Pasal 22
A.B (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie) berbunyi : “Bilamana
seorang hakim menolak menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan
undang-undang yang bersangkutan tidak menyebutnya, tidak jelas, atau tidak
lengkap, maka ia dapat dituntut karena menolak mengadili”.
Pasal 16
UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi : “Pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Berdasarkan
ketentuan pasal-paasal ini, terlihat jelas bahwa apabila undang-undang atau
kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat di pakai untukj menyelesaikan
perkara, seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk
menyelesaikan perkara terrsebut.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa yurispudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan
tersendiri dan telah berkekuatan hukum yang kemudian diikuti oleh hakim yang
lain dalam peristiwa yang sama.
Hakim bisa
menciptakan hukum sendiri, sehingga hakim mempunyai kedudukan tersendiri
sebagai pembentuk undang-undang selain Lembaga Pembuat Undang-undang.
Keputusan
hakim yang terdahulu dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga
kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap
persoalan/peristiwa hukum tertentu.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang sama.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang sama.
Apakah hakim mahkamah internasional dapat menolak perkara yang tidak terdapat pada pasal 38 ayat 1 statuta mahkamah internasional? Di mohon penjelasannya trimakasih
BalasHapusPada prinsipnya Hakim boleh untuk menolak Perkara, namun Hakim tidak diperbolehkan untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara, penolakan perkara oleh karena kewenangan dan pembuktian hanya boleh diterbitkan melalui Putusan Hakim. Dan khususnya dalam statuta Internasional juga berlaku yg sama dan dipertegas dalam ketentuan Pasal 36 ayat (1) Statuta. Trims
BalasHapuspengadilan menolak perkara karena alasan hukum, namun pengadilan berhak melakukan mediasi terhadap perkara itu. apakah perkara yang dimaksud adalah perakara pidana atau perdata?? mohon pencerahan
BalasHapus