Dinamika Penyiaran 2012
Siaran Pers Refleksi Akhir Tahun KPI Pusat
Siaran Pers
782/K/KPI/12/12
Tak terasa,
perjalanan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sudah memasuki usia 10
tahun. UU Penyiaran disahkan dan diundangkan pada tanggal 28 Desember 2002 pada
saat presiden Indonesia dijabat Megawati Soekarnoputri. 10 Tahun bulanlah waktu
yang sebentar dan diwarnai dengan dinamika yang membuat implementasi UU
Penyiaran perlu direfleksikan.
Saat ini, UU
Penyiaran ini sedang dalam proses perubahan di DPR, tepatnya Komisi I DPR RI.
Perubahan UU Penyiaran yangdilakukan karena beberapa alasan, di antaranya
tuntutan perubahan teknologi, posisi kelembagaan KPI, soal monopoli serta model
bisnis penyiaran, tanggung jawab sosial media penyiaran dan masih rendahnya
peran serta masyarakat dalam pengembangan dunia penyiaran.
Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan laporan kepada publik mengenai
kinerja KPI Pusat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya di tahun 2012 dalam
bidang Kelembagaan, Isi Siaran, dan Infrastruktur/Perizinan. Laporan ini
disampaikan dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir Tahun KPI yang diselenggarakan
Jumat 28 Desember 2012 di Aula Gedung Bapeten Jakarta Pusat. Dialog publik ini
mengambil tema "Dinamika Penyiaran Indonesia 2012 dan Refleksi 10 Tahun UU
Penyiaran".
a.Bidang
Kelembagaan
KPI Pusat
mengembangkan dan menguatkan kemitraan dengan berbagai elemen masyarakat.
Perjanjian kerjasama yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dikuatkan atau
diperpanjang pada tahun ini, di samping penandatangan MoU dengan pihak-pihak
baru yang dipandang perlu. Selama tahun 2012, KPI Pusat telah melakukan atau perpanjangan
MoU dengan BKKBN, KIP, Polri, Bawaslu.
KPI Pusat
juga telah melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Kemenkes terkait tayangan
iklan kesehatan. KPI Pusat membentuk kaukus kesehatan di penyiaran yang
beranggotakan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Kesehatan, Ikatan
Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan
Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI).
LIPI serta
BMKG terkait siaran tanggap bencana dan early warning system bencana, khususnya
tsunami. KPI Pusat bersama LIPI dan BMKG membuat modul untuk tanggap bencana
tsunami dan turut serta dalam pelatihan untuk lembaga penyiaran, di lembaga
penyiaran RRI Jakarta dan MetroTV.
Selain itu
KPI bersama LSF membuat memo bersama dan bersepakat untuk mewajibkan setiap
tayangan yang hadir di TV mencantumkan katagori usia. Ini penting untuk
mendidik dan melindungi masyarakat agar memilih tayangan sesuai dengan katagori
usia, juga sebagai upaya melindungi anak-anak dan remaja dari dampak buruk
konten penyiaran.
KPI Pusat juga
mengintensifkan pengembangan dan pelaksanan literasi media dengan mengajak
kerjasama dengan kalangan masyarakat sipil. Kegiatan yang dilakukan misalnya
training of trainer literasi media dan workshop pembentukan kelompok masyarakat
peduli penyiaran. KPI pusat memandang saat ini semakin banyak kelompok dan
anggota masyarakat yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap media,
khususnya media penyiaran.
Hal ini
dibuktikan dengan makin banyaknya kelompok yang memiliki konsen terhadap
masalah ini. Antara lain dibuktikan dengan samakin banyaknya kegiatan inisiatif
masyarakat yang berkaitan dengan literasi media. Selian mengadakan acara
literasi media, KPI juga semakin sering diundang untuk terlibat dalam kegiatan
literasi media oleh berbagai kelompok masyarakat, misalnya organisasi perempuan
(Dharmawanita, dll), organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan dsb.
Menangkap
gejala positif tersebut, KPI menfasilitasi pertemuan antara kelompok masyarakat
peduli media. Pada pertemuan 21 November 2012 disepakati pembentukan sebuah
forum agar dapat saling berkoordinasi dan menguatkan. Forum tersebut kemudian
dinamakan FORMAT LIMAS (Forum Masyarakat Peduli Media Sehat). Ke depan, forum
ini akan menjadi mitra utama KPI dalam menggerakkan literasi media dan bermitra
dengan stakeholder penyiaran yang lain untuk pengembangan literasi media di
internal organisasi masing-masing dan di daerah.
Intensitas
gerakan literasi media dan makin banyaknya kelompok dan anggota masyarakat yang
sadar media, berbanding lurus dengan jumlah pengaduan masyarakat yang mengalami
trend peningkatan secara signifikan.
b.Bidang Isi
Siaran
Pada tanggal
1 April 2012 KPI, bertepatan dengan kegiatan Rapat Koordinasi Nasional dan Hari
Penyiaran Nasional tahun 2012 yang dilaksanakan di Surabaya, KPI meluncurkan
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012. P3
dan SPS 2012 adalah revisi sekaligus perubahan dari P3 dan SPS tahun 2009.
Revisi dan perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan dinamika perjalanan
penyiaran di Indonesia yang terus mengalami perubahan sehingga memerlukan
peraturan yang lebih detail lagi.
Setelah P3
dan SPS 2012 diluncurkan, KPI Pusat secara konsisten berusaha melaksanakan
pengawasan isi siaran dengan berpedoman pada P3 dan SPS 2012. Pengawasan isi
siaran dilakukan mekanisme penanganan pengaduan masyakarat dan pemantauan isi
siaran.
Pada tahun
2012 KPI Pusat menerima jumlah pengaduan publik yang jauh lebih besar mengenai
isi siaran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hingga 26 Desember 2012, KPI
Pusat menerima 43.470 pengaduan publik tentang isi siaran. Jumlah ini merupakan
jumlah pengaduan terbesar yang diterima KPI Pusat selama KPI berdiri. Pada
tahun-tahun sebelumnya secara berturut-turut jumlah pengaduan tentang isi
siaran adalah sebagai berikut: 1.335 (2007), 3.588 (2008), 7.634 (2009), 26.489
(2010), dan 3.856 (2011).
Jumlah
pengaduan publik yang meningkat ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, publik
makin tinggi daya kritisnya tentang isi siaran sehingga ketika ada isi siaran
yang dinilai tidak pantas, bermasalah atau melanggar aturan, maka publik
mengadukan isi siaran tersebut. Kedua, publik makin memahami bahwa jalur yang
tepat untuk mengadukan siaran yang bermasalah adalah ke KPI. KPI Pusat
mengapresiasi makin tingginya kesadaran publik untuk mengadukan siaran
bermasalah ke KPI, termasuk untuk siaran jurnalistik.
Berbeda
dengan pengaduan publik tahun-tahun lalu yang umumnya menempatkan sinetron
serial sebagai jenis acara yang paling banyak diadukan, pada tahun ini
(tercatat hingga 26 Desember 2012) pengaduan publik terbesar adalah tentang
program jurnalistik, yakni berita dan talkshow. Secara berurutan, 15 besar
jenis acara yang diadukan publik adalah: (1) Berita, (2) Talkshow, (3) Reality
show, (4) Iklan, (5) Komedi, (6) Sinetron seri, (7) Musik, (8) Program anak,
(9) Program olahraga, (10) Variety show, (11) Azan, (12) Film lepas, (13)
Infotainment, (14) Sinetron lepas/FTV, dan (15) Features.
Terkait
dengan jenis acara yang diadukan tersebut, 15 besar materi pengaduan publik
adalah: (1) Kaidah jurnalistik, (2) Penghinaan/pelecehan kepada kelompok
tertentu, (3) Norma kesopanan/kesusilaan, (4) Tema/alur/format acara, (5)
Siaran tidak mendidik, (6) Busana tidak pantas, (7) Jam tayang tidak tepat, (8)
Kekerasan, (9) Seks, (10) Dampak siaran, (11) SARA, (12) Kata-kata kasar, (13)
Bahasa, (14) Tampilan laki-laki keperempuan-perempuan, dan (15) Netralitas isi
siaran.
Lembaga
penyiaran yang mendapatkan pengaduan publik adalah: MetroTV (30.067 pengaduan),
TV One (5.701), TransTV (2.742), ANTV (878), RCTI (657), SCTV (451), Indosiar
(356), MNCTV (352), Trans 7 (335), Global TV (203), dan TVRI (22). Di luar
pengaduan ini, KPI Pusat menerima sejumlah pengaduan mengenai siaran radio dan
TV lokal, yang sudah dikoordinasikan tindaklanjutnya dengan KPI Daerah.
Terdapat
empat kasus pengaduan publik yang besar yang diterima KPI Pusat selama 2012,
yakni: pengaduan kelompok Rohis mengenai talkshow tentang teorisme di Metro TV
(September, 29.904 pengaduan), pengaduan Bonek terhadap program “Indonesia
Lawyer Club” di TVOne (Maret, 3.297 pengaduan), pengaduan atas program
Supertrap di Trans TV yang menampilkan penjebakan di toilet umum (November,
2.265 pengaduan), dan pengaduan tidak akuratnya pemberitaan mengenai Ustadz
Badri sebagai tersangka teroris di TV One (Oktober, 2.162 pengaduan).
Jumlah
sanksi adminsitratif yang diberikan KPI Pusat kepada lembaga penyiaran pada
tahun ini meningkat sekitar 95 persen dibandingkan tahun lalu. Tahun ini KPI
Pusat menjatuhkan 107 sanksi administratif (berupa 84 sanksi teguran pertama,
16 teguran kedua, 6 penghentian sementara, dan 1 pembatasan durasi). Sanksi ini
diberikan bagi 11 stasiun televisi berjaringan. Tahun lalu, KPI Pusat
menjatuhkan 55 sanksi administratif.
Di luar
sanksi administratif, KPI memberikan 30 surat peringatan dan 22 imbauan tentang
isi siaran.
Sanksi
penghentian sementara diberikan kepada enam program: Indonesia Sehat (TVRI),
Uya Emang Kuya (SCTV), Bioskop TransTV (Trans TV), Metro Siang segmen talkshow
(MetroTV), Pesbukers (ANTV), dan Sembilan Wali (Indosiar). Lembaga penyiaran
yang sampai saat ini belum menjalankan sanksi di tahun 2012 adalah ANTV
(Pesbukers). Adapun sanksi pembatasan durasi dijatuhkan kepada “Bukan Empat
Mata” (Trans 7).
Pelanggaran
yang banyak dilakukan oleh stasiun-stasiun TV yang mendapatkan sanksi secara
berurutan adalah: Perlindungan anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan,
materi seks, penggolongan program siaran, ketentuan iklan, pelecehan
individu/kelompok masyarakat tertentu, ketentuan program jurnalistik, materi
mistik-horor-supranatural, kekerasan, gender, hak privasi, agama, tata cara
penggunaaan lagu Kebangsaan, budaya, ketentuan sensor, dan ketentuan terkait
rokok.
Kesebelas
lembaga penyiaran berjaringan yang pada tahun 2012 mendapatkan sanksi
administratif adalah: TransTV (18 sanksi), Indosiar (15), Trans 7 (13), Global
TV (12), SCTV (12), RCTI (10), MetroTV (7), ANTV (6), MNC TV (6), TV One (5),
dan TVRI (3).
c.Bidang
Infrastruktur/Perizinan
Sepanjang
tahun 2012 KPI Pusat telah melakukan proses perizinan untuk Lembaga Penyiaran
di Indonesia baik itu mulai dari Proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang
menghasilkan Rekomendasi Kelayakan, Pra Forum Rapat Bersama (Pra FRB), Forum
Rapat Bersama (FRB) dan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS). Selama periode
Januari-Desember 2012, KPI Pusat telah menerima 464 Rekomendasi Kelayakan yang
dikeluarkan oleh KPID. KPI bersama Pemerintah telah melakukan proses Pra FRB
terhadap 672 pemohon dan FRB sebanyak 752 pemohon. EUCS telah dilakukan
terhadap 107 Lembaga Penyiaran. Selama tahun 2012 jumlah Lembaga Penyiaran yang
mendapatkan IPP Prinsip sebanyak 110 LP dan untuk IPP Tetap sebanyak 137
Lembaga Penyiaran.
Pada tahun
2102, KPI Pusat juga telah melaksanakan program EDP Pendampingan yaitu program
fasilitasi KPI Pusat kepada KPID – KPID yang membutuhkan dalam rangka
pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat berupa pendanaan bersama dan penyediaan
narasumber. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan di 10 Provinsi yaitu: Sulawesi
Barat (3 LP), Lampung (8 LP), DI Yogyakarta (4 LP), Nusa Tenggara Barat (5 LP),
Jambi (12 LP), Maluku (1 LP), Sulawesi Utara (4 LP), Riau (15 LP), Kalimantan
Barat (3 LP), Sulawesi Selatan (5 LP).
Sebagai
salah satu amanat UU Penyiaran, pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) oleh
lembaga penyiaran yang dahulunya adalah televisi siaran nasional dari Jakarta
pada tahun 2012 tidak berjalan optimal. Data dari KPID menunjukkan bahwa masih
banyak daerah provinsi yang tidak memiliki stasiun anggota SSJ, tidak
menyiarkan muatan lokal minimal 10%, menyiarkan muatan lokal pada jam-jam dini
hari, menyiarkan muatan lokal tetapi tetap diproduksi di Jakarta, walaupun
telah menyatakan komitmennya dan menandatangani pakta integritas pada saat
Evaluasi Dengar Pendapat. Tahun 2013, KPID – KPID bersama KPI Pusat akan
memprioritaskan program pelaksanaan SSJ.
Sesuai
amanat UU Penyiaran Pasal 3 bahwa penyiaran diselenggarakan untuk memperkukuh
integrasi nasional. Secara empirik, di wilayah perbatasan sangat minim
pelayanan informasi dan terjadinya luberan siaran asing (spillover) dari negara
tetangga. Untuk itu KPI telah membentuk Gugus Tugas Siaran Perbatasan dengan
melibatkan 12 KPID yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau,
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Gugus tugas telah menghasilkan
beberapa rekomendasi dan telah membuat buku database penyiaran di wilayah
perbatasan. Rekomendasi utama adalah perlunya kebijakan yang terintegrasi antar
berbagai kementerian yang telah memiliki program pendirian lembaga penyiaran di
perbatasan dan perlunya kebijakan berupa kemudahan dalam proses perizinan bagi
lembaga penyiaran di wilayah perbatasan.
Berkaitan
dengan pelaksanaan digitalisasi penyiaran, KPI menilai bahwa untuk melakukan
migrasi dari analog ke digital dibutuhkan peraturan perundang-undangan
setingkat Undang-Undang, sehingga pelaksanaan digitalisasi dengan hanya
menggunakan Peraturan Menteri, selain tidak memadai juga telah bertentangan
dengan UU Penyiaran. KPI telah meminta Kementerian Kominfo untuk menunda
pelaksanaan migrasi penyiaran televisi dari analog ke digital hingga Revisi UU
Penyiaran selesai dengan mengawal masuknya substansi digitalisasi tersebut ke
dalam RUU Penyiaran yang baru. Permintaan penundaan juga telah dilakukan oleh
Komisi I DPR RI.
Menyikapi
hal tersebut, KPI telah membentuk Tim Digital KPI yang beranggotakan KPI Pusat
dan KPID DKI, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Kepulauan
Riau, didukung ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), sebagai amanat
Rapimnas 2012 untuk menyusun pandangan dan gagasan KPI tentang digitalisasi
penyiaran. Dalam beberapa pertemuan Tim Digital KPI dengan stakeholder di pusat
dan daerah, ditemukenali beberapa permasalahan dari pelaksanaan digitalisasi
penyiaran. Tidak hanya berkaitan dengan dasar hukum, akan tetapi juga dari
aspek bisnis, persaingan usaha, potensi monopoli dan oligopoli, kepentingan
daerah dan perlindungan publik.
Jakarta, 28
Desember 2012
Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat
SUMBER: http://www.kpi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar