Disusun
dalam rangka Memenuhi Persyaratan
Tugas
Mata Kuliah Hukum Lingkungan
OLEH
:
SENDI
NUGRAHA
110110090144
FAKULTAH
HUKUM
UNIVERSITAS
PADJAJARAN
2012
Lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembangunan
ekonomi nasional sebagai mana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Didorong dengan semangat otonomi
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia
telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan
pemerintah daerah, termasuk dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga
perlu dilakukan perlindungan dan perngelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Pemanasan global
yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Untuk lebih menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan
ekosistem, perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang – Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan uraian yang telah
dijelaskan di atas, maka pertimbangan-pertimbangan tersebut melahirkan suatu
perubahan baru pada sistem perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang
dituangkan ke dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009. Pemaparan tersebut
dapat dipahami sebagai berikut:
Mengenai Pencegahan diatur dalam pasal 14 – 18.
·
Pasal 14 = Pasal ini
berisikan penjelasan mengenai Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkunganhidup terdiri atas 13 Instrumen yang berkaitan antara satu dengan
lainnya (berkesinambungan/berkorelasi), yaitu: KLHS, tata ruang, bakumutu
lingkungan hidup, kriteria bakukerusakan lingkungan hidup, amdal, UKL-UPL,
perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan
berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko
lingkungan hidup, audit lingkungan hidup dan instrumen lain sesuai dengan
kebutuhan dan/atau perkembangan ilmupengetahuan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
·
Pasal 15 = Pasal ini
menjelaskan bahwa KLHS yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
haruslah sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan ( RTRW, RPJP, RPJM )sehingga
terciptanya integrasi dalam pembangunan suatu wilayah baik ditinjau dari
kebijakan, rencana, maupun programnya. Adapun mekanismenya yaitu:
ü pengkajian pengaruh
kebijakan, rencana, program terhadap kondisi lingkungan hidup disuatu wilayah.
ü Melalui perumusan
alternatif penyempurnaan ebijakan,rencana, dan/atau program; dan
ü rekomendasi
perbaikan untuk pengambilan eputusankebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip embangunanberkelanjutan.
·
Pasal 16 = Pasal ini
memuat kajian-kajian di Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yaitu sebanyak 6
kajian pokok.
·
Pasal 17 = Pasal ini
menjelaskan mengenai hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam sebelumnya yang menjadi
dasar bagi kebijakan, encana, dan/atau program pembangunan alam suatu wilayah
didorong dengan daya dukung dan daya tampung yang sudah terlampaui.
·
Pasal 18 = Pasal
ini secara tegas mengatur bahwa KLHS sebagaimana diatur dalam pasal sebelumnya
harus dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Sedangkan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Tata Ruang
·
Pasal 19 = Pasal ini
menegaskan bahwa utuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah haruslah wajib
didasarkan pada KLHS.
Baku Mutu Lingkungan Hidup
·
Pasal 20 = Pasal ini
mengatur dan menjelaskan mengenai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup disuatu tempat haruslah diukur melalui bakumutu lingkungan hidup.
Menjelaskan mengenai 7 macam baku mutu, serta pembolehan kepada setiap orang
diperbolehkan untuk membuang limbahke media lingkungan hidup dengan berbagai persyaratan
yang telah diatur.
Kriteria BakuKerusakan Lingkungan Hidup
·
Pasal 21 = Pasal ini
menjelaskan upaya untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dengan kriteria-kriteria
serta unsur-unsur mengenai baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan
akibat perubahan iklim.
Amdal
·
Pasal 22 = Pasal ini
mengatur mengenai Amdal yang mana setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampakpenting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal, serta mengatur
penentuan dampak pentingnya.
·
Pasal 23 = Pasal
ini memuat 9 kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib
dilengkapi dengan amdal terdiri atas, yang ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapidengan amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturanMenteri.
·
Pasal 24 = Pasal ini
menjelaskan bahwa suatu dokumen mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal
sebelumnya merupakan suatu dasar atas penetapan keputusan kelayakan lingkungan
hidup.
·
Pasal 25 = Pasal
ini menjelaskan mengenai segala sesuatu yang dimuat dalam dokumen amdal
mengenai 9 hal.
·
Pasal 26 = Pasal ini
menegaskan bahwa dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan
masyarakat, dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan
dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
·
Pasal 27 = Pasal ini
membahas tentang penyusunan dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada
pasal sebelumnya dapat meminta bantuan kepada pihak-pihak lain.
·
Pasal 28 = Pasal ini
membahas mengenai penyusun amdal yang harus memiliki sertifikasi kompetensi
penyusun amdal, dengan berbagai kriteria yang diatur di dalam pasal
ini.Sertifikasi kompetensi penyusun amdal tersebut diterbitkanoleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
Pasal 29 = Pasal ini
menjelaskan bahwa dokumen amdal dinilai
oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengankewenangannya. Komisi tersebut wajib memiliki lisensi
dan persyaratan dan tatacara lisensi diatur dengan Peraturan Menteri.
·
Pasal 30 = Pasal ini
mengatur mengenai keanggotaan Komisi Penilai Amdal, dan dalam melaksanakan
tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen
yang melakukankajian teknis dan secretariat yang dibentuk untuk itu.
·
Pasal 31 = Pasal ini
membahas hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup sesuai dengan kewenangannya.
·
Pasal 32 = Pasal ini
menjelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal
bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup, dapat berupa fasilitasi, biaya,dan/atau penyusunan
amdal. Sedangkan Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi
lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
·
Pasal 33 = Pasal ini
menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
UKL-UPL
·
Pasal 34 = Pasal ini
menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria wajib amdal harus memiliki UKLUPL.
·
Pasal 35 = Pasal ini
menjelaskan mengenai usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup. Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukanberdasarkan
kriteria yang tercantum dalam pasal ini.
Perizinan
·
Pasal 36 = Pasal ini
menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan yang diterbitkan berdasarkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan tersebut wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup
atau rekomendasi UKL-UPL. Sedangkan Izin lingkungan itu diterbitkan oleh
Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
·
Pasal 37 = Pasal ini
mengatur mengenai kewenangan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berkewajiban
menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL. Dalam pasal ini juga mengatur hal-hal yang mengenai
pembatalan izin lingkungan.
·
Pasal 38 = Pasal ini
menjelaskan bahwa izin lingkungan juga dapat dibatalkan melalui keputusan
pengadilan tata usaha negara.
·
Pasal 39 = Pasal ini
mengatur mengenai kewajiban Menteri, gubernur, atau bupati / walikota
sesuai dengan kewenangannya untuk mengumumkan setiap permohonan dan keputusan
izin lingkungan, yang dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat.
·
Pasal 40 = Pasal ini
menegaskan bahwa Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izinlingkungan.
·
Pasal 41 = Pasal ini
mengatur mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
·
Pasal 42 = Pasal ini
menegaskan bahwa dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup yang dijelaskan dalam pasal ini.
·
Pasal 43 = Pasal ini
menjelaskan mengenai Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi ,
Instrumen pendanaan lingkungan hidup, Insentif dan/ataudisinsentif, serta ketentuan
lebih lanjut mengenai instrument ekonomi lingkungan hidup yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Analisis Terhadap Kelemahan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Untuk pelestarian terhadap masalah
lingkungan hidup sangat kompleks dan pemecahan masalahnya memerlukan perhatian
yang bersifat komperehensif dan menjadi tanggung jawab pemerintah didukung
pertisipasi masyarakat. Di Indonesia, pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan
pada dasar hukum yang jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian
hukum.[1]
Keluarnya Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) No. 32 Tahun 2009 menggantikan Undang
Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tahun 1997 yang dianggap belum bisa
menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan banyak mendapat apresiasi dan
sebagai upaya yang serius dari pemerintah dalam menangani masalah-masalah
pengelolaan lingkungan.[2]
UU No 32 Tahun 2009, juga memasuhkan
landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi. Ini penting dalam pembangunan
ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat
dengan kepentingan investasi. Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan
kita semua, baik pemerintah, dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya.
Tetapi bila dicermati lebih jauh,
masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam UUPPLH tersebut, seperti dalam
pasal 26 ayat (2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan
prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan
sebelum kegiatan dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan
seperti apa dan bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya
hukum apa yang dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan, begitupula
dalam ayat (4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan
keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan sehingga dapat
menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen
tersebut, sehingga justru mereduksi hak-hak masyarakat dalam proses awal
pembangunan.
Padahal tingkat pengetahuan
masyarakat dalam memahami undang-undang sangat kurang, seperti yang dikatakan
Tasdyanto Rohadi (Ketua Umum Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia), survei
terhadap tingkat pemahaman UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang sudah berlaku lebih dari 10 tahun menunjukkan 15 % masyarakat sebuah
kota memahami UU tersebut dengan baik. Sebagian besar lagi, yaitu 25 %
mengetahui judul tanpa mengetahui substansi pengaturan dengan baik. Yang
menyedihkan adalah, sisanya, 60 % masyarakat kota tersebut tidak mengetahui
judul dan substansi pengaturan dengan baik, dan hal ini menunjukkan bahwa cara
menyelenggarakan kebijakan kepada masing-masing segmen tersebut membutuhkan
cara dan strategi yang berbeda. UUPPLH yang sangat bernuansa ilmiah dan
akademis hanya akan mampu dipahami oleh komunitas rasional. Hanya sayangnya
komunitas rasional di perkotaan tidak lebih dari 30 %, bahkan di desa-desa,
komunitas rasional tidak melebihi dari 5 %.[3]
Selain itu, dari ketigabelas
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
termuat dalam pasal 14 UU no. 32 Tahun 2009 tersebut, diperkenalkan instrumen
baru yang tidak terdapat dalam UUPLH sebelumnya, yaitu Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) yang wajib dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
untuk memastikan terintegrasinya prinsip pembangunan berkelanjutan dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (pasal
15 ayat 1 UU no. 32 tahun 2009). Namun demikian, tidak seperti halnya analisa
dampak lingkungan (AMDAL) yang disertai sanksi berat pelanggarannya, UUPPLH ini
tidak mencantumkan sanksi apapun bagi pemerintah atau pemerintah daerah yang
tidak melakukannya.[4]
Hal yang perlu di perhatikan bahwa
komitmen pemerintah daerah dalam masalah lingkungan hidup masih kurang, seperti
dalam hasil survey yang dilakukan oleh Sugeng Suryadi Syndicat tahun 2006 yang
mengatakan bahwa kepala daerah kurang peduli terhadap lingkungan hidup.
Menurutnya sekitar 47% kepala daerah kurang peduli dengan lingkungan hidup, 9%
tidak peduli, cukup peduli 37% dan sangat peduli hanya berkisar 6,4%.[5]
Dalam pelaksanaannya biokrasi
memerlukan komitmen yang tinggi dalam semua tatanan, mulai dari perumusan
kebijakan sampai pada pelaksanaan operasional dilapangan. Perlu dikembangkan
suatu mekanisme pelaksanaan biokrasi pada semua level. Sehingga apa yang yang
sudah dirumuskan pada tingkat kebijakan dapat dilaksanakan ditingkat
operasional. Para politisi, aparat birokrat dan masyarakat bersama-sama perlu
memahami biokrasi dan tahu bagaimana melaksanakannya.
Dalam UU No.32 tahun 2009 yang
dimaksud dengan baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu
sebagai unsur lingkungan hidup. Selanjutnya pada pasal 20 dinyatakan baku mutu
lingkungan meliputi, baku mutu air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut,
baku mutu udara ambient, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu
lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk
menerapkan baku mutu lingkungan terkait temperatur air seperti yang
dipersyaratkan tersebut, diperlukan proses yang tidak sederhana dan membutuhkan
investasi yang besar sehingga tidak dapat diterapkan dalam waktu cepat.[6]
Selain beberapa permasalahan dalam
UUPPLH diatas, masih banyak hal-hal yang berpengaruh dalam penegakan hukum
lingkungan, ketentuan hukum (Undang-Undang) memang sangat penting dan berperang
dalam hal ini, tetapi faktor-faktor lain seperti kesadaran masyarakat tidak
bisa dinafikan.Posisi dan peranan aturan tersebut hanyalah sebagai sarana
penunjang belaka, sebagai sarana penunjang maka keampuhan dan kedayagunaannya
akan selalu tergantung kepada siapa dan dengan cara bagaimana digunakannya.
Betapa pun ampuh dan sempurnanya sarana, namun jika yang menggunakannya tidak
memiliki keterampilan dan kemahiran sudah pasti keampuhan dan kesempurnaan
daripada sarana tersebut tidak akan terwujud.
[2] (Siti Khotijah, 2009:
http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/11/lg/analisis-filosofi-uu-nomor-32-tahun-2009/).
[4] (Anonime,2009:http://www.duniaesai.com/direktori/esai/42-lingkungan/231-waspadai-pelaksanaan-uu-pplh-no-32-tahun-2009.html).
[5] (Darmansyah, 2008:
http://id.shvoong.com/books/1824482-benang-kusut-pengelolaan-lingkungan-hidup/).
[6] (Anonime, http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/3197-implikasi-uu-no-32-tahun-2009-terhadap-industri-migas-nasional.html).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar