Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Kamis, 28 Maret 2013

Analisis Terhadap ketentuan pasal 14 s/d 43 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Disusun dalam rangka Memenuhi Persyaratan
Tugas Mata Kuliah Hukum Lingkungan

OLEH :
SENDI NUGRAHA
110110090144

FAKULTAH HUKUM
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2012



Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembangunan ekonomi nasional sebagai mana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Didorong dengan semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 

            Kualitas  lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan perngelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka pertimbangan-pertimbangan tersebut melahirkan suatu perubahan baru pada sistem perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang dituangkan ke dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009. Pemaparan tersebut dapat dipahami sebagai berikut:
Mengenai Pencegahan diatur dalam pasal 14 – 18.
·         Pasal 14 = Pasal ini berisikan penjelasan mengenai Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup terdiri atas 13 Instrumen yang berkaitan antara satu dengan lainnya (berkesinambungan/berkorelasi), yaitu: KLHS, tata ruang, bakumutu lingkungan hidup, kriteria bakukerusakan lingkungan hidup, amdal, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmupengetahuan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
·         Pasal 15 = Pasal ini menjelaskan bahwa KLHS yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah daerah haruslah sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan ( RTRW, RPJP, RPJM )sehingga terciptanya integrasi dalam pembangunan suatu wilayah baik ditinjau dari kebijakan, rencana, maupun programnya. Adapun mekanismenya yaitu:
ü  pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, program terhadap kondisi lingkungan hidup disuatu wilayah.
ü  Melalui perumusan alternatif penyempurnaan ebijakan,rencana, dan/atau program; dan
ü  rekomendasi perbaikan untuk pengambilan eputusankebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip embangunanberkelanjutan.

·         Pasal 16 = Pasal ini memuat kajian-kajian di Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yaitu sebanyak 6 kajian pokok.

·         Pasal 17 = Pasal ini menjelaskan mengenai hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam sebelumnya yang menjadi dasar bagi kebijakan, encana, dan/atau program pembangunan alam suatu wilayah didorong dengan daya dukung dan daya tampung yang sudah terlampaui.

·         Pasal 18 = Pasal ini secara tegas mengatur bahwa KLHS sebagaimana diatur dalam pasal sebelumnya harus dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. Sedangkan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Tata Ruang
·         Pasal 19 = Pasal ini menegaskan bahwa utuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah haruslah wajib didasarkan pada KLHS.
 Baku Mutu Lingkungan Hidup
·         Pasal 20 = Pasal ini mengatur dan menjelaskan mengenai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup disuatu tempat haruslah diukur melalui bakumutu lingkungan hidup. Menjelaskan mengenai 7 macam baku mutu, serta pembolehan kepada setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbahke media lingkungan hidup dengan berbagai persyaratan yang telah diatur.
Kriteria BakuKerusakan Lingkungan Hidup
·         Pasal 21 = Pasal ini menjelaskan upaya untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dengan kriteria-kriteria serta unsur-unsur mengenai baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
Amdal
·         Pasal 22 = Pasal ini mengatur mengenai Amdal yang mana setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampakpenting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal, serta mengatur penentuan dampak pentingnya.

·         Pasal 23 = Pasal ini memuat 9 kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas, yang ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapidengan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturanMenteri.

·         Pasal 24 = Pasal ini menjelaskan bahwa suatu dokumen mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal sebelumnya merupakan suatu dasar atas penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.

·         Pasal 25 = Pasal ini menjelaskan mengenai segala sesuatu yang dimuat dalam dokumen amdal mengenai 9 hal.

·         Pasal 26 = Pasal ini menegaskan bahwa dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat, dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.

·         Pasal 27 = Pasal ini membahas tentang penyusunan dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada pasal sebelumnya dapat meminta bantuan kepada pihak-pihak lain.

·         Pasal 28 = Pasal ini membahas mengenai penyusun amdal yang harus memiliki sertifikasi kompetensi penyusun amdal, dengan berbagai kriteria yang diatur di dalam pasal ini.Sertifikasi kompetensi penyusun amdal tersebut diterbitkanoleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

·         Pasal 29 = Pasal ini menjelaskan bahwa  dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya. Komisi tersebut wajib memiliki lisensi dan persyaratan dan tatacara lisensi diatur dengan Peraturan Menteri.

·         Pasal 30 = Pasal ini mengatur mengenai keanggotaan Komisi Penilai Amdal, dan dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukankajian teknis dan secretariat yang dibentuk untuk itu.


·         Pasal 31 = Pasal ini membahas hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan  kewenangannya.

·         Pasal 32 = Pasal ini menjelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, dapat berupa fasilitasi, biaya,dan/atau penyusunan amdal. Sedangkan Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

·         Pasal 33 = Pasal ini menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
UKL-UPL
·         Pasal 34 = Pasal ini menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal harus memiliki UKLUPL.

·         Pasal 35 = Pasal ini menjelaskan mengenai usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukanberdasarkan kriteria yang tercantum dalam pasal ini.
Perizinan
·         Pasal 36 = Pasal ini menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan yang diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan tersebut wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Sedangkan Izin lingkungan itu diterbitkan oleh Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.


·         Pasal 37 = Pasal ini mengatur mengenai kewenangan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berkewajiban menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. Dalam pasal ini juga mengatur hal-hal yang mengenai pembatalan izin lingkungan.

·         Pasal 38 = Pasal ini menjelaskan bahwa izin lingkungan juga dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.

·         Pasal 39 = Pasal ini mengatur mengenai kewajiban Menteri, gubernur, atau bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan, yang dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.

·         Pasal 40 = Pasal ini menegaskan bahwa Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izinlingkungan.
                                                                                                    
·         Pasal 41 = Pasal ini mengatur mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
·         Pasal 42 = Pasal ini menegaskan bahwa dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup yang dijelaskan dalam pasal ini.

·         Pasal 43 = Pasal ini menjelaskan mengenai Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi , Instrumen pendanaan lingkungan hidup, Insentif dan/ataudisinsentif, serta ketentuan lebih lanjut mengenai instrument ekonomi lingkungan hidup yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Analisis Terhadap Kelemahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Untuk pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup sangat kompleks dan pemecahan masalahnya memerlukan perhatian yang bersifat komperehensif dan menjadi tanggung jawab pemerintah didukung pertisipasi masyarakat. Di Indonesia, pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum.[1]
Keluarnya Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) No. 32 Tahun 2009 menggantikan Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tahun 1997 yang dianggap belum bisa menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan banyak mendapat apresiasi dan sebagai upaya yang serius dari pemerintah dalam menangani masalah-masalah pengelolaan lingkungan.[2]
UU No 32 Tahun 2009, juga memasuhkan landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi. Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi. Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan kita semua, baik pemerintah, dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya.
Tetapi bila dicermati lebih jauh, masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam UUPPLH tersebut, seperti dalam pasal 26 ayat (2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan seperti apa dan bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan, begitupula dalam ayat (4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen tersebut, sehingga justru mereduksi hak-hak masyarakat dalam proses awal pembangunan.
Padahal tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami undang-undang sangat kurang, seperti yang dikatakan Tasdyanto Rohadi (Ketua Umum Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia), survei terhadap tingkat pemahaman UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sudah berlaku lebih dari 10 tahun menunjukkan 15 % masyarakat sebuah kota memahami UU tersebut dengan baik. Sebagian besar lagi, yaitu 25 % mengetahui judul tanpa mengetahui substansi pengaturan dengan baik. Yang menyedihkan adalah, sisanya, 60 % masyarakat kota tersebut tidak mengetahui judul dan substansi pengaturan dengan baik, dan hal ini menunjukkan bahwa cara menyelenggarakan kebijakan kepada masing-masing segmen tersebut membutuhkan cara dan strategi yang berbeda. UUPPLH yang sangat bernuansa ilmiah dan akademis hanya akan mampu dipahami oleh komunitas rasional. Hanya sayangnya komunitas rasional di perkotaan tidak lebih dari 30 %, bahkan di desa-desa, komunitas rasional tidak melebihi dari 5 %.[3]
Selain itu, dari ketigabelas instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang termuat dalam pasal 14 UU no. 32 Tahun 2009 tersebut, diperkenalkan instrumen baru yang tidak terdapat dalam UUPLH sebelumnya, yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang wajib dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah untuk memastikan terintegrasinya prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (pasal 15 ayat 1 UU no. 32 tahun 2009). Namun demikian, tidak seperti halnya analisa dampak lingkungan (AMDAL) yang disertai sanksi berat pelanggarannya, UUPPLH ini tidak mencantumkan sanksi apapun bagi pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak melakukannya.[4]
Hal yang perlu di perhatikan bahwa komitmen pemerintah daerah dalam masalah lingkungan hidup masih kurang, seperti dalam hasil survey yang dilakukan oleh Sugeng Suryadi Syndicat tahun 2006 yang mengatakan bahwa kepala daerah kurang peduli terhadap lingkungan hidup. Menurutnya sekitar 47% kepala daerah kurang peduli dengan lingkungan hidup, 9% tidak peduli, cukup peduli 37% dan sangat peduli hanya berkisar 6,4%.[5]
Dalam pelaksanaannya biokrasi memerlukan komitmen yang tinggi dalam semua tatanan, mulai dari perumusan kebijakan sampai pada pelaksanaan operasional dilapangan. Perlu dikembangkan suatu mekanisme pelaksanaan biokrasi pada semua level. Sehingga apa yang yang sudah dirumuskan pada tingkat kebijakan dapat dilaksanakan ditingkat operasional. Para politisi, aparat birokrat dan masyarakat bersama-sama perlu memahami biokrasi dan tahu bagaimana melaksanakannya.
Dalam UU No.32 tahun 2009 yang dimaksud dengan baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Selanjutnya pada pasal 20 dinyatakan baku mutu lingkungan meliputi, baku mutu air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambient, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menerapkan baku mutu lingkungan terkait temperatur air seperti yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan proses yang tidak sederhana dan membutuhkan investasi yang besar sehingga tidak dapat diterapkan dalam waktu cepat.[6]
Selain beberapa permasalahan dalam UUPPLH diatas, masih banyak hal-hal yang berpengaruh dalam penegakan hukum lingkungan, ketentuan hukum (Undang-Undang) memang sangat penting dan berperang dalam hal ini, tetapi faktor-faktor lain seperti kesadaran masyarakat tidak bisa dinafikan.Posisi dan peranan aturan tersebut hanyalah sebagai sarana penunjang belaka, sebagai sarana penunjang maka keampuhan dan kedayagunaannya akan selalu tergantung kepada siapa dan dengan cara bagaimana digunakannya. Betapa pun ampuh dan sempurnanya sarana, namun jika yang menggunakannya tidak memiliki keterampilan dan kemahiran sudah pasti keampuhan dan kesempurnaan daripada sarana tersebut tidak akan terwujud.



[1] (Siswanto Sunarso, 2005:31).
[2] (Siti Khotijah, 2009: http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/11/lg/analisis-filosofi-uu-nomor-32-tahun-2009/).

[3] (AgusAdianto,2009:http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ac-id=NjkzMw==).
[4]  (Anonime,2009:http://www.duniaesai.com/direktori/esai/42-lingkungan/231-waspadai-pelaksanaan-uu-pplh-no-32-tahun-2009.html).
[5] (Darmansyah, 2008: http://id.shvoong.com/books/1824482-benang-kusut-pengelolaan-lingkungan-hidup/).

[6] (Anonime, http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/3197-implikasi-uu-no-32-tahun-2009-terhadap-industri-migas-nasional.html).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar