Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Minggu, 05 Mei 2013

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)



A. Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

            Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR: Abad ke-19: dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa. Pasca kemerdekaan Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD) awal 1970an : didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah. 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru.
Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR 1992 : Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.

B. Definisi
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi.

C. Kegiatan Usaha BPR
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR
-       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
-       Memberikan kredit; Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.

Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR
-       Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
-       Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia);
-       Melakukan penyertaan modal;
-       Melakukan usaha perasuransian;
-       Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada butir C.1.

BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BPR

            Sebagai salah satu jenis bank maka pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan memberikan izin (right to license), kewenangan untuk mengatur (right to regulate), kewenangan untuk mengawasi (right to control) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction).
            Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat.

A. Ketentuan Kelembagaan

PENDIRIAN BPR
            BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia oleh :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;
c. Pemerintah Daerah; atau
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.

Modal disetor untuk mendirikan BPR :
a. Rp.5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b. Rp.2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
c. Rp.1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a dan b;
d. Rp.500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a, b dan c.

KEPEMILIKAN BPR
            Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak yang:
a. tidak termasuk dalam daftar orang-orang tercela di bidang perbankan.
b. memiliki integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan operasional BPR secara sehat.

Sumber dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dilarang berasal dari:
a. pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain (kecuali berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan
b. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR.

KEPENGURUSAN BPR
Kepengurusan BPR terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota Direksi dan dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR untuk menilai integritas, kompetensi dan reputasi keuangan. Anggota Direksi paling sedikit berjumlah 2 orang dan memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi.

MERGER,KONSOLIDASI DAN AKUISISI BPR
            Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
            Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa likuidasi.
            Akuisisi BPR adalah pengambilalihan saham oleh perorangan atau badan hukum yang mengakibatkan beralihnya pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham menjadi sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari modal disetor BPR namun menentukan baik secara langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan bank.
            Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia dan dapat dilakukan atas inisiatif BPR yang bersangkutan atau permintaan Bank Indonesia.
            Merger atau Konsolidasi hanya dapat dilakukan antar BPR. Merger atau Konsolidasi antara BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil merger atau konsolidasi menjadi BPR Syariah.
            Merger atau konsolidasi BPR dapat dilakukan antar BPR yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama atau antar BPR dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil merger/ konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi yang sama.

PEMBUKAAN KANTOR
Kantor Cabang BPR

            Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dalam wilayah provinsi yang sama dengan Kantor Pusatnya dengan mempertimbangkan tingkat kesehatan, kemampuan permodalan, teknologi informasi dan rencana pembukaan Kantor Cabang tersebut telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR.

Kantor Kas
            Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan dalam satu wilayah Kabupaten atau Kota dengan kantor induknya dengan mempertimbangkan tingkat kesehatan dan rencanaan pembukaan Kantor Kas tersebut telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR.

Kegiatan Kas di Luar Kantor
            Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan Kas Mobil, Kas Terapung dan
Payment Point hanya dapat dilakukan dalam wilayah Kabupaten atau Kota yang sama
dengan kantor induknya. Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan ATM yang diselenggarakan sendiri oleh BPR hanya dapat dilakukan dalam wilayah Provinsi yang sama dengan kantor induknya.
            Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan ATM melalui kerjasama dengan bank umum dapat dilakukan sampai luar wilayah Provinsi tempat kedudukan kantor induknya.

PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR
            Permohonan izin Pemindahan Alamat Kantor Pusat dan Kantor Cabang wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilampiri
a.         alasan pemindahan alamat kantor dan rencana penyelesaian atau pengalihan
            tagihan dan kewajiban; dan
b.         analisis atas potensi dan kelayakan pemindahan alamat kantor.
            Bagi pemindahan alamat kantor ke luar wilayah Kabupaten, Kota atau Provinsi perlu mendapat persetujuan prinsip terlebih dahulu. BPR wajib melaporkan rencana pemindahan alamat Kantor Kas kepada Bank Indonesia dengan menjelaskan alasan pemindahan dan kesiapan Kantor Kas. BPR wajib melaporkan rencana pemindahan Kegiatan Kas di Luar Kantor berupa ATM dan Payment Point kepada Bank Indonesia.

PERUBAHAN NAMA DAN BENTUK BADAN HUKUM

Perubahan Nama
            BPR yang telah memperoleh persetujuan perubahan nama dari instansi yang berwenang wajib mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan perubahan nama dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang mengenai penetapan penggunaan izin usaha yang dimiliki BPR dengan nama yang baru.
            BPR wajib mengumumkan pelaksanaan perubahan nama kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan dan menyampaikan bukti pengumuman kepada Bank Indonesia.

Perubahan Bentuk Badan Hukum Perubahan bentuk badan hukum dilakukan dalam dua tahap yaitu:
a.    Permohonan izin prinsip yang diajukan kepada Bank Indonesia sebelum
            dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota.
b.    Permohonan pengalihan izin usaha BPR dari badan hukum lama kepada badan hukum baru.
Pembubaran badan hukum lama hanya dapat dilakukan setelah Bank Indonesiamemberikan persetujuan pengalihan izin usaha dan pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru dilaksanakan sesuai dengan akta berita acara.
Pelaksanaan perubahan bentuk badan hukum BPR wajib diumumkan kepada
masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan dan menyampaikan bukti pengumuman perubahan bentuk badan hukum kepada Bank Indonesia.

PENUTUPAN KANTOR
            Penutupan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dengan cara mengajukan permohonan penutupan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penutupan dan penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta pihak-pihak lain. Rencana penutupan Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penutupan sebelum pelaksanaan.
            Penutupan Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib
diumumkan kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan.
            Pelaksanaan penutupan Kantor Cabang, Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Penutupan Sementara
            Permohonan penutupan kantor sementara di luar hari libur resmi sebanyak-banyaknya 5 hari kerja dalam kurun waktu 1 (satu) tahun takwim wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan diajukan dengan menyebutkan alasan penutupan, jangka waktu penutupan dan tanggal akan dibukanya kembali kantor dimaksud.
            BPR wajib mengumumkan rencana penutupan kantor sementara kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan dan menyampaikan bukti pengumuman kepada Bank Indonesia serta melaporkan pembukaan kembali kantor.

PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
            BPR dapat mengubah kegiatan usahanya menjadi BPRS dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia dan mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia tentang BPR berdasarkan Prinsip Syariah.

B. Ketentuan Kehati-hatian

KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM (KPMM)
            BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8% yang dihitung dari perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Komponen modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modal pelengkap maksimum sebesar 100% dari modal inti. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak), laba tahun-tahun lalu (setelah diperhitungkan pajak) dan laba tahun berjalan (sebesar 50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang pada modal inti berupa goodwill, disagio, rugi tahun-tahun lalu dan rugi tahun berjalan.
            Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum (maksimum sebesar 1,25% dari ATMR), modal pinjaman (hybrid/quasi capital), pinjaman subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti).
            ATMR terdiri dari aktiva neraca BPR yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos aktiva.

BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
            BMPK adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
a. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut: Penyediaan Dana Pada tanggal pelaporan BMPK Modal pada tanggal laporan BMPK X 100% - [BMPK]
b. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut : Penyediaan Dana Pada saat pemberiannya Modal pada saat pemberian Penyediaan dana
X 100% - [BMPK]
            BMPK untuk satu peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR ditetapkan setinggi tingginya 20 % dari modal BPR. BMPK bagi pihak yang terkait dengan BPR secara individu maupun secara keseluruhan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal BPR. Terhadap pelampauan BMPK, BPR diwajibkan menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dan dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan dan dapat dikenakan sanksi pidana.

KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
            Aktiva produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk Kredit, SBI dan
Penempatan Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana pengurus BPR wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas Aktiva Produktif senantiasa Lancar.
Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan membayar dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh Debitur.

PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)
            PPAP adalah penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR untuk menutup risiko
kerugian. Besarnya PPAP umum minimal adalah 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar (tidak termasuk SBI).
            Besarnya PPAP khusus ditetapkan minimal :
a.    10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
b.    50% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
c.    100% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
            Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan
PPAP adalah sebesar :
a.    100% dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank Indonesia, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan, emas dan logam mulia;
b.    80% dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak tanggungan;
c.    60% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB), hak pakai tanpa hak tanggungan;
d.    50% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
e.    50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.

RESTRUKTURISASI KREDIT
            Restrukturisasi Kredit dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit dan debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. BPR dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kredit, peningkatan pembentukan PPAP dan, atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Kualitas Kredit yang direstrukturisasi adalah maksimum Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah, untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar.
            Kualitas Kredit yang direstrukturisasi dapat menjadi Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 kali periode pembayaran secara berturut-turut dan apabila debitur tidak mampu memenuhi kondisi ini maka kualitas kreditnya sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit.

PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER)
            BPR wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) dengan cara menetapkan kebijakan dan prosedur penerimaan, mengidentifikasi, memantau rekening dan transaksi serta manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
            Terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi nasabah, BPR wajib memiliki sistem informasi/sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah serta melakukan pemantauan atas transaksi yang dilakukan oleh nasabah, termasuk mengidentifikasi terjadinya transaksi keuangan mencurigakan.
            BPR wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) paling lambat 3 hari kerja setelah diketahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Bank Indonesia melakukan penilaian dan pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang bagi Bank Umum.

C. Ketentuan mengenai Tingkat Kesehatan BPR
            Tingkat kesehatan BPR dinilai dengan atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BPR, yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang dapat menurunkan dan atau menggugurkan TKS. Hal-hal yang terkait dengan penilaian tersebut antara lain :
a.    Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
b.    Bobot setiap faktor CAMEL adalah :
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%
c.    Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK, pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data pribadi nasabah.
d.    Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing, praktek Bank dalam bank, kesulitan keuangan, praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.

D. Ketentuan Exit Policy

TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BPR DALAM STATUS PENGAWASAN
KHUSUS (DPK)
            Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus Bank Indonesia yaitu apabila Rasio KPMM kurang dari 4% dan atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%.
            Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan maksimal selama 6 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dari BI dan tidak dapat diperpanjang. Selama jangka waktu pengawasan khusus tersebut, Bank Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham antara lain untuk :
a. menambah modal,
b. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya,
c. mengganti anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR,
d. melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain,
e. menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban BPR,
f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak lain,
g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada pihak lain, dan/atau
h. menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
            Selama jangka waktu pengawasan khusus sampai dengan pada saat berakhirnya jangka waktu tersebut, BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling sedikit sebesar 3%.
            BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak pengawasan khusus wajib memperbaiki kondisi keuangan sehingga rasio KPMM meningkat paling sedikit 25% dari selisih untuk mencapai Rasio KPMM sebesar 4 % dan Rasio KPPM lebih besar dari 0%. Apabila BPR tidak dapat memenuhi kondisi tersebut, maka BPR dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana dan Bank Indonesia akan mengumumkan larangan dimaksud kepada masyarakat.
            Bank Indonesia memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan apabila BPR yang ditetapkan dalam status
pengawasan khusus:
a. tidak memenuhi Rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling sedikit sebesar 3%.
b. tidak dapat meningkatkan Rasio KPMM menjadi lebih besar dari 0% dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM sama dengan atau lebih kecil dari 0%; atau
c. memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% dalam jangka waktu 3 bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih besar dari 0%; atau
d. memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% setelah jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c, sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. LPS akan melakukan penilaian untuk mengambil keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan. Apabila LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan, Bank Indonesia akan mencabut izin usaha.
BPR yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS dan mengumumkannya kepada masyarakat.

LIKUIDASI BPR
            Likuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum BPR. Beberapa alasan suatu BPR dicabut izin usahanya oleh BI adalah karena :
a. tindakan penyelamatan yang diminta oleh BI terhadap BPR yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi BPR.
b. menurut penilaian BI keadaan suatu BPR dapat membahayakan sistem perbankan.
c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham BPR.
Jangka waktu likuidasi ditetapkan sebagai berikut :
a. pelaksanaan likuidasi BPR paling lama 5 tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi.
b. apabila melebihi 5 tahun, penjualan aset dilakukan melalui lelang dalam jangka waktu 180 hari sejak berakhirnya pelaksanaan likuidasi BPR.

E. Ketentuan lain – Lain

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) PERBANKAN
            BPR wajib menyediakan dana pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan danketrampilan SDM di bidang perbankan sebesar 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya. Apabila dana pendidikan tersebut masih tersisa, maka sisa dana tersebut wajib ditambahkan ke dalam dana pendidikan dan pelatihan tahun berikutnya.
            Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan cara :
a. dilaksanakan oleh BPR sendiri;
b. ikut serta pada pendidikan yang dilakukan BPR lain;
c. bersama-sama dengan BPR lain menyelenggarakan pendidikan; atau
d. mengirim SDM mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan perbankan.

SISTEM INFORMASI DEBITUR (SID)
            Penyelenggaraan SID dimaksudkan untuk membantu pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah penerapan manajemen risiko, dan membantu bank dalam melakukan identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku.
            BPR yang memiliki total aset sebesar Rp 10 milyar atau lebih wajib menjadi pelapor SID sementara BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp 10 milyar namun telah memiliki infrastruktur yang memadai dapat menjadi pelapor dalam SID.

F. Laporan – Laporan BPR

LAPORAN BULANAN
            Laporan Bulanan BPR adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari
neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud. Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah
berakhirnya bulan laporan.

LAPORAN BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
            BPR wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang berisi
fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK
dan seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

LAPORAN SISTEM INFORMASI DEBITUR (SID)
            Laporan Debitur meliputi informasi mengenai debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas penyediaan dana, agunan, penjamin dan laporan keuangan debitur. Laporan Debitur disampaikan paling lambat tanggal 12 setelah bulan Laporan Debitur yang bersangkutan.

LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI
BPR wajib menyampaikan Laporan Keuangan Publikasi kepada Bank Indonesia secara triwulanan untuk posisi pelaporan akhir bulan Maret, Juni, September dan
Desember yang terdiri dari laporan keuangan dan informasi lainnya dan disajikan Dalam bentuk perbandingan dengan laporan posisi yang sama tahun sebelumnya.
            Laporan Keuangan Publikasi diumumkan pada surat kabar lokal atau ditempelkan pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan paling lambat:
a. 1 bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni dan September;
b. 2 bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang tidak diaudit oleh Akuntan Publik;
c. 4 bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Desember yang diaudit oleh Akuntan Publik.

LAPORAN PENGADUAN NASABAH
            BPR wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau perwakilan nasabah dengan menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan dan pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
            BPR wajib menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulanan paling lambat satu bulan setelah masa berakhirnya masa laporan.

LAPORAN RENCANA KERJA DAN PELAKSANAAN RENCANA KERJA
            Rencana Kerja disusun oleh Direksi atau yang setingkat dan disetujui oleh Dewan Komisaris yang memuat rencana penghimpunan dana dan penyaluran dana, proyeksi neraca dan perhitungan rugi laba yang dirinci dalam 2 semester, rencana pengembangan sumber daya manusia dan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/ meningkatkan kinerja BPR.
            Rencana kerja disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya akhir Januari tahun kerja yang bersangkutan.
Laporan pelaksanaan rencana kerja disampaikan oleh Dewan Komisaris BPR kepada Bank Indonesia secara semesteran yang berisi penilaian terhadap pelaksanaan rencana kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian target serta uraian mengenai permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran operasional BPR dan upaya yang telah dan akan dilakukan untuk mengatasinya.
            Batas waktu penyampaian laporan selambatnya pada akhir bulan Agustus untuk laporan akhir bulan Juni dan pada akhir bulan Februari untuk laporan akhir bulan Desember.

LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN (LKT)
            BPR wajib menyampaikan LKT kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut :
1.    Bagi BPR dengan total aset Rp10 miliar atau lebih wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar dan disampaikan selambat-lambatnya akhir bulan April tahun berikutnya.
2.    Bagi BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10 miliar, LKT yang disampaikan adalah LKT yang telah dipertanggungjawabkan Direksi atau yang setingkat kepada RUPS atau Rapat Anggota dan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun buku berakhir.

            Laporan Keuangan Tahunan terdiri dari Neraca, Laporan Komitmen dan Kontinjensi, Perhitungan Laba Rugi dan Laba Ditahan, Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.

LAPORAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA
            Laporan struktur usaha kelompok usaha mencakup seluruh pihak yang terkait dengan BPR dari segi pengendalian sampai dengan ultimate shareholders dengan mencantumkan porsi kepemilikan dan susunan kepengurusan tiap-tiap pihak yang terkait.

LAPORAN LAINNYA
a. Laporan yang berkaitan dengan kelembagaan BPR
b. Laporan yang berkaitan dengan kepengurusan BPR
c. Laporan yang berkaitan dengan operasional BPR
d. Laporan khusus yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan BPR
e. Laporan transaksi keuangan mencurigakan (ke PPATK)

BAB III. PENGEMBANGAN BPR
            Kebijakan dan strategi pengembangan BPR ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPR yaitu BPR sebagai community bank yang sehat, kuat, produktif serta menyebar diseluruh Indonesia dan fokus dalam penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan. Dalam rangka peningkatan daya saing dan jangkauan pelayanan BPR, upaya serta strategi yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut:

Memperkuat Kelembagaan
            Kelembagaan industri BPR perlu diperkuat melalui pemberdayaan potensi daerah, peningkatan permodalan BPR, kebijakan yang mendorong penyebaran BPR di seluruh Indonesia, perluasan jaringan kantor dan kerjasama dengan Bank Umum serta lembaga keuangan lain dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM (Linkage Program).
(i)         Peningkatan Permodalan di Indonesia
            Untuk meningkatkan kemampuan BPR dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan daya saing, upaya untuk mendorong BPR melakukan merger atau konsolidasi terus dilakukan agar BPR memiliki permodalan yang kuat, jaringan kantor yang lebih terintegrasi, dan beroperasi secara efisien. Selain daripada itu BPR juga harus mampu memenuhi ketentuan modal disetor sesuai dengan ketentuan pada waktu yang telah ditetapkan.
(ii)        Penyebaran BPR di Seluruh Indonesia
            Hingga akhir Desember 2006 jumlah BPR masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali (77%) sehingga diperlukan dukungan regulasi yang mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali selain adanya regulasi yang memperketat pendirian BPR baru di pulau Jawa dan Bali. Perubahan ketentuan mengenai BPR terkait dengan kualifikasi Calon Direksi sebagaimana tertuang dalam PAKTO 2006 merupakan salah satu upaya yang diharapkan mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali.
Bagi calon anggota Direksi yang tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat di bidang
operasional perbankan paling singkat selama 2 tahun dapat memenuhi persyaratan
sebagai calon anggota Direksi dengan mengikuti magang paling singkat selama 3 bulan
di BPR dan memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi, pada saat diajukan
sebagai calon anggota Direksi.
(iii)       Perluasan Jaringan Kantor
            Dalam rangka meningkatkan daya saing dan memperluas jangkauan pelayanan BPR, telah dikeluarkan Paket kebijakan sektor keuangan berupa kemudahan pembukaan Kantor Cabang (KC) BPR yaitu BPR tidak lagi dibatasi untuk dapat membuka KC dalam setahun. Persyaratan pembukaan KC hanya didasari pada persyaratan CAR dan TKS, sedangkan persyaratan untuk modal disetor dipenuhi sesuai masa pentahapan. (iv) Peningkatan Kerjasama BPR dengan Bank Umum/Lembaga Lain (Linkage Program) Linkage Program merupakan kerjasama Bank Umum dan BPR yang dilandasi semangat kemitraan yang bersifat symbiosis mutualistic dengan tetap berorientasi pada aspek bisnis yang tertuang dalam Generic Model Linkage Program. Strategi ini merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Umum dengan BPR untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dalam rangka penyaluran kredit UMKM. Linkage Program dinilai telah memberikan hasil yang positif dalam pengembangan BPR serta peningkatan kredit kepada nasabah UMKM. Bank Indonesia berperan dalam memberikan bantuan teknis kepada Bank Umum berupa pelatihan mengenai BPR. Dalam rangka mengevaluasi dan menyempurnakan Linkage Program di masa yang akan datang, telah dilakukan survei pelaksanaan Linkage Program kepada seluruh BPR yang telah mendapat pembiayaan dari Bank Umum.

Meningkatkan Kualitas Pengaturan
            Peningkatan kualitas pengaturan terus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan pemenuhan modal disetor minimum, melakukan review, evaluasi dan penyempurnaan ketentuan kehati-hatian, kelembagaan dan penilaian tingkat kesehatan BPR dengan mempertimbangkan strata total aset, karakteristik ekonomi dan budaya daerah. Untuk menunjang kualitas pengaturan maka penyusunan ketentuan didukung oleh penelitian yang diperlukan untuk pengembangan BPR dalam rangka peningkatan peran dan kontribusinya sebagai lembaga pembiayaan kepada UMKM dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan. Pada tahun 2006 triwulan ke IV telah dikeluarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Paket Oktober dan November 2006 yang merupakan perubahan beberapa ketentuan mengenai Kelembagaan BPR, KPMM, KAP dan PPAP, serta Transparansi Kondisi Keuangan BPR.
Meningkatkan Efektivitas Sistem Pengawasan
            Industri BPR yang sehat, kuat, produktif dan dipercaya tidak terlepas dari sistem pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Selain meningkatkan kompetensi pengawas melalui pelatihan secara terus-menerus dan sertifikasi pengawas, telah diterbitkan Pedoman Teknik Pengawasan yang Terfokus untuk dijadikan acuan bagi seluruh pengawas BPR untuk meningkatkan kualitas pengawasan terutama dalam mendeteksi secara dini (early warning) permasalahan BPR yang makin kompleks atau potensi permasalahan yang terjadi.
            Dengan pedoman tersebut diharapkan dapat mengurangi seminimal mungkin terjadinya pelanggaran dan penyimpangan BPR terhadap ketentuan bahkan permasalahan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana di bidang perbankan serta menjadi panduan bagi pengawas baik dalam pengawasan maupun dalam menentukan area pemeriksaan untuk memenuhi prinsip Know Your Bank.
            Peningkatan efektivitas sistem pengawasan tidak terlepas dari peran sistem informasi yang ada. Oleh karena itu telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem informasi antara lain melalui penyampaian laporan BPR secara on line kepada Bank Indonesia, penyempurnaan sistem informasi dan manajemen pengawasan BPR yang terintegrasi serta penyempurnaan informasi dan publikasi tentang perkembangan dan kondisi BPR secara reguler.

Mendorong Kualitas Tata Kelola (governance), Manajemen dan Operasional
yang Sehat dan Profesional
            BPR di masa mendatang diharapkan dikelola oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas kompetensi SDM BPR perlu terus ditingkatkan sehingga tercapai standar kualitas yang memadai dalam pengelolaan BPR. Upaya yang dapat dilakukan meliputi meningkatkan profesionalisme SDM BPR melalui program sertifikasi bagi Direktur BPR dan pelatihan bagi SDM BPR lainnya, memfasilitasi peningkatan ketrampilan dan pengetahuan SDM BPR mengenai inovasi produk baik simpanan maupun pembiayaan terutama kredit kepada sektor pertanian dan masyarakat pedesaan serta mendorong pemanfaatan teknologi informasi untuk operasional dan penyusunan laporan keuangan intern BPR maupun laporan kepada Bank Indonesia. Pengelolaan BPR yang sehat dan dijalankan secara profesional akan meningkatkan kredibilitas BPR di mata masyarakat.

Memberdayakan Infrastruktur Pendukung Industri BPR yang Efektif
            Strategi untuk mendorong terbentuknya infrastruktur yang mendukung industri BPR dilakukan melalui peningkatan peran Asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengembangan BPR terutama dalam pengembangan SDM BPR, mewujudkan lembaga Apex, peningkatan efektifitas lembaga sertifikasi profesi, serta peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan BPR.
(i)         Lembaga Apex
            Lembaga Apex merupakan lembaga pengayom bagi BPR dengan menjalankan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mendukung operasional industri BPR agar lebih efisien baik melalui pemberian bantuan likuiditas bagi BPR yang mengalami liquidity mismatch dan bantuan dana untuk ekspansi BPR maupun bantuan teknis antara lain seperti pelatihan, teknologi informasi, konsultasi manajemen, penyedia jasa dalam sistem pembayaran bagi BPR anggota (terbatas)
            Pada bulan Agustus 2005 dibentuk Kelompok Kerja Apex untuk mempersiapkan pilot project Apex. Hasil dari pilot project tersebut yaitu terdapat Lembaga Apex yang telah berjalan di 5 wilayah pilot project meliputi Yogyakarta dengan pola BPR sebagai Leader, Sumatra Barat dan Jawa Barat dengan pola kerjasama dengan Bank Umum serta Bali dan Jawa Tengah dengan pola BPR Leader yang didukung oleh PT PNM. Pada tahun 2007, upaya pembentukan Lembaga Apex BPR akan dilanjutkan melalui pemantauan dan pertemuan teknis dengan penyelenggara Apex di 5 wilayah serta kemungkinan perluasan pelaksanaan Apex di wilayah lain.
(ii)        Lembaga Sertifikasi Profesi
            Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan serta untuk mendukung aspek “fit” (kemampuan) SDM BPR maka dilaksanakan CERTIF, yaitu Program Sertifikasi Profesional untuk BPR. LSP LKM Certif merupakan lembaga yang bertugas untuk mengatur dan menetapkan sistem sertifikasi dan telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang. Tujuan utama pendirian lembaga sertifikasi ini untuk menjamin terlaksananya sistem sertifikasi bagi direktur BPR, termasuk menjamin kualitas dan pelaksanaan sistem sertifikasi; meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalisme SDM BPR.
            Melihat manfaatnya bagi peningkatan kualitas SDM BPR, maka peran lembaga ini di masa mendatang perlu diperluas dengan program sertifikasi kepada komisaris dan karyawan BPR. Hal tersebut dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR dapat ditingkatkan terutama dalam memberikan pelayanan kepada UMKM, dan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat antar lembaga keuangan yang melayani UMKM. Mulai tahun 2007 telah diimplementasikan program sertifikasi untuk calon Direktur yang terdiri dari 14 modul.

Meningkatkan Kapasitas BPR
            Dalam rangka mendukung upaya pengembangan masyarakat pedesaan dan untuk mendorong pembiayaan BPR ke sektor-sektor produktif, Bank Indonesia telah dan akan melanjutkan penyelenggaraan seminar/workshop pembiayaan BPR kepada sektor-sektor produktif seperti TKI dan sektor pertanian dengan tujuan untuk memperluas wawasan Direktur BPR dan meningkatkan kemampuan teknis Account Officer BPR dalam  pelaksanaan pembiayaan pada sektor tersebut.
            Hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan BPR kepada sektor pertanian yang telah dilaksanakan pada tahun 2005 yaitu BPR yang semula belum menyalurkan kredit ke sektor pertanian, saat ini telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian dan BPR yang sebelumnya telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian mengalami peningkatan.
            Sementara itu hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan TKI yang diselenggarakan pada tahun 2006 adalah pembiayaan TKI oleh BPR dengan negara tujuan meliputi Malaysia, Singapura dan Arab Saudi. Kegiatan workshop pembiayaan TKI oleh BPR direncanakan untuk tetap dilaksanakan pada tahun 2007 di beberapa wilayah yang merupakan kantong TKI terbesar di Indonesia.

Mewujudkan Pemberdayaan dan Perlindungan Nasabah
            Strategi pengembangan ini dimaksudkan untuk mendorong BPR agar beroperasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat melalui pemberian pelayanan dan informasi produk yang baik, sehingga nasabah BPR memahami produk yang ditawarkan BPR dan terlindungi kepentingannya. Upaya yang dilakukan meliputi melakukan pemantauan dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan nasabah, melakukan pemantauan dan evaluasi pedoman transparansi informasi produk serta menjalankan dan bekerjasama  dengan lembaga terkait untuk melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai BPR

2 komentar: