Kasus
Posisi:
Mahkamah
Konstitusi (MK) dimohon untuk
melakukan uji materi terhadap Pasal 4, Pasal 8 dan Pasal 12 ayat (2) dari
Undang-Undang No. 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara yang
dituangkan ke dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77 tanggal 25 September
2012. Pihak yang memohon MK untuk melakukan uji materi tersebut adalah PT.
Sarana Aspalindo Padang, PT. Bumi Aspalindo Aceh, PT. Medan Aspalindo Utama,
PT. Citra Aspalindo Sriwijaya, PT. Perintis Aspalindo Curah, PT. Karya
Aspalindo Cirebon, dan PT. Sentra Aspalindo Riau. Pengajuan permohonan diajukan
secara legal standing.
Kronologis
para pemohon mengajukan permohonan uji materi tersebut adalah para pemohon
telah beberapa kali memperolah fasilitas kredit modal kerja/modal usaha dari
bank BUMN yang berbentuk badan hukum PT dan Terbuka (dalam hal ini adalah PT.
BNI Tbk.) dan hutang para pemohon kepada PT. BNI Tbk. merupakan hutang antara
perseroan terkait bukan merupakan hutang pemohon kepada negara. Hutang para
pemohon kepada bank BUMN kemudian menjadi bermasalah sebagai akibat dari imbas
atas terjadinya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi pada tahun
1997/1998. Pada saat itu, banyak perusahaan-perusahaan yang bangkrut ataupun
mengalami kerugian sangat besar (terutama perusahaan2 yang menggunakan
transaksi dengan mata uang USD karena nilai tuker rupiah telah turun secara
drastic terhadap USD). Para pemohon dalam kondisi dan posisi yang lemah telah
menerima untuk menjalani seluruh kewajiban mereka yang berasal dari hutang
valuta asing termasuk kerugian karena selisih kurs dalam bentuk pinjaman rupiah
sehingga berakibat hutang mereka menjadi bertambah. Para pemohon juga masih
dibebankan bunga dan akhirnya menjadi beban di luar kemampuan para pemohon
untuk menanggungnya padahal sebagian besar hal tersebut timbul sebagai akibat
kejadian di luar kekkuasaan mereka (force majeure).
Putusan:
Mengabulkan permohonan para pemohon
untuk sebagian.
- Frasa ‘… atau Badan-badan yang dimaksudkan dalam Pasal 8 Peraturan ini’ dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat..
- Frasa ‘ … /Badan-badan Negara’ dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Frasa ‘atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara’ dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Frasa ‘dan Badan-badan Negara’ dalam Pasal 12 ayat (1) UndangUndang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,”
Analisa:
Berdasarkan kasus posisi dan putusan
yang dijatuhkan oleh MK terkait permasalahan status piutang BUMN. Jika dilihat
dari putusan dan pertimbangan yang dijatuhkan oleh MK tersebut, telah jelas
bahwa status piutang BUMN bukan merupakan piutang negara. Karena setelah
berlakunya UU No. 1/2004, UU BUMN dan UU PT, piutang BUMN bukan lagi piutang
negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke PUPN. Penyelesaian dari
piutang bank-bank BUMN dapat diselesaikan sendiri oleh manajemen masing-masing
bank BUMN tersebut. Menurut UU BUMN sendiri, bank BUMN sebagai perseroan terbatas
telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara yang dalam menjalankan segala
tindakan bisnisnya, termasuk pengurusan piutang masing-masing bank terkait,
harus dilakukan oleh manajemen bank itu sendiri. Mekanisme penyelesaian dapat
melalui restrukrusisai baik dalam bentuk hair
cut (pemotongan hutang), konversi, maupun rescheduling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar