingga mengakibatkan seseorang terus hidup dalam ketidaktenangan atau berkurang
rasa kemerdekaannya karena terus diburu aparat penegak hukum untuk dihukum.
Daftar
Pustaka
Chazawi, Adami. 2005. Pelajaran
Hukum Pidana bagian 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Marpaung, Leden. 2006. Asas-Teori-Praktek
Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
Moeljatno. 2002. Asas-Asas
Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta
Moeljatno. 2008. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT.Bumi Aksara
R.Soesilo. 1995. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Bogor: Politeia
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT Refika
Aditama
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama
Utrecht, Ernst.1962. Rangkaian
Sari Kuliah Hukum Pidana II. Bandung: PT. Pustaka Tinta Mas
Tugas
Asas-Asas Hukum Pidana Perkembangan
Gugurnya Hak
Menuntut dan Menjalankan Pidana
DISUSUN OLEH
Daniar Brihawan 110110090149
Jeffry Binsar 110110090171
Boby
Yudistira 110110090174
Raymon
Haryanto 110110090195
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2011
salam kenal kang saya dari UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
BalasHapussalam kenal buat anak" UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Hapus