Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Jumat, 29 Maret 2013

PENGATURAN ABORTUS PROVOCATUS DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)



        OLEH : SENDI NUGRAHA / FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN

         Istilah abortus provocatus atau aborsi tidak dikenal dalam KUHP. KUHP menggunakan istilah menggugurkan atau mematikan kandungan. Dari pengertian-pengertian dalam Bab II dapat dikatakan bahwa abortus provocatus merupakan perbuatan menghilangkan nyawa, maka perbuatan tersebut termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa, yang obyeknya adalah kandungan. Istilah kandungan menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah berwujud maupun belum.
Ketentuan hukum pidana yang mengatur masalah abortus provocatus berdasarkan sistematika KUHP ternyata tersebar dalam beberapa bab, ada yang diklasifikasikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 299 dan juga ada yang diklasifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa sebagaimana yang diatur dalam Bab XIX, Pasal 346-Pasal 349.

Untuk mengetahui bagaimana Undang-Undang hukum pidana mengatur masalah abortus provocatus ini, maka perlu kiranya untuk dikutip rumusan pasal yang mengatur abortus provocatus serta pembahasannya sebagai berikut. Pengaturan abortus provocatus sebagai kejahatan terhadap kesusilaan diatur dalam Pasal 299 KUHP Buku II Bab XIV merumuskan :
(1)   Barang siapa dengan sengaja mengobati wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
(2)   Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika ada seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3)   Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Tentang rumusan kejahatan kesusilaan dirumuskan pada ayat (1), ayat (2) merumuskan tentang dasar-dasar pemidanaan sedangkan ayat (3) tentang dapat dijatuhkannya pidana tambahan pada kejahatan itu yaitu pencabutan hak menjalankan pencaharian.

Unsur-unsur pada ayat (1) yaitu :
Unsur obyektif  :   
·         mengobati;
·         menyuruh supaya diobat;
·         dengan diberitahukan hamilnya dapat digugurkan dengan ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan hamilnya dapat digugurkan.
Unsur subyektif     :  dengan sengaja

Perbuatan mengobati, dalam hal ini adalah melakukan perbuatan mengobati seorang perempuan dengan cara bagaimanapun. Misalnya memberikan obat atau memijat-mijat bagian tubuh korban dengan terlebih dahulu memberitahukan bahwa dengan cara demikian janin yang dikandungnya dapat digugurkan atau memberikan harapan bahwa kehamilannya dapat digugurkan.

Pada perbuatan menyuruh mengobati, si pembuat tidak melakukan sendiri pengobatan itu, tetapi menyuruh orang lain bisa pihak ketiga maupun perempuan yang mengandung itu sendiri dengan petunjuk dan saran maupun keterangan-keterangan dari si pembuat. Perkataan menyuruh mengobati dalam pasal ini tidak sama artinya dengan menyuruh lakukan pada Pasal 55 ayat (1) butir 1, karena pada Pasal 55 ayat (1) terdapat syarat bahwa si pelaku materiil (manus ministra) tidak dapat dipidana. Orang yang disuruh mengobati pada Pasal 299 ini adalah orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban sehingga dapat dipidana, kecuali apabila dalam menyuruh mengobati dilakukan sedemikian rupa sehingga orang yang disuruh mengobati tidak berdaya, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Misalnya dilakukakan dengan ancaman kekerasan.

Ada perbedaan antara “diberitahukan bahwa dengan pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan”, dengan “ditimbulkan harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan.” Pemberitahuan bahwa dengan pengobatan itu dapat digugurkan, hanya berupa perkataan atau ucapan yang isinya bahwa pengobatan tersebut dapat menggugurkan kandungan, tidak perlu membuat perempuan itu percaya, yang penting pengobatan telah dilakukan. Sedangkan “ditimbulkannya harapan”, harapan itu benar-benar telah timbul dari adanya pengobatan itu, perempuan itu sudah memercayai, tidak penting apakah benar hamilnya dapat digugurkan atau tidak.

Unsur kesengajaan yang ditempatkan pada permulaan rumusan, mendahului semua unsur dari Pasal 299. Oleh karena itu, kesengajaan ini harus ditujukan pada semua unsur di belakangnya atau dengan kata lain semua unsur yang ada di belakangnya unsur dengan sengaja diliputi oleh kesengajaan ini. Artinya adalah : 
1)     Si pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan atau menyuruh mengobati.
2)     Diketahui bahwa yang diobati itu atau yang disuruh diobati adalah seorang perempuan hamil atau menurut keyakinannya hamil.
3)     Disadarinya bahwa dengan pengobatan demikian si pelaku telah memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan.

Kesengajaan seperti itu harus dibuktikan oleh jaksa penuntut umum disidang pengadilan. Dalam hal ini Prodjodikoro mengatakan bahwa : Mengenai unsur-unsur dari Pasal 299 KUHP ini sangat luas, bahwa tidak perlu ada kandungan yang hidup, bahwa tidak perlu benar-benar ada perempuan hamil, cukuplah apabila seseorang perempuan ditimbulkan harapan bahwa kehamilan yang mungkin ada, akan dihentikan dengan pengobatan ini.

Sedangkan pasal-pasal yang melarang abortus provocatus sebagaimana yang diatur dalam Bab XIX yang berjudul kejahatan terhadap nyawa, diatur dalam Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 KUHP. Kejahatan menggugurkan dan pembunuhan kandungan, jika dilihat dari subyek hukumnya dapat dibedakan menjadi :
a.    yang dilakukan sendiri (346)
b.    yang dilakukan oleh orang lain, dalam hal ini dibedakan menjadi :
1)    atas persetujuannya (347)
2)    tanpa persetujuannya (348)
3)    atas persetujuannya maupun tidak, orang lain sebagai pelaku tersebut adalah orang yang mempunyai kualitas pribadi tertentu, yaitu dokter, bidan dan juru obat (349).


v  Pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan sendiri

Pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh perempuan yang mengandung itu sendiri, dicantumkan dalam Pasal 346, rumusannya adalah :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur dari rumusan tersebut di atas adalah :
Unsur obyektif :
·         Menggugurkan; atau
·         Mematikan; atau
·         Menyuruh orang lain menggugurkan; atau
·         Menyuruh orang lain mematikan
Unsur subyektif :  dengan sengaja.

Perbuatan menggugurkan kandungan  adalah melakukan perbuatan yang bagaimana pun wujud dan caranya terhadap kandungan seorang perempuan yang menimbulkan akibat lahirnya bayi atau janin dari rahim perempuan sebelum waktunya dilahirkan menurut alam. Lahirnya bayi atau janin sebelum waktunya inilah yang menjadi maksud si pelaku. Kelahiran bayi atau janin sebelum waktunya menurut alam akibat dari perbuatan menggugurkan kandungan, apakah harus dalam keadaan hidup atau mati tidak penting. Hal yang penting dalam perbuatan ini adalah bayi atau janin harus keluar dari rahim dan keluarnya karena paksaan oleh perbuatan, artinya lahir sebelum waktunya menurut alam.

Hoge Road (Mahkamah Agung) Belanda dalam putusannya (1 November 1897) menyatakan bahwa pengguguran kandungan hanya dapat dipidana apabila waktu perbuatan dilakukan kandungan masih hidup. Dengan demikian maka, terhadap perbuatan mengugurkan kandungan harus terbukti bahwa pada saat perbuatan dilakukan bayi harus dalam keadaan hidup. (Soenarto Soeodibroto, 1994 : 200).

Perbuatan mematikan kandungan adalah perbuatan dengan bentuk dan cara apapun terhadap kandungan seorang perempuan, yang dari perbuatan itu menimbulkan akibat matinya bayi atau janin dalam rahim perempuan itu, artinya mematikan kehidupan dalam rahim seorang perempuan.
Unsur “menyuruh orang lain untuk menggugurkan atau mematikan” kandungan, dalam konteks Pasal 346, istilah menyuruh mempunyai makna yang tidak sama dengan istilah menyuruh lakukan (doen plegen) dalam Pasal 55 (1). Istilah menyuruh dalam Pasal 346 KUHP mempunyai makna yang bersifat harafiah. Artinya istilah tersebut harus dimaknai dalam pengertian secara harafiah bukan pengertian dalam konteks Pasal 55 KUHP. Namun demikian, oleh karena pengertian menyuruh dalam Pasal 346 sangatlah luas, maka sangatlah mungkin pengertiannya juga meliputi pengertian pada Pasal 55. Pengertian menyuruh lakukan dalam konteks Pasal 55 (1) menurut Memorie van Toelichting (MvT) disyaratkan bahwa orang yang disuruh (manus manistra) merupakan subyek tak berkehendak atau pelakunya tidak dapat dipidana, karena tidak tahu, tunduk pada kekerasan dan karena tersesatkan. Sedangkan pada konteks Pasal 346 melakukan dapat dijatuhi pidana. Pengertian menyuruh lakukan dalam Pasal 346 adalah baik sebagai menyuruh dalam arti harafiah pelakunya adalah subyek tak berkehendak, atau dalam arti menganjurkan dalam pengertian Pasal 55 ayat (1) sub 2. Dalam Pasal 346, istilah menyuruh (menggugurkan atau mematikan) adalah berupa unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dari suatu tindak pidana. Sedangkan menyuruh lakukan pada Pasal 55 ayat (1) adalah berupa suatu perbuatan dalam suatu perbuatan adlam penyertaan melakukan tindak pidana, bukan unsur perbuatan dari suatu tindak pidana.
Unsur kesalahan dalam Pasal 346 ialah dengan sengaja yang mendahului semua unsur lainnya. Kesengajaan harus ditunjukkan pada unsur-unsur perbuatan menggugurkan atau mematikan atau menyuruh orang lain melakukan perbuatan tersebut pada obyek kandungannya sendiri. Artinya bahwa perempuan itu menghendaki dan mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya sendiri dan perbuatan orang lain tersebut dapat menggugurkan dan mematikan kandungannya. Kesengajaan harus diartikan dalam arti luas yaitu kesengajaan sebagai tujuan, sebagai kepastian, sebagai kemungkinan. Unsur kesengajaan Pasal 346 haruslah ditujukan pada keempat perbuatan itu (menggugurkan, mematikan, menyuruh menggugurkan dan menyuruh mematikan kandungan), meskipun keempat perbuatan itu bersifat tersirat alternatif, namun terhadap perbuatan mana kesengajaan tersebut ditujukan haruslah jelas, berkaitan dengan perbuatan.
Ancaman hukum maksimal adalah empat tahun penjara bagi pelaku (perempuan sendiri). Jika dilakukan orang lain dapa dijerat Pasal 347 dan Pasal 348.


v  Pengguguran atau pembunuhan kanduangan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan.

Kejahatan ini diatur dalam rumusan Pasal 347, yaitu :
(1)     Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandungan seorang  wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2)     Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Unsur-unsur dari rumusan tersebut adalah :
Unsur-unsur obyektif :
·         Menggugurkan kandungan seorang perempuan,
·         Mematikan kandungan seorang perempuan.
·         Tanpa persetujuan perempuan itu.
Unsur subyektif :  dengan sengaja

Perbedaan antara Pasal 347 dengan Pasal 348 adalah terletak pada unsur tanpa persetujuannya (perempuan yang mengandung). Pelaku dalam Pasal 346 adalah perempuan yang mengandung itu sendiri, sedangkan Pasal 347 adalah orang lain (bukan perempuan yang mengandung itu sendiri).
Tanpa persetujuannya, artinya perempuan itu tidak menghendaki akibat gugurnya atau matinya kandungan itu, dan tidak selalu tidak setuju dengan wujud perbuatannya. Bisa terjadi bahwa terhadap perbuatan yang dilakukan orang lain itu disetujuinya, akan tetapi ia tidak tahu bahwa akibat dari perbuatan tersebut menyebabkan gugurnya atau matinya kandungan yang tidak dikehendakinya. Tanpa persetujuan ini dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan. Mungkin terjadi karena perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan orang lain itu dimaksudkan untuk menggugurkan atau mematikan kandungan juga bisa terjadi bahwa si perempuan mengetahui bahwa perbuatan tersebut bisa mengakibatkan gugurnya atau matinya kandungan tetapi ia tidak berdaya karena misalnya diancam atau dipaksa dengan kekerasan. Dari kedua contoh di atas, perempuan tersebut tidak dapat dipidana.
Dalam hal ini abortus yang dituju ialah kandungan yang ada dalam tubuh seorang wanita. Apabila yang menjadi sasaran adalah tubuh seorang wanita hamil bukan kandungannya, maka seseorang yang melakukan kejahatan melukai berat dan dapat mengakibatkan gugurnya kandungan juga, dapat dikenai Pasal 354, berhubungan dengan konteks Pasal 90 KUHP yang memasukkan “menggugurkan kandungan” atau membunuh kandungan dalam konteks luka berat.

Apabila dihubungkan dengan penganiayaan berat (354), terdapat persamaan dan perbedaan antara pengguguran dan pembunuhan kandungan menurut Pasal 347 dengan penganiayaan berat yang menimbulkan luka berat, khususnya luka berat berupa gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Perbedaan pokok antara Pasal 347 dengan Pasal 354 dalam hal luka berat berupa gugurnya atau matinya kandungan, adalah :
1)     Pada Pasal 347 pelaku mewujudkan perbuatannya ditujukan pada gugurnya atau matinya kandungan, hal ini berasal dari istilah “menggugurkan atau mematikan kandungan”. Pasal 347 kesengajaan ditujukan pada gugur atau matinya kandungan. Sedangkan Pasal 354 kesengajaan pelaku ditujukan pada melukai berat tubuh seseorang (jika terjadi pada seseorang wanita hamil, maka pada si pemilik kandungan yaitu si wanita bukan kandungannya)
2)     Objek kejahatan Pasal 347 adalah kandungan seorang perempuan, sedangkan obyek kejahatan Pasal 354 adalah tubuh seseorang (dalam hal ini dapat juga tubuh seorang perempuan).
3)     Ancaman pidana maksimal Pasal 347 adalah pidana penjara 12 tahun, diperberat menjadi 15 tahun apabila terjadi kematian. Pasal 354 ancaman pidana maksimal 8 tahun, diperberat menjadi 10 tahun apabila terjadi kematian.
4)     Pada Pasal 347 dapat berakibat matinya 2 bentuk kehidupan yaitu kandungan (bayi atau janin) dan perempuan yang mengandung itu sendiri. Titik beratnya pada kedua akibat. Sedangkan pasal 354 hanya mengkibatkan matinya satu bentuk kehidupan yaitu korban (misalnya seorang perempuan)

Sedangkan persamaannya adalah akibat yang ditimbulkan pada Pasal 347 maupun 354 sama, yaitu gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan dan dapat juga berakibat matinya perempuan itu.

Pasal 347 ayat (2) memuat ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun, disamakan dengan pembunuhan biasa (388). Akibat kematian pada ayat (2) inilah yang merupakan faktor pemberat pidana. Ancaman pidana pada Pasal 347 ini merupakan ancaman pidana paling berat yang diancamkan pada tindak pidana menggugurkan atau mematikan kandungan ini.


v  Pengguguran atau pembunuhan kandungan atas persetujuan perempuan yang mengandung.

Kejahatan ini dirumuskan pada Pasal 348, sebagai berikut :
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Adapun unsur-unsurnya adalah :
Unsur-unsur obyektif :
·         Menggugurkan kandungan seorang perempuan,
·         Mematikan kandungan seorang perempuan,
·         Dengan persetujuannya.
Unsur subyektif :  dengan sengaja

Perbedaan pokok dengan Pasal 347 adalah, bahwa perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan dalam Pasal 348 dilakukan dengan persetujuan yang mengandung.

Persetujuan artinya dikehendaki bersama orang lain, disini ada 2 orang atau lebih yang mempunyai kehendak sama untuk menggugurkan atau mematikan kandungan. Syarat persetujuan adalah adanya dua pihak yang berkehendak sama. Faktor yang paling penting adalah pada saat sebelum atau pada saat memulai perbuatan tersebut, gugurnya atau matinya kandungan sama-sama dikehendaki oleh perempuan (korban) dan pelaku.

Dalam hal ini yang harus dibuktikan adalah, apakah gugurnya atau matinya kandungan perempuan itu dikehendaki oleh wanita yang mengandung atau tidak. Kedudukan wanita terbatas pada kesediaannya atau tidak untuk digugurkan kandungannya. Jadi wanita tersebut hanya menyetujui persetujuan sesuai konteks Pasal 348 identik kata menyuruh Pasal 346. Wanita dalam hal ini dapat berperan baik secara aktif sebagai penyuruh dalam konteks Pasal 346, juga secara pasif yaitu hanya sebagai korban yang menyetujui.

Ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun enam bulan dan tujuh tahun penjara apabila terjadi kematian. Dalam hal ini baik wanita (korban) maupun si pelaku materiil dapat diancam dengan hukuman pidana penjara. Wanita bersalah melakukan tindak pidana kejahatan Pasal 346 sedangkan orang lain (pelaku) melanggar Pasal 348.


v  Pengguguran atau pembunuhan kandungan oleh orang lain yang mempunyai kualitas tertentu.

Jenis tindak pidana ini tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, sebab pelaku adalah seseorang yang punya kualitas tertentu. Kualitas dalam konteks ini adalah kualitas atau profesi tertentu pada subyek hukum sebagai petindak dari kejahatan pengguguran atau pembunuhan kandungan. Misalnya : profesi dokter, tabib, bidan atau juru obat.

Kejahatan ini diatur dalam Pasal 349, dirumuskan sebagai berikut :
“Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut dalam Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”.

Perbuatan melakukan berupa perbuatan melaksanakan kejahatan itu, artinya dia sebagai pelaku baik sebagai pelaku atau yang melakukan maupun sebagai pelaku pembantu. Sebagai pelaku yang melakukan apabila dia sendiri yang melakukan kejahatan itu tanpa ada orang lain yang terlibat, sedangkan pelaku pembantu adalah apabila dalam melaksanakan kejahatan itu terlibat orang lain selain dia sendiri.

Membantu melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan sifatnya sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan itu. Kesengajaan pelaku dengan orang yang membantu tidak sama. Pelaku  ditujukan untuk terlaksananya kejahatan, pembantu hanya ditujukan untuk mempermudah atau memperlancar terlaksananya kejahatan.

Pengertian membantu dalam Pasal 349 meskipun sama dengan Pasal 56 tetapi ancaman hukuman berbeda. Pada Pasal 349 ancaman hukuman pidana dapat ditambah sepertiga bagi si pembantu kejahatan sedangkan pada Pasal 56 pelaku pembantu ancaman hukuman pidana adalah ancaman pidana tertinggi dikurangi sepertiga. Alasan pemberat pidana pada Pasal 349 adalah bahwa orang memiliki keahlian untuk disalahgunakan serta keahlian tersebut justru digunakan untuk mempermudah dan memperlancar terjadinya kejahatan.

Selanjutnya bagi pihak yang membantu melaksanakan kejahatan dari Pasal 346 sampai 348 maka menurut Pasal 349 haknya menjalankan profesi yang di dalamnya ia melakukan kejahatan tersebut dapat dicabut haknya.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah :
1)    Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap wanita tersebut sehingga dapat gugur kandungannya.
2)    Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat gugur kandungannya.
3)    Seseorang yang tanpa ijin menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita.
4)    Seseorang yang dengan izin menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita.
5)    Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3 dan termasuk di dalamnya dokter, bidan, tabib, juru obat serta pihak lain yang berhubungan dengan medis (dengan kualitas tertentu).

Abortus provocatus dalam KUHP disebut dengan istilah menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita. Unsur kesengajaan disyaratkan secara mutlak untuk dapat disebut telah melakukan tindakan abortus provocatus. Dalam KUHP tidak terdapat satu pun pasal yang mengatur karena kealpaannya menyebabkan gugurnya kandungan atau matinya kandungan tetapi apabila ada kejadian karena kealpaanya menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita maka si pelaku dapat dituntut karena kealpaanya menyebabkan orang lain luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP.

Mengenai hal yang diatur dalam pasal 347 – 349 KUHP ini, berkaitan dengan pasal 58 KUHP yg menegaskan bahwa: “Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangkan, atau memberattkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri. Maka, dalam KUHP masalah abortus provocatus secara tegas dilarang dan merupakan tindak pidana. KUHP mengatur abortus provocatus sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum karena merupakan tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan dan tindak pidana terhadap nyawa. KUHP mengenal istilah abortus provocatus dengan sebutan menggugurkan atau mematikan kandungan sering disebut abortus provocatus criminalis.

4 komentar: