HUKUM PENYELESAIAN
SENGKETA INTERNASIONAL
I.
Latar
Belakang
Laut
adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi seluruh permukaan bumi,
akan tetapi arti laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang
berhubungan secara bebas diseluruh permukaan bumi. Sehingga keberadaan dari
Laut Mati, Laut Kaspia dan the Great Salt Lake yang terdapat di Amerika Serikat
dari segi hukum tidak dapat dikatakan laut, karena laut-laut tersebut tertutup
dan tidak memiliki hubungan dengan bagian-bagian laut lainnya. Walaupun airnya
asin dan menggenangi lebih dari satu negara pantai seperti Laut Kaspia, tetapi
tetap tidak memiliki hubungan dengan laut lain yang berada di permukaan bumi.
Sebenarnya
laut merupakan jalan raya yang menghubungkan transportasi ke seluruh pelosok
dunia.Melalui laut, masyarakat internasional dan subjek-subjek hukum
internasional lainnya yang memiliki kepentingan dapat melakukan
perbuatan-perbuatan hukum dalam hal pelayaran, perdagangan sampai penelitian
ilmu pengetahuan.
Pengertian
hukum laut menurut Dr. WirjonoProdjodikoro S.H., ialah meliputi segala
peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.Sedangkan menurut Mr. w. L. P. A
Molengraaff, Mr. H. F. A Vollmar dan Mr. F.G Scheltema adalah
peraturan-peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pelayaran kapal di laut
dan keistimewaan mengenai pengangkutan orang atau barang dengan kapal laut.
Hukum
Laut dibagi menjadi 2 (dua) istilah:
1.Hukum
Laut Keperdataan atau istilah lain disebut Hukum Maritim (Maritime Law)
2.Hukum
Laut Internasional Publik (International Law of The Sea)
Hukum
Maritim adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dibidang keperdataan
yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan yang terjadi di laut.
Hukum
Laut Internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hak dan kewenangan
suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah yurisdiksi nasionalnya
(national jurisdiction).
Sejarah Perkembangan Hukum Laut
Internasional
Semenjak
berakhirnya perang dunia ke II, hukum laut merupakan cabang hukum internasional
telah mengalami perubahan-perubahan yang mendalam dan bahkan dapat dikatakan
telah mengalami revolusi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.Bila
dulu hukum laut pada pokoknya hanya mengurus kegiatan-kegiatan diatas permukaan
laut.Tetapi dewasa ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan
kekayaan mineral yang terkandung didalamnya.Hukum laut yang dulunya bersifat
un-dimensional sekarang telah berubah menjadi plu-dimensional yang sekaligus
merombak filosofi dan konsepsi hukum laut dimasa lalu.
Memang
konferensi PBB 1 tentang hukum laut tahun 1958 di Jenewa, UNITED NATIONS
CONFERENCE ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) berhasil mengeluarkan konvensi, namun
masih banyak lagi masalah hukum yang belum diselesaikan, sedangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Konvensi-konvensi pada tahun
1958 bukan saja belum mengatur semua persoalan, tetapi ketentuan –ketentuan
yang adapun dalam waktu yang pendek tidak lagi memadai dan telah ditinggalkan
perkembangan teknologi.Disamping itu Negara-negara yang lahir sesudah tahun
1958 yang jumlahnya sedikit dan yang tidak ikut merumuskan konvensi-konvensi
tersebut menuntut agar dibuatnya ketentuan-ketentuan baru dan merubah ketentuan
yang tidak sesuai.
Demikian
untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang ada dengan
perkembangan-perkembangan yang terjadi dan menampung masalah-masalah yang
datang kemudian. Majelis umum PBB pada tahun 1976 membentuk suatu badan yang
bernama UNETED NATIONS sea bed committee, sidang-sidang komite ini kemudian
dilanjutkan dengan konferensi hukum laut III (UNCLOS) yang sidang pertamanya
diadakan di New York bulan September tahun 1973 dan yang 9 tahun kemudian
berakhir dengan penandatanganan konvensi PBB tentang hokum laut pada tanggal 10
desember 1982 di Montage Bay , Jamaica.
à Zonal development: menentukan
wilayah-wilayah laut dan mengatur hak dan kewajiban negara di dalamnya.
à Functional development: mengatur hak dan
kewajiban negara dalam memanfaatkan laut.
• Functional
development muncul sebagai “perluasan” dari fungsi dasar laut, yaitu pelayaran
(navigation) dan penangkapan ikan (fisheries).
Dalam hukum laut Internasional
terdapat beberapa aturan yang berlaku atau The Law of The Sea, berikut adalah
beberapa pengertian dan aturan-aturan yang terdapat dalam The Law of The Sea;
Internal Waters
Internal
Waters (laut pedalaman) merupakan bagian dari laut yang terdiri dari pelabuhan,
pangkalan laut, sungai, danau, dan kanal serta kumpulan air yang
mengarah/menuju daratan.Laut pedalaman adalah sejenis laut yang merupakan
bagian dari sebuah negara dan bukan merupakan laut teritorial.
Territorial
Sea
Territorial
Sea (laut teritorial) adalah istilah yang pada umumnya digunakan pada
konvensi-konvensi. Istilah lain dari laut teritorial adalah territorial waters dan the maritim belt. Laut
teritorial merupakansalah satu permasalahan pokok di lautan dunia.Ini
disebabkan batas/jarak lebar laut teritorial belum mempunyai hitungan pasti.
The
right of innocent passage (hak lintas damai) adalah hak kapal dari semua negara
untk dapat melintasi laut teritorial sebuah negara sebatas kapal tersebut tidak
mengganggu atau melakukan kejahatan teritorial negara tersebut.
Rights
of the coastal state over the territorial sea (hak negara pantai)yaitu hak
negara panatai/kepulauan atas laut teritorialnya adalah mempunyai kedaulatan
penuh atas udara diatas perairan kepulauannya dan atas dasar laut dan tanah
dibawahnyayang terletak di dalam garis-garis kepulauannya (archipelagic base
line).
The
width of the territorial sea (lebar laut teritorial) pertama kali di cetuskan
oleh Cornellius van Binjkerhoek dalam bukunyaDe
Dominio Maris yang menyatakan bahwa lebar laut teritorial suatu
negara adalah sejauh tembakan meriam.Pada abad tersebut (abad 18), jangkauan
rata-rata tembakan meriam adalah sejauh tiga mil.Dan setelah itu, beberapa
negara Skandinavia menetapkan batas laut teritorial adalah empat mil.Kemudian,
Spanyol dan Portugal juga menetapkan lebar laut teritorialnya adalah enam mil.
Akhirnya
kebuntuan mengenai lebar laut teritorial mendapat kejelasan pada saat
konferensi Hukum laut yang ke III pada tahun 1973. Pasal 3 konvensi tersebut
menyatakan bahwa:
“Setiap negara berhak
menetapkan lebar laut teritorial/wilayahnya hingga suatu batas yang tidak
melebihi 12 mil laut, di ukur dari garis pantai yang ditentukan sesuai
konvensi”.
The line from which
the territorial sea is measured (garis pangkal untuk mengukur lebar laut
teritorial) adalah dimulai dari garis pasang surut sepanjang pantai.
The
Contiguous Zone
The
contiguous zone (zona tambahan) merupakan zona yang tersambung setelah laut
teritorial.Negara pantai/kepulauan dapat melakukan pengawasan di zona ini untuk
mencegah pelanggaran terhadap pajak, imigrasi dan kesehatan.Zona tambahan ini
tidak boleh melebihi jarak 24 mil dari garis pangkal.
Exclusive
fishery zones (zona eklusif perikanan) adalah merupakan hak negara pantai untuk
menetapkan jumlah ikan ynag biasa di tangkap oleh oleh kapal asing agar tidak
terjadi exploitasi. Exclusive economic zones (zona ekonomi eklusif) daerah
marit di luar tersambung dengan laut teritorial, yang luasnya tidak boleh
melebihi 200 Nauticamilesdari garis pangkal yang di pakai untuk mengatur laut
teritorial. Zona ekonomi eklusif berisi hak-hak negara pantai dan hak-hak
negara lain.
High
Seas
High
seas (laut bebas) merupakan bagian laut yang tidak termasuk perairan pedalaman
dan laut teritorial dari suat negara. Laut lepas pada pasal 2 konvensi Jenewa
tahun 1958 menyatakan bahwa, laut lepas adalah terbuka untuk semua negara,
tidak ada satu pun negara secara sah dapat melakukan pemasukan bagian dari
padanya ke bawah kedaulatannya. Kebebasnnya yaitu, kebebasan berlayar menangkap
ikan, kebebasan menempatkan kabel-kabel bawah laut dan pipa-pipa, serta
kebebasan terbang di atas laut lepas.
Interference
with ships on the high seas (kebebasan dan aturan-aturan kapal di laut bebas)
meliputi stateless ship
(kapal berbendera negaranya), hot
persuit (pengejaran seketika), the
right of approach (hak untuk mendekat), treaties (melakukan
perjanjian), piracy
(perompakan di laut), belligerent
right (hak untuk negara yang sedang berperang dengan memperbolehkan
melakukan perdagangan dengan kapal dagang musuh), self defense (pertahanan sendiri), dan action
authorized by the united
nations (sanksi/tindakan dari Persatuan bangsa-bangsa).
Continental
Shelf
Continental
shelf (landas kontinen) adalah kekyaan atas dasar laut di negara pantai.
Continental shelf di awali dengan proklamasi presiden Amerika Serikat Harry S.
Truman pada tahun 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah AS menganggap
sumber-sumber kekayaan alam dari tanah di bawah permukaan air dan dasar laut
dari landas kontinendi bawah laut lepas, tetapi bersambung dengan pantai
Amerika Serikat, menjadi bagian bagian dan berada di bawah pengawasan dan
yurisdiksi Amerika Serikat.
Chili dan Peru bereaksi
atas proklamasi Truman dengan mengklaim continental shelf negaranya di hitung
selebar 200 mil pada tahun 1952.Dan memiliki yurisdiksi atas kawasan tersebut
sepenuhnya.
The
Deep Seabed
The
deep seabed (kekayaan alam laut) merupakan kekayaan dasar laut yang di awasi
dan di kontrol oleh badan Otorita dasar laut internasional demi mencegah
pencemaran dan pengrusakankekyaan dasar laut.Kawasan dasar laut diumumkan
sebagai wilayah dan sumber-sumber kekayaan alamnyayang diperuntukkan bagi umat
manusia keseluruhannya dan di sebut warisan umum ummat manusia.International seabed authority
(otorita dasar laut internasional) berhak mendahulukan negara-negara berkembang
untuk mendapat bantuan alokasi dana dan bantuan teknis demi pencegahahn dan
pengurangan pencemaran laut.
Maritim
Boundaries
Maritim
boundaries merupakan batasa maritim. Batas maritim satu negara bisa berbeda
dengan negara lain. Dan hal ini dapat menimbulkan konflik.Untuk menyelesaikan
permasalahan yang apabila tidak dapat di selesaikan oleh kedua belah pihak yang
berselisih maka penyelesaian dilakukan oleh International
Tribunal (Mahkamah hukum laut internasional) dan International cout of Justice
(mahkamah internasional).
Dispute
settlement procedure
PEMBAHASAN MENGENAI INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA.
Konvensi UNCLOS tahun 1982 yang mulai berlaku pada
tanggal 16 November tahun 1994, merupakan perjanjian yang terdiri atas kerangka
pengaturan dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan, antara lain, untuk menjamin
konservasi dan ketersediaan penggunaan sumberdaya kelautan dan lingkungan
maritim serta menjamin perlindungan dan pemeliharaan keberlangsungan sumberdaya
laut. Sebagaimana pada November tanggal 15 tahun 2010, sejumlah 161 negara
telah meratifikasi, dan menyetujui UNCLOS.
Terkait penyelesaian sengketa dalam bidang hukum laut sebelum UNCLOS 1982 dilakukan dalam
kerangka penyelesaian sengketa internasional pada umumnya. Yaitu sengketa
diselesaikan melalui mekanisme-mekanisme dan institusi-institusi peradilan internasional
yang sudah ada.
Setelah UNCLOS lahir, negara-negara diarahkan untuk segera menyelesaikan
sengketa yang berhubungan dengan laut. Negara- negara tidak dapat lagi
menunda-nunda penyelesaian sengketa dengan bersembunyi di balik kedaulatan
negara. Suatu negara dapat menunda penyelesaian sengketa bila negara lain yang
terlibat dalam sengketa setuju untuk itu. Jika tidak ada persetujuan demikian.
Maka mekanisme prosedur memaksa (compulsory
procedures) dalam UNCLOS 1982 harus diberlakukan.
Seperti telah
disinggung di atas, bahwa negara-negara yang menghadapi sengketa diharuskan
menyelesaikan sengketa dalam ketentuan yang telah ditetapkan dalam UNLCOS 1982.
Untuk itu, pasal 287 UNCLOS 1982 mengatur tentang alternatif dan prosedur penyelesaian
sengketa (dispute settlement) bagi
negara-negara yang berhubungan dengan wilayah zona kelautan. Ada dua bentuk
alternatif penyelesaian sengketa di mana negara-negara diberi kebebasan memilih
bentuk penyelesaian mana yang mereka anggap paling tepat dalam sengketa yang
dihadapi. Adapun bentuk alternatif penyelesaian sengketa dalam kerangka UNCLOS
1982 adalah :
A. Penyelesaian
sengketa secara damai.
B. Penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib.
A.1. Penyelesaian Sengketa Secara Damai.
Dalam perspektf ini, UNCLOS 1982 mewajibkan
negara-negara menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka dengan
merujuk pada ketentuan pasal 3 ayat (2) Piagam PBB. di sini negara-negara
diberi kebebasan untuk memilih bentuk prosedur penyelesaian sengketa dengan menggunakan
sarana-sarana penyelesaian sengketa sebagaimana diatur pada pasal 33 ayat (1)
Piagam PBB. sekalipun demikian ketentuan dalam pasal 33 PBB tidak meniadakan
kemungkinan para pihak untuk memilih bentuk penyelesaian sengketa secara
damai lainnya sepanjang para pihak sepakat untuk itu.
Jika cara dan prosedur yang ditentukan pada pasal 33
Piagam PBB tidak mampu menyelesaikan sengketa di antara para pihak, maka salah
satu pihak dapat mengundang pihak lainnya untuk mengadakan prosedur konsiliasi.
Dan jika prosedur ini disetujui para pihak, masing-masing pihak akan memilih
dua konsiliator dari negara-negara peserta konvensi kemudian ditambah
masing-masing satu konsiliator dari negara yang terlibat sengketa. Keseluruhan
konsiliator ini akan memilih konsiliator ke lima yang akan bertindak sebagai
ketua. Panel konsiliasi akan bertugas selama satu tahun untuk melakukan hearing, membuat laporan pelaksanaan,
konsiliasi dan membuat rekomendasi-rekomendasi untuk penyelesaian sengketa
tersebut.
Satu prosedur penyelesaian sengketa
secara damai dapat dikatakan berhasil adalah apabila pihak yang terlibat
sengketa secara bersama-sama menyatakan menerima dan puas akan hasil
rekomendasi atau kepustusan prosedur penyelesaian sengketa yang dilakukan.
B.1. Penyelesaian Sengketa Dengan Prosedur Wajib (Compulsory Settlement)
Dalam hal
tidak tercapai suatu kesepakaatan dalam penyelesaian sengketa secara damai maka
para pihak dapat menggunakan prosedur wajib yang menghasilkan keputusan yang
mengikat. UNCLOS menetapkan 4 aturan untuk resolusi penyelesiaan sengketa
antara negara yang timbul dari penafsiran atau penerapan UNCLOS.
Sesuai pasal 287(1) dari UNCLOS, saat ditandatangani, diratifikasi, atau
aksesi, sebuah negara bisa membuat pernyataan memilih satu atau lebih metode
penyelesaian sengketa yang dalam UNCLOS. Bab XV khususnya pasal 287 UNCLOS 1982
menyediakan empat forum yang dapat dipilih untu menyelesaikan sengketa, yakni:
1. Mahkamah
Internasional Hukum Laut (International
Tribunal For The Law of The Sea ITLOS).
2. Mahkamah
internasional (internasional Court of
Justice ICJ).
3. Mahkamah Arbitrase (Arbitral tribunal),dan
4. Mahkamah
Arbitrase Khusus (special Arbitral
Tribunal).
Dan materi ini yang menjadi pokok pembahsan kita pada kali ini, mengenai
ITLOS (International Tribunal For The Law of The Sea). International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) adalah sebuah badan hukum
independen yang dibentuk oleh UNCLOS 1982 untuk mengadili sengketa yang timbul
dari penafsiran dan penerapan Konvensi tersebut. Tribunal terdiri dari 21
anggota independen, yang dipilih dari antara orang-orang memiliki reputasi
tertinggi untuk keadilan dan integritas, dan mempunyai kompetensi yang diakui
di bidang hukum laut. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Statuta, Tribunal
terdiri dari 3 kamar (chambers) sebagai berikut:
·
Chamber of Summary Procedure,
·
Chamber for Fisheries Disputes,
·
Chamber for Marine EnvironmentDisputes dan
·
Chamber for Maritime Delimitation Disputes.
Kasus sengketa yang pernah ditangani oleh
ITLOS ada 16 kasus.
Proses beracara dalam ITLOS terdiri dari
dua tahapan yaitu tertulis dan oral. Tahapan tersebut harus dilakukan tanpa
penundaan dan beban yang tidak perlu. Dan bahasa yang digunakan dalam Tribunal
adalah bahasa Inggris dan Perancis.
Proses beracara dalam
ITLOS terdiri dari beberapa tahap yaitu:
A.
Institution of proceedings and representation
of parties
Proses ini
dimulai dengan pengajuan aplikasi atau dengan pemberitahuan tentang special agreement. Setiap aplikasi
atau special agreement diajukan kepada
Panitera dengan menggunakan bahasa resmi dari Tribunal. Jika dibuat dalam bahasa lain, harus disertai dengan terjemahan
ke dalam salah satu bahasa resmi Tribunal.
Apabila proses beracara didasarkan pada suatu agreement dan bukan konvensi, maka salinan yang disahkan (certified
copy) harus disertakan pada aplikasi. Ketika proses dilakukan dengan cara aplikasi,
Panitera segera mengirimkan kepada responden
salinan disahkan. Dalam hal proses dilakukan dengan
pemberitahuan special agreement dari satu atau lebih pihak, Panitera segera mengirimkan salinan disahkan kepada pihak
lain yang bersengketa. Setelah proses
dilakukan, aplikasi atau special agreement diberitahukan oleh Panitera kepada negara yang berkepentingan dan
kepada semua Negara Pihak dalam UNCLOS 1982.
Dalam suatu suatu organisasi internasional yang salah
satu pihaknya diajukan ke Tribunal oleh pihak yang lain atau proprio motu, harus
memberikan informasi sebagaimana hubungan antara organisasi dan negara
anggotanya, tentang bagaimana kompetensi terhadap pertanyaan spesifik yang
muncul. Proses beracara mungkin ditunda sampai informasi tersebut diterima.
B. Written proceedings
Written proceedings terdiri dari komunikasi pembelaan kepada Tribunal maupun
para pihak. Pembelaan berisi memorial dan counter-memorial, dan apabila
disetujui oleh Tribunal maka disertai juga dengan jawaban dan dokumen yang
mendukung. Setelah penerimaan pembelaan,
salinan pembelaan yang disahkan dan dokumen yang menyertainya dikomunikasikan
oleh panitera kepada para pihak.
C. Initial deliberations
Sebelum pembukaan oral proceedings, para hakim
akan bertemu dalam rangka bertukar pendapat tentang kasus tersebut.
D. Oral proceedings
Kecuali dalam kasus pelepasan kapal dan awak kapal
serta provisional measures, tanggal pembukaan oral proceedings dimulai
enam bulan sejak penutupan dari written kecuali ditentukan lain oleh Tribunal. Oral
proceedings terdiri dari hearing oleh wakil Tribunal, pengacara, advokat,
saksi-saksi dan para ahli. Hearings
terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh Tribunal atau atas permintaan
para pihak. Selama hearings, para pihak dapat memanggil saksi-saksi dan
ahli dengan memberikan daftar kepada Tribunal. Saksi-saksi dan ahli lain dapat
dipanggil selama tidak ada keberatan dari pihak lain dan disetujui oleh
Tribunal sesuai
dengan ketentuan Pasal 78, ayat 1 Rules of Tribunal. Oral
proceeding ditutup setelah seluruh presentasi tentang kasus selesai.
E. Joinder
of proceedings
Tribunal bisa menjalankan proses peradilan terhadap
dua atau lebih kasus yang digabungkan. Hal tersebut pernah dilakukan pada saat Southern
Bluefin Tuna Cases antara Selandia Baru dan Australia melawan Jepang.
F. Default
Ketika salah satu pihak tidak hadir atau tidak dapat
mempertahankan kasus, pihak lain dapat meminta tribunal untuk meneruskan proses
dan membuat keputusan. Sebelum membuat keputusan Tribunal harus yakin mempunyai
yurisdiksi atas kasus tersebut dan klaim tersebut didasarkan fakta dan hukum.
G. Deliberations
Setelah penutupan oral proceedings, Tribunal
akan mengambil kesimpulan. Kesimpulan masih bersifat rahasia dan berisi rincian
pasal dan perbedaan pandangan dalam pengambilan kesimpulan.
H. Judgement
Keputusan Tribunal bersifat final dan mengikat para
pihak pada saat dibacakan. Namun demikian dalam hal terjadi sengketa berkaitan
dengan pemahaman keputusan maka para pihak dapat meminta interpretasi.
Permintaan untuk revisi juga dapat diadakan dalam keadaan tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 27 ayat 1. Satu salinan keputusan ditandatangani oleh
Presiden Tribunal dan Panitera kemudian disegel dan disimpan dalam arsip
Tribunal. Salinan lainnya akan
dibagikan kepada para pihak, negara pihak UNCLOS,
Sekretaris Jenderal PBB, dan Sekretaris Jenderal International Seabed
Authority. Salinan keputusan dapat diberikan kepada publik dengan
permintaan.
I. .
Costs
Setiap pihak beracara dengan biaya sendiri kecuali
ditentukan lain oleh Tribunal. Negara-negara juga dapat meminta pendapat kepada
Tribunal berkaitan dengan interpretasi ketentuan suatu international
agreement yang berkaitan dengan ketentuan UNCLOS 1982.
Structure
organization of international tribunal law of the sea
Pengadilan
Pengadilan
Internasional untuk Hukum Laut merupakan badan pengadilan independen yang
dibentuk oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut mengadili sengketa yang timbul
dari penafsiran dan penerapan Konvensi. Pengadilan ini terdiri dari 21 anggota
independen, dipilih dari antara orang-orang menikmati reputasi tertinggi untuk
keadilan dan integritas dan kompetensi yang diakui dalam bidang hukum laut
Pengadilan
ini memiliki yurisdiksi atas setiap sengketa perihal interpretasi atau
penerapan Konvensi, dan lebih dari semua hal yang diatur dalam perjanjian lain
yang memberikan yurisdiksi di Pengadilan (Lembaran Negara, pasal 21).
Pengadilan ini terbuka untuk Negara-negara Pihak pada Konvensi (yaitu Amerika
dan organisasi internasional yang merupakan pihak pada Konvensi). Hal ini juga
terbuka untuk entitas selain Negara Pihak, yaitu, Negara atau organisasi antar
pemerintah yang bukan penanda tangan Konvensi, dan perusahaan negara dan swasta
"dalam hal apapun secara tegas diatur dalam Bab XI atau dalam hal apapun
diserahkan sesuai untuk setiap lain perjanjian pemberian yurisdiksi pada
pengadilan yang diterima oleh semua pihak bahwa kasus "(Lembaran Negara,
pasal 20).
Konvensi
PBB tentang Hukum Laut dibuka untuk ditandatangani di Montego Bay, Jamaika,
pada tanggal 10 Desember 1982. Ini mulai berlaku 12 tahun kemudian, pada
tanggal 16 November 1994. Sebuah Perjanjian berikutnya berkaitan dengan
pelaksanaan Bab XI Konvensi diadopsi pada tanggal 28 Juli 1994 dan mulai
berlaku pada tanggal 28 Juli 1996. Perjanjian ini dan Bab XI Konvensi ini,
harus ditafsirkan dan diterapkan bersama-sama sebagai instrumen tunggal.
Asal-usul
tanggal Konvensi mulai tanggal 1 November 1967 ketika Duta Besar Arvid Pardo
Malta ditujukan Majelis Umum PBB dan menyerukan "rezim internasional yang
efektif atas dasar laut dan dasar laut di luar yurisdiksi nasional yang
jelas". Hal ini menyebabkan diselenggarakannya, pada tahun 1973,
Konferensi Perserikatan Bangsa Ketiga Bangsa Tentang Hukum Laut, yang setelah
sembilan tahun perundingan mengadopsi Konvensi. Konvensi ini menetapkan
kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur semua ruang laut, penggunaannya
dan sumber daya. Ini berisi, antara lain, ketentuan yang berkaitan dengan laut
teritorial, zona tambahan, landas kontinen, zona ekonomi eksklusif dan laut
lepas. Hal ini juga memberikan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut,
untuk penelitian ilmiah kelautan dan untuk pengembangan dan alih teknologi
kelautan. Salah satu bagian paling penting dari Konvensi menyangkut eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya dari daripadanya lantai dan lapisan tanah dasar
laut dan laut, di luar batas yurisdiksi nasional (Kawasan). Konvensi tersebut
menyatakan Area dan sumber daya untuk menjadi "warisan bersama umat
manusia". Otoritas Dasar Laut Internasional yang dibentuk oleh Konvensi,
mengelola sumber daya Daerah.
Bagian
XV dari Konvensi menetapkan sistem yang komprehensif untuk penyelesaian
sengketa yang mungkin timbul berkenaan dengan penafsiran dan penerapan
Konvensi. Hal ini membutuhkan Negara-negara Pihak untuk menyelesaikan sengketa
mereka mengenai interpretasi atau penerapan Konvensi dengan cara damai
ditunjukkan dalam Piagam PBB. Namun, jika pihak yang bersengketa gagal mencapai
penyelesaian dengan cara damai pilihan mereka sendiri, mereka diwajibkan untuk
menggunakan prosedur penyelesaian sengketa wajib yang melibatkan keputusan yang
mengikat, tergantung pada pembatasan dan pengecualian yang terkandung dalam
Konvensi.
Mekanisme
yang ditetapkan oleh Konvensi memberikan empat cara alternatif untuk
penyelesaian sengketa: Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, Pengadilan
Keadilan Internasional, pengadilan arbitrase yang dibentuk sesuai dengan
Lampiran VII Konvensi, dan arbitrasi khusus pengadilan yang dibentuk sesuai
dengan Lampiran VIII pada Konvensi.
Suatu
Negara Pihak bebas memilih satu atau lebih dari cara ini dengan pernyataan
tertulis harus dibuat berdasarkan pasal 287 Konvensi dan disimpan oleh
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (deklarasi yang dibuat oleh
Negara-negara Pihak berdasarkan pasal 287).
Apabila
para pihak yang bersengketa tidak menerima prosedur penyelesaian yang sama,
perselisihan dapat diajukan hanya untuk arbitrasi sesuai dengan Lampiran VII,
kecuali para pihak jika tidak setuju.
Berdasarkan
ketentuan-ketentuan Statuta tersebut, Majelis telah membentuk Chambers berikut:
Kamar Prosedur Ringkasan, Kamar untuk Sengketa Perikanan, Kamar untuk Sengketa
Lingkungan Laut dan Kamar untuk Sengketa Delimitasi Maritim.
Atas permintaan Chile
dan Masyarakat Eropa, Majelis juga membentuk ruang khusus untuk menangani Kasus
tentang Konservasi dan Eksploitasi Berkelanjutan Saham Swordfish di
Selatan-Timur Samudera Pasifik (Chili / Masyarakat Eropa).
Sengketa
yang berkaitan dengan kegiatan di Kawasan Dasar Laut Internasional pengunjung
telah ke Kamar Sengketa Dasar Laut dari Pengadilan, yang terdiri dari 11 hakim.
Setiap pihak dalam sengketa yang Kamar Sengketa Dasar Laut memiliki yurisdiksi
dapat meminta Kamar Sengketa Dasar Laut untuk membentuk ruang ad hoc terdiri
dari tiga anggota dari Kamar Sengketa Dasar Laut.
Pengadilan
ini terbuka untuk Negara-negara Pihak Konvensi dan, dalam kasus-kasus tertentu,
untuk entitas selain Negara Pihak (seperti organisasi internasional dan orang
atau hukum) (Akses ke Pengadilan). Yurisdiksi Pengadilan terdiri dari semua
sengketa yang diserahkan kepadanya sesuai dengan Konvensi. Hal ini juga meluas
ke semua hal yang diatur dalam perjanjian lain yang memberikan yurisdiksi pada
Pengadilan. Sampai saat ini, sepuluh perjanjian multilateral telah menyimpulkan
yang memberikan yurisdiksi di Pengadilan (ketentuan yang relevan dari
perjanjian ini).
Kamar
Sengketa Dasar Laut adalah kompeten untuk memberikan saran pertanyaan hukum
yang timbul dalam ruang lingkup kegiatan Otorita Dasar Laut Internasional.
Pengadilan juga dapat memberikan saran dalam kasus-kasus tertentu berdasarkan
perjanjian internasional yang berkaitan dengan tujuan Konvensi.
Perselisihan sebelum
Pengadilan adalah lembaga baik dengan permohonan tertulis atau dengan
pemberitahuan ada kesepakatan khusus. Prosedur yang harus diikuti untuk
pelaksanaan kasus diajukan ke Pengadilan didefinisikan dalam Statuta dan
Aturan.
Anggota
Anggota
Pengadilan
ini terdiri dari 21 anggota independen dipilih secara rahasia oleh Negara Pihak
pada Konvensi. Setiap Negara Pihak dapat mencalonkan hingga dua kandidat dari
antara orang-orang menikmati reputasi tertinggi untuk keadilan dan integritas
dan kompetensi yang diakui dalam bidang hukum laut. Tidak ada dua anggota
mungkin warga negara dari Negara yang sama dan di Pengadilan secara keseluruhan
perlu untuk menjamin representasi dari sistem hukum utama di dunia dan
distribusi geografis yang adil; tidak akan ada kurang dari tiga anggota dari
setiap kelompok geografis sebagai didirikan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (Afrika Amerika, Asia Amerika, Eropa Timur Amerika, Amerika Latin
dan Karibia Amerika dan Barat Eropa dan Amerika lainnya). Anggotanya dipilih
selama sembilan tahun dan dapat dipilih kembali; ketentuan sepertiga dari
anggota berakhir setiap tiga tahun.
Presiden
Presiden
dan Wakil Presiden yang dipilih secara rahasia oleh mayoritas anggota. Mereka
melayani untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat dipilih kembali. Presiden
mengatur pekerjaan dan mengawasi administrasi pengadilan dan mewakili
Pengadilan dalam hubungan dengan Amerika dan entitas lain. Presiden memimpin
rapat di semua Pengadilan. Dalam hal kesetaraan suara, Presiden memiliki hak
suara. Presiden juga merupakan ex officio anggota Kamar Prosedur Ringkasan.
Presiden memimpin setiap kamar khusus yang ia adalah anggota.
Wakil
Presiden menjalankan fungsi presiden dalam hal terjadi kekosongan di kursi
kepresidenan atau ketidakmampuan Presiden untuk melaksanakan fungsi dari kursi
kepresidenan. Wakil Presiden adalah ex officio anggota dari Kamar Prosedur
Ringkasan dan memimpin setiap kamar khusus yang ia atau dia adalah anggota
ketika ruangan tidak termasuk Presiden.
Pada
tanggal 1 Oktober 20011 Pengadilan terpilih Hakim Shunji Yanai sebagai Presiden
Tribunal untuk periode 2011-2014 dimulai pada tanggal 1 Oktober 2011 dan Hakim
Albert J. Hoffmann sebagai Wakil Presiden Tribunal untuk periode 2011-2014
dimulai pada 1 Oktober 2011 .
Hakim
ad hoc
Jika
Pengadilan atau kamar tidak termasuk hakim kewarganegaraan dari suatu pihak
yang bersengketa, partai yang mungkin memilih orang untuk duduk sebagai hakim.
Harus ada beberapa pihak untuk kepentingan yang sama, mereka dianggap untuk
tujuan ini sebagai satu pihak saja. Hakim ad hoc harus memenuhi syarat-syarat
anggota, sebagaimana diatur dalam pasal 2, 8 dan 11 Statuta Roma. Mereka
berpartisipasi dalam kasus yang mereka dipilih dengan syarat kesetaraan lengkap
dengan hakim lain dan diutamakan setelah anggota Majelis dan dalam urutan
senioritas usia.
Hubungan dengan PBB
Hubungan Perjanjian
Persetujuan Kerjasama dan Hubungan
antara PBB dan Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut ditandatangani oleh
Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Pengadilan pada tanggal 18 Desember 1997
di New York. Ini mulai berlaku pada tanggal 8 September 1998. Ini menetapkan
mekanisme untuk kerja sama antara kedua lembaga.
PBB Banding Pengadilan
Sebuah kesepakatan antara Majelis
dan PBB Pengadilan Banding disimpulkan dan ditandatangani oleh Presiden
Pengadilan pada tanggal 23 Juni 2010 dan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 13 Juli 2010. Perjanjian ini memperluas kompetensi
Pengadilan PBB Banding ke Pengadilan sehubungan dengan aplikasi menuduh tidak
mematuhi ketentuan penunjukan atau kontrak kerja anggota staf Registry.
Hak Istimewa
dan Kekebalan
Statuta Pengadilan
Statuta ini berisi ketentuan umum
tentang hak istimewa dan kekebalan anggota Pengadilan. Menurut pasal 10
Statuta, anggota Majelis, ketika terlibat pada bisnis Pengadilan, menikmati hak
istimewa dan kekebalan diplomatik. Gaji, tunjangan dan kompensasi yang diterima
oleh anggota yang dipilih dari Pengadilan, anggota dipilih berdasarkan pasal 17
Statuta dan Panitera bebas dari pajak semua (Lembaran Negara, pasal 18, ayat
8).
Perjanjian tentang Hak Istimewa dan Kekebalan
Perjanjian tentang Hak Istimewa dan
Kekebalan Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, yang diadopsi oleh Rapat
ketujuh Negara Pihak pada tanggal 23 Mei 1997, yang disimpan oleh Sekretaris
Jenderal PBB dan dibuka untuk ditandatangani di Markas Besar PBB selama dua
puluh empat bulan dari 1 Juli 1997. Perjanjian ini tunduk pada ratifikasi atau
aksesi dan mulai berlaku 30 hari setelah tanggal penyimpanan instrumen
kesepuluh ratifikasi atau aksesi, pada tanggal 30 Desember 2001. Sampai saat
ini, 21 negara telah menandatangani dan 40 negara telah meratifikasi atau
mengaksesi Perjanjian.
Bantuan
Keuangan kepada Pihak
Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut Trust Fund
Negara berkembang yang turut serta
perselisihan sebelum Majelis dapat memenuhi syarat untuk bantuan keuangan untuk
membantu mereka menutupi biaya yang berkaitan dengan biaya pengacara atau
perjalanan dan akomodasi delegasi mereka selama proses lisan di Hamburg.
Bantuan ini tersedia melalui dana perwalian sukarela ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB dan dikelola oleh Divisi untuk Ocean Affairs dan Hukum Laut (DOALOS)
dari Kantor PBB Urusan Hukum. Kerangka acuan dari Pengadilan Internasional
untuk Hukum Laut Trust Fund yang dilampirkan pada Resolusi Majelis Umum 55/7
dari 30 Oktober 2000 (Lampiran I).
Registry
Registry adalah organ
administrasi Pengadilan. Perannya didefinisikan oleh artikel 32-39 dari Aturan
Pengadilan. Dipimpin
oleh Panitera yang dibantu oleh Panitera Deputi, Register menyediakan hukum,
administratif, keuangan, perpustakaan, konferensi dan layanan informasi dan
terdiri dari staf internasional yang direkrut oleh Pengadilan. Tugas Registry
termasuk tugas-tugas peradilan dan diplomatik seperti membantu para Hakim dan
pihak yang hadir di hadapan Pengadilan, serta menjaga hubungan baik dengan
negara tuan rumah. Registry saat ini mempekerjakan 37 anggota staf dari 18
kebangsaan yang berbeda. Staf Registry tunduk pada Aturan Staf Pengadilan dan
Peraturan dan Petunjuk untuk Registry.
Yurisdiksi
Yurisdiksi
Pengadilan terdiri dari semua perselisihan dan semua aplikasi diserahkan
kepadanya sesuai dengan Konvensi. Ini juga mencakup semua hal yang diatur dalam
perjanjian lain yang memberikan yurisdiksi di Pengadilan (Lembaran Negara,
pasal 21). Pengadilan ini memiliki yurisdiksi untuk menangani perselisihan
(yurisdiksi perdebatan) dan pertanyaan hukum (yurisdiksi penasehat) dikirimkan
ke sana.
Perdebatan yurisdiksi
Pengadilan
ini memiliki yurisdiksi atas semua sengketa perihal interpretasi atau penerapan
Konvensi, tunduk pada ketentuan pasal 297 dan untuk deklarasi dilakukan sesuai
dengan pasal 298 Konvensi.
Pasal
297 dan deklarasi yang dibuat berdasarkan Pasal 298 Konvensi tidak mencegah pihak
dari setuju untuk tunduk kepada Tribunal sengketa dinyatakan dikecualikan dari
yurisdiksi Pengadilan di bawah ketentuan-ketentuan (konvensi, pasal 299). Pengadilan
ini juga memiliki yurisdiksi atas semua perselisihan dan semua aplikasi
diserahkan kepadanya sesuai dengan ketentuan dari setiap perjanjian lain
berunding di yurisdiksi Pengadilan. Sejumlah perjanjian multilateral berunding
yurisdiksi di Pengadilan telah menyimpulkan sampai saat ini.
Penasehat yurisdiksi
Kamar
Sengketa Dasar Laut adalah kompeten untuk memberikan pendapatnya tentang
pertanyaan hukum yang timbul dalam ruang lingkup kegiatan Majelis atau Dewan
Otoritas Dasar Laut Internasional (pasal 191 Konvensi).
Pengadilan juga dapat
memberikan pendapatnya tentang pertanyaan hukum jika hal ini diatur oleh
"perjanjian internasional yang berkaitan dengan tujuan dari Konvensi"
(Aturan dari artikel, Pengadilan 138).
Kompetensi
I. Akses ke Pengadilan
Negara Pihak pada
Konvensi PBB tentang Hukum Laut
Pengadilan
ini terbuka untuk Negara-negara Pihak pada Konvensi (Convention, pasal 291,
ayat 1; Statuta Pengadilan, Pasal 20, ayat 1). Entitas yang disebut dalam pasal
305, ayat 1 (c) (f) Konvensi dapat juga menjadi pihak.
Saat ini ada 162
negara dan entitas lain yang merupakan pihak pada Konvensi (status Konvensi dan
Perjanjian yang berkaitan dengan pelaksanaan Bab XI Konvensi).
Deklarasi berdasarkan pasal 287 Konvensi
Deklarasi berdasarkan pasal 287 Konvensi
Konvensi
tersebut memberikan empat cara alternatif untuk penyelesaian sengketa:
Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, Pengadilan Keadilan Internasional,
pengadilan arbitrase yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VII Konvensi, dan
pengadilan arbitrase khusus yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VIII pada
Konvensi. Suatu Negara Pihak bebas memilih satu atau lebih dari cara ini dengan
pernyataan tertulis harus dibuat berdasarkan pasal 287 Konvensi dan disimpan
oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (deklarasi yang dibuat oleh
Negara-negara Pihak berdasarkan pasal 287).
Selain Negara Pihak Entitas
Selain Negara Pihak Entitas
Pengadilan
ini terbuka untuk entitas selain Negara Pihak pada setiap kasus secara tegas
diatur dalam Bab XI Konvensi atau dalam hal apapun diserahkan sesuai dengan
perjanjian lainnya berunding pada yurisdiksi Pengadilan yang diterima oleh
semua pihak untuk hal ini (Konvensi, Artikel 291; Negara, Pasal 20, ayat 2).
II. Yurisdiksi
Pengadilan
Kasus kontroversial
(A) Yurisdiksi atas sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi
Pengadilan
ini memiliki yurisdiksi atas setiap sengketa yang diajukan kepadanya sesuai
dengan Bagian XV dari Konvensi mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi
(Convention, pasal 288, ayat 1; Negara, pasal 21) dan Perjanjian yang berkaitan
dengan Implementasi XI Konvensi bagian.
Pembatasan dan
pengecualian penerapan prosedur wajib yang melibatkan keputusan yang mengikat
(Konvensi, Bagian XV, bagian 2) yang terkandung dalam artikel 297 dan 298
Konvensi (deklarasi yang dibuat berdasarkan Pasal 298).
Setiap sengketa
dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam artikel 297 dan 298 Konvensi
mungkin, namun, diserahkan ke Pengadilan jika pihak-pihak yang bersengketa
menyetujuinya.
(B) Yurisdiksi atas sengketa perihal interpretasi atau penerapan perjanjian lainnya
(B) Yurisdiksi atas sengketa perihal interpretasi atau penerapan perjanjian lainnya
Berdasarkan
Pasal 288, ayat 2, Konvensi, Pengadilan memiliki yurisdiksi atas setiap
sengketa perihal interpretasi atau penerapan suatu perjanjian internasional
yang berkaitan dengan tujuan Konvensi yang disampaikan kepadanya sesuai dengan
perjanjian. Di bawah pasal 21 Statuta, yurisdiksi Pengadilan mencakup semua hal
yang diatur dalam perjanjian, selain Konvensi, yang memberikan kewenangan pada
Pengadilan. Sepuluh perjanjian multilateral telah menyimpulkan yang memberikan
yurisdiksi di Pengadilan (ketentuan yang relevan dari perjanjian ini).
Berdasarkan
pasal 22 Statuta, setiap sengketa perihal interpretasi atau penerapan
perjanjian atau konvensi yang sudah berlaku dan berkaitan dengan materi
pelajaran yang tertutup oleh Konvensi mungkin, jika semua Pihak pada perjanjian
tersebut begitu setuju, disampaikan kepada Pengadilan sesuai dengan perjanjian.
(C) Yurisdiksi dari
Kamar Sengketa Dasar Laut
Kamar
Sengketa Dasar Laut memiliki yurisdiksi atas sengketa sehubungan dengan
kegiatan di Kawasan, sebagaimana didefinisikan dalam pasal 1 Konvensi, yang
berada dalam kategori yang disebut dalam pasal 187, sub ayat (a) sampai (f),
Konvensi. Pihak sengketa tersebut mungkin Negara-negara Pihak, Otorita Dasar
Laut Internasional, Enterprise, perusahaan negara dan orang-orang atau badan
hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 153 ayat 2 (b), Konvensi.
Perselisihan
antara Negara-negara Pihak mengenai penafsiran atau penerapan Bab XI Konvensi
dan Lampiran-lampiran yang berhubungan dengannya dapat diajukan untuk ruang
khusus dari Pengadilan atas permintaan para pihak, atau ke ruang ad hoc dari
Kamar Sengketa Dasar Laut di permintaan pihak (Konvensi, pasal 188, ayat 1).
Sengketa perihal interpretasi atau penerapan suatu kontrak yang disebut dalam
pasal 187, sub ayat (c) (i), dari Konvensi ini harus disampaikan, atas
permintaan pihak, untuk arbitrase komersial yang mengikat, kecuali para pihak
jika tidak setuju. Namun, pengadilan arbitrase komersial tidak memiliki
yurisdiksi untuk memutuskan pertanyaan penafsiran Konvensi. Ketika perselisihan
tersebut juga melibatkan masalah interpretasi dari Bagian XI dan
Lampiran-lampiran yang berhubungan dengannya, sehubungan dengan kegiatan di
Kawasan, pertanyaan yang harus diajukan ke Kamar Sengketa Dasar Laut untuk
putusan (Konvensi, pasal 188, ayat 2).
(D) Pengadilan memutuskan sendiri pertanyaan apapun pada wilayah hukumnya
(D) Pengadilan memutuskan sendiri pertanyaan apapun pada wilayah hukumnya
Dalam
hal terjadi perselisihan mengenai apakah Pengadilan memiliki yurisdiksi,
masalah ini harus diselesaikan melalui keputusan Pengadilan (Konvensi, pasal
288, ayat 4; Aturan Pengadilan, pasal 58).
(E) Sementara
langkah-langkah
Jika
sengketa telah sepatutnya disampaikan kepada Majelis dan jika Majelis
mempertimbangkan bahwa prima facie memiliki yurisdiksi berdasarkan Bagian XV
atau Bab XI, bagian 5, Konvensi, Majelis dapat meresepkan setiap tindakan
sementara yang dipertimbangkan dibawah situasi untuk menjaga hak masing-masing
pihak yang bersengketa atau untuk mencegah bahaya serius terhadap lingkungan
laut, sambil menunggu keputusan akhir (Konvensi, pasal 290, ayat 1; Negara,
pasal 25, ayat 1).
Pengadilan
juga mungkin meresepkan tindakan sementara dalam kasus tersebut tercakup dalam
Pasal 290, ayat 5, Konvensi. Berdasarkan ketentuan ini, sambil menunggu
konstitusi pengadilan arbitrase dimana sengketa yang sedang diajukan dan jika,
dalam waktu dua minggu dari tanggal permintaan tindakan sementara, para pihak
tidak sepakat untuk tunduk permintaan pada pengadilan lain atau pengadilan,
yang Pengadilan mungkin meresepkan tindakan sementara jika menganggap bahwa
prima facie majelis arbitrase yang akan dibentuk akan memiliki yurisdiksi dan
urgensi situasi sehingga membutuhkan.
(F) Prompt pelepasan kapal dan awak
(F) Prompt pelepasan kapal dan awak
Pengadilan
ini memiliki yurisdiksi untuk menghibur aplikasi untuk pelepasan yang cepat
dari sebuah kapal ditahan atau awaknya sesuai dengan ketentuan pasal 292
Konvensi. Artikel ini memberikan bahwa di mana pihak berwenang dari suatu
Negara Pihak telah menahan sebuah kapal yang mengibarkan bendera Negara Pihak
lainnya dan dituduh bahwa Negara menahan belum memenuhi ketentuan-ketentuan
Konvensi untuk rilis prompt dari kapal atau awaknya pada posting dari ikatan wajar
atau jaminan keuangan lainnya, pertanyaan tentang rilis dari tahanan dapat
diserahkan ke Pengadilan jika, dalam waktu 10 hari dari saat penahanan, para
pihak tidak sepakat untuk menyerahkannya pada pengadilan lain atau pengadilan
(Konvensi, artikel 292, ayat 1). Aplikasi untuk rilis hanya dapat dilakukan
oleh atau atas nama negara bendera kapal (Konvensi, pasal 292, ayat 2).
KASUS REKLAMASI (MALAYSIA Vs. SINGAPURA)
1. SUMMARY
Secara Geografis Selat Johor diapit oleh dua Negara yaitu Singapura dan
Malaysia. Singapura melakukan kegiatan reklamasi pantainya dan
mengakibatkan adanya perubahan struktur ekosistem yang ada di lingkungan laut.
Reklamasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan adanya
kerusakan lingkungan di wilayah laut Malaysia.
2. FAKTA HUKUM
Bahwa Berdasarkan pendapat ahli baik di bidang kelautan maupun Lingkungan,
reklamasi tersebut telah memberikan dampak yang kurang baik pada
kelangsungan ekologi laut di sekitar Malaysia.
Bahwa Dengan adanya reklamasi itu, pendapatan nelayan Malaysia berkurang
jika dibanding sebelum adanya reklamasi.
Bahwa Ekosistem alam hayati di bawah laut terganggu dan bahkan berubah
bentuk dengan adanya reklamasi tersebut.
Bahwa reklamasi yang dilakukan Singapura berakibat terganggunya alur
transportasi atau navigasi di selat Johor.
3. ISU HUKUM
Isu hukum satu : Apakah reklamasi yang dilakukan Singapura tersebut
termasuk dalam kategori Marine Pollution?
Isu hukum dua : Apakah perbuatan hukum berupa reklamasi yang dilakukan
oleh Singapura merupakan perbuatan melanggar hukum (melanggar
ketentuan-ketentuan hukum) yang ada di dalam UNCLOS 1982?
4. ANALISA ISU HUKUM
Untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam isu hukum satu maka
terlebih dulu dikemukakan pengertian dari Marine Pollution tersebut.
Yang dimaksud dengan Marine Polution : Perubahan pada lingkungan
laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung atau
tidak langsung bahan-bahan atau energi-energi ke dalam lingkungan laut
(termasuk muara sungai) yang menimbulkan akibat sedemikian buruk sehingga
merugikan kekayaan hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di
laut termasuk perikanan dan lain penggunaan laut yang sah, juga pemburukan
kualitas air laut dan menurunnya kualitas tempat-tempat pemukiman dan
rekreasi. Dari pengertian tersebut secara analisis diakitkan dengan reklamasi
Singapura adalah:
Bahwa kegiatan reklamasi tersebut merupakan kegiatan memasukkan bahan-bahan
ke dalam lingkungan laut,atas kegiatan tersebut juga menyebabkan kerugian
kekayaan hayati terbukti dengan adanya kerugian nelayan. Di samping itu,
reklamasi sangat potensial dan bahkan secara faktual mengganggu kegiatan di
laut (nelayan) dan menyebabkan pemburukan kualitas air laut.
Sedangkan untuk menjawab Isu hukum dua, Analisa ini ditinjau dari
tiga aspek, yaitu:
a. Filosofis
Menurut pasal 192 UNCLOS (kewajiban umum Negara), bahwa setiap
Negara harus menjaga lingkungan laut. Artinya dalam pasal ini memberikan
penekanan bahwa ekosistem laut merupakan bagian yang wajib dijaga oleh
setiap negara. Sangat tidak dibenarkan manakala ada negara mana pun yang
berbuat menyebabkan terganggunya bahkan merusak lingkungan laut.
b. Yuridis
Kewajiban khusus dari negara di antaranya adalah tidak memindahkan
kerusakan atau bahaya atau untuk mengubah suatu jenis pencemaran ke jenis
pencemaran lain, memonitor resiko akibat pencemaran dan tanggung jawab serta
ganti rugi. (pasal 194-195 UNCLOS)
Berdasarkan ketentuan pasal 204 (1) UNCLOS bahwa negara harus sedapat
mungkin konsisten dengan hak-hak negara lain secara langsung atau melalui
organisasi internasional yang kompeten untuk mengamati, mengatur menilai dan
menganalisa berdasarkan metoda ilmiah yang dibakukan mengenai resiko atau akibat
pencemaran laut.
Reklamasi yang dilakukan oleh Singapura berakibat terganggunya hak warga
negara Malaysia untuk menjalankan aktivitas kesehariannya. Hal ini jelas
menunjukkan inkonsistensi Singapura dalam rangka menghormati hak-hak negara
lain. Sebagaimana ditegaskan dalam pasa 204 ayat (2) bahwa pengawasan terhadap
reklamasi tersebut haruslah dilakukan sampai dengan potensial pengaruh
pencemaran yang ditimbulkan. Oleh karenanya haruslah ada notifikasi atau
pemberitahuan akan hal tersebut kepada pihak yang bersangkutan sesuai dengan
yang diamanatkan pada pasal 198 UNCLOS.
Adapun tindakan Malaysia dalam hal ini adalah telah berdasarkan pasal 232
dan 233 UNCLOS untuk meminta pertanggung jawaban pihak Singapura.
c. Sosiologis
Reklamasi tersebut di atas secara faktual mengakibatkan kerusakan
lingkungan laut, adanya kerusakan tersebut berakibat terganggunya kehidupan
hayati di bawah laut. Khususnya bagi nelayan, hal ini sangat berpengaruh secara
ekonomis bagi kelangsungan kehidupan sosialnya. Dalam konteks ini, penghasilan
yang didapatkan oleh nelayan akan berkurang karena berkurangnya sumber daya
alam yang menjadi sumber pokok pendapatan mereka.
5. KESIMPULAN
- Reklamasi oleh Singapura adalah tergolong Marine Pollution.
- Perbuatan singapura yang mereklamasi wilayah nya adalah perbuatan melanggar hukum secara formil atas ketentuan UNCLOS 1982 sebagaimana telah diuraikan pada analisa isu hukum dua secara filosofis-yuridis tersebut di atas.
- Dengan demikian sangat logis Singapura wajib memberikan pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar