Oleh
SENDI NUGRAHA, S.H., M.Kn.
A.
Pengertian
Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, menurut pasal 1 ayat 2, pemerintahan
daerah yaitu penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.Sedangkan
yang dimaksud dengan Sistem Pemerintah Daerah adalah totalitas dari
bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling berhubungan yang unsur
utamanya terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang secara
formal mempunyai kewajiban dan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya, sekaligus mempunyai kewajiban dan hak untuk menyerap dan merumuskan
aspirasi rakyatnya dalam wujud berbagai upaya penyelenggaraan Pemerintahan[1].
Hal ini didasarkan atas kewajiban pada dirinya bahwa mengandung sifat dan nilai politik karena
anggota-anggota DPRD dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum secara nasional
dan memang dalam hal itu merupakan perwujudkan prinsip yang ditegaskan dalam penjelasan
pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa di
daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan oleh karena
di daerah pun, Pemerintah akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Dibentuknya
daerah otonom merupakan perwujudan dari dianutnya asas
desentralisasi dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia, maka terdapatlah suatu hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, hubungan ini sangat memiliki makna yang penting dalam mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, karena dalam sistem
pemerintahan negara yang berbentuk negara kesatuan.
Untuk terselenggaranya hubungan yang representatif
dalam pemerintahan antara pusat dan daerah merupakan tuntutan tersendiri,
khususnya dalam rangka membentuk pemerintahan daerah yang mampu mengurus rumah
tangganya dengan kemampuan sendiri secara berdayaguna dan berhasil guna.
Maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan pusat daerah itu antara lain meliputi hubungan
kewenangan, hubungan keuangan, hubungan unsur luar dan susunan dalam, susunan
organisasi pemerintah daerah dan pengawasan. Hubungan pusat dan daerah dalam bidang kewenangan menyangkut
aspek-aspek urusan pemerintah yang menjadi unsur rumah tangga daerah. Dalam
hubungan ini akan tergambar kedudukan pusat dan daerah khususnya dalam
penyelenggaraan urusan pemerintah, unsur-unsur pemerintah mana yang dapat
diserahkan kepada daerah dalam wujud otonomi dan unsur-unsur mana yang tetap
berada di tangan pusat, serta urusan-urusan pemerintah mana yang tetap di
tangan pusat, tetapi penyelenggaraannya ditugaskan kepada daerah dalam wujud
tugas pembantuan.
Misalnya dalam hal hubungan pusat dan daerah yang menyangkut aspek susunan organisasi pemerintah daerah. Susunan organisasi ini memiliki dua segi yaitu unsur luar dan unsur dalam, susunan luar menyangkut badan-badan pemerintah daerah, seperti propinsi dan kabupaten serta kota. Sedangkan susunan dalam berkenaan dengan alat kelengkapan pemerintah daerah seperti Kepala Daerah dan perangkat daerah. Untuk itu dalam hubungan ini akan nampak bagaimana susunan daerah dan organisasi pemerintah daerah.
Misalnya dalam hal hubungan pusat dan daerah yang menyangkut aspek susunan organisasi pemerintah daerah. Susunan organisasi ini memiliki dua segi yaitu unsur luar dan unsur dalam, susunan luar menyangkut badan-badan pemerintah daerah, seperti propinsi dan kabupaten serta kota. Sedangkan susunan dalam berkenaan dengan alat kelengkapan pemerintah daerah seperti Kepala Daerah dan perangkat daerah. Untuk itu dalam hubungan ini akan nampak bagaimana susunan daerah dan organisasi pemerintah daerah.
Hubungan pusat dan daerah yang menyangkut aspek keuangan akan terlihat pada sumber pendayagunaan sumber pendapatan asli daerah, yang merupakan sumber pembiayaan pemerintah daerah, sebagaimana dijelaskan bahwa kunci kemandirian daerah sangat tergantung dari aspek keuangan ini. Atas dasar itu pembiayaan pendapatan antara pusat dan daerah berjalan dengan perimbangan yang adil sesuai dengan volume urusan yang telah diserahkan kepada daerah. Daerah Indonesia dibagi dalam daerah besar dan daerah kecil yaitu dibagi dalam propinsi dan daerah propinsi dibagi dalam daerah yang lebih kecil, daerah besar dan daerah yang lebih kecil dapat bersifat otonom dan dapat pula bersifat administratif belaka[2].
Untuk menindaklanjuti pasal 18 UUD 1945 pemerintah telah mengeluarkan undang-undang nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini ditegaskan
prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan di daerah yaitu desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Terdapat delapan prinsip yang harus
dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Mengenai pengertian otonomi, istilah otonom berasal dari auto
berarti sendiri dan nomos berarti undang-undang. Di Indonesia otonom diartikan
pemerintahan sendiri, dalam konteks
pemerintahan daerah otonom adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga sendiri, yang meliputi kewenangan, penetapan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengawasan. Maka otonomi daerah itu timbul karena dianutnya asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Otonomi dapat dibedakan menjadi tiga jenis otonomi yaitu
otonomi material, formal dan riil. Pada
hakikatnya setiap undang-undang tentang pemerintahan daerah menganut ajaran
tertentu. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 menganut otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Sedangkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menganut
kewenangan otonom didasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Supaya suatu daerah otonom
terselenggara dengan baik membutuhkan berbagai persyaratan tertentu, yaitu yang
pertama adalah Sumber daya alam, seperti luas wilayah yang memadai untuk
mendukung berbagai kegiatan perekenomian dan kegiatan lain yang dapat menunjang
pertumbuhan daerah dan masyarakat; yang kedua adalah Sumber daya manusia, baik
jumlah maupun mutu yang mampu berpartisipasi menyelenggarakan pemerintahan desa
yang berkedaulatan rakyat dan modern; dan yang ketiga adalah Sumber keuangan
untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan dan pembagunan. Semua unsur tersebut
tampaknya belum dimiliki desa pada tahun 1948 bahkan hingga hari ini. Pembentuk
UU No.22 tahun 1948 sendiri tidak yakin bahwa desa asli dapat mengurus dan
mengatur urusan rumah tangga sendiri. Untuk memungkinkan hal tersebut,
desa-desa yang ada digabung-gabungkan terlebih dahulu. Dengan demikian, desa
atau pemerintah desa meurut UU No. 22 Tahun 1948 bukanlah desa atau
pemerintahan desa yang sudah ada pada waktu itu.
Pada waktunya harus dibentuk desa
dan pemerintahan desa baru sebagai pengganti yang lama. Penyusunan kembali
membutuhkan waktu, karena UU No. 22 Tahun 1948 mengakui desa yang ada sebagai
daerah otonom untuk di bimbing bekerjasama kearah penggabungan.
B. Sistem Rumah Tangga
Sistem rumah tangga adalah tatanan yang bersangkutan
dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Di dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang
menyangkut dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab harus memiliki konsep yang
jelas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan agar
pengusahaan tata kelola pemerintahan daerah dapat berjalan sesuai dengan
prosedur dan memiliki landasan hukum maupun teoritis yang dapat dipertanggung
jawabkan baik secara konstitusi maupun secara moral kepada masyarakat selaku
pemilik kekuasaan. Sistem Rumah Tangga Daerah dapat dibagi menjadi 3 sistem,
yaitu:
v Sistem Rumah Tangga Materil
Sistem Rumah Tangga Materil adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam
Undang-undang dan turunan hirarki di bawahnya. Sistem rumah tangga ini
berpangkal tolak dari pemikiran bahwa antara urusan pemerintah pusat dan urusan
pemerintah daerah dapat dibedakan yang kemudian dituangkan dalam landasan hukum
yang mengikat terhadap urusan tersebut. dalam pasal 10 dan 13 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan secara normatif
urusan-urusan mana yang menjadi domainnya Pemerintah, Pusat, dan Daerah. Jika mempertimbangkan asas
otonomi daerah, sistem rumah tangga ini tidak memberikan kebebasan dan
kemandirian daerah otonom. Urusan-urusan tersebut diberikan kepada pemerintah
daerah selaku yang berwenang di daerah otonom oleh pemerintah pusat, jadi
hak-hak dasar sebuah daerah otonom tidak terpenuhi oleh sistem rumah tangga
ini. Kemudian di dalam pelaksanaannya juga menghadapi berbagai kerancuan.
Contohnya di dalam pasal 13 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
urusan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pemerintah
daerah, namun standarisasi kelulusan siswa di tentukan oleh pemerintah pusat.
Disini bisa kita lihat sebuah kerancuan dan tumpang tindih urusan yang
notabene telah diberikan kepada pemerintah daerah namun pemerintah pusat masih
tetap mengikat dengan standarisasi tingkat nasional. Contoh di atas
tadi sangat tidak menghargai konsensus yang telah disepakati bersama.
v Sistem Rumah Tangga Formil
Sistem Rumah Tangga Formil adalah pembagian tugas,
wewenang dan tanggung jawab atara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
yang tidak dijelaskan secara rinci. Artinya, sebuah urusan pemerintahan
diserahkan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat dengan
mempertimbangkan tingkat efisiensi (berdaya guna) dan efektivitas (berhasil
guna). Sistem rumah tangga ini mempunya landasan pemikiran bahwa tidak ada
perbedaan urusan secara prinsipnya antara urusan pemerintah pusat atau urusan
pemerintah daerah. Sistem ini sudah lebih baik jika dibandingkan dengan sistem
rumah tangga materil, karena unsur-unsur pemberian hak kemandirian dan
kebebasan daerah otonom dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Namun di dalam pelaksanaan sistem rumah tangga ini,
terdapat beberapa kendala yang dialami oleh pemerintah daerah. yaitu antara
lain ;
a)
Sistem
Rumah Tangga ini menuntut pemerintah daerah agar mempunyai inisiatif yang
tinggi. apa saja urusan penyelenggaraan pemerintah yang bisa di laksanakan oleh
pemerintah derah. hal ini berpotensi terjadinya perbedaan yang mencolok antara
daerah yang memiliki inisiatif tinggi dengan daerah yang memiliki inisiatif
yang rendah. dengan demikian tingkat keegoan daerah meningkat yang tentu
mengancam negara republik indonesia dalam kerangka negara kesatuan.
b)
Anggaran
daerah yang terbatas untuk melaksanakan seluruh usaha penyelenggaraan
pemerintah yang sekiranya sangat efektif dan efisien jika dilaksanakan oleh
pemerintah daerah.
c)
Pemerintah
derah sulit untuk mengetahui urusan-urusan apa saja yang tidak diberikan dan
yang telah diberikan. karena urusan tersebut tidak terdapat pada legal formal
yang menjadi dasar hukum usaha penyelenggaraan pemerintah. akibatnya pemerintah
daerah tidak berani untuk berinisiatif menyelenggarakan urusan tersebut dengan
kekhawatiran akan menyalahi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya.
v Sistem Rumah Tangga Riil
Sistem Rumah Tangga Riil (nyata) adalah pembagian tugas,
wewenang dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
yang mengambil jalan tengah dari Sistem Rumah Tangga Materil dan Sistem Rumah
Tangga FormilArtinya, sistem ini mengkombinasikan 2 (dua) Sistem Rumah Tangga.
Dalam konsepnya, Sistem Rumah Tangga Riil lebih banyak memakai asas Sistem
Rumah Tangga Formil, dimana dalam urusan rumah tangga formil ini menjamin
kebebasan dan kemandirian daerah otonom. Sedangkan asas Sistem Rumah Tangga
Materiil yang diadopsi adalah dalam hal urusan yang bersifat umum yang
prinsipnya dijelaskan secara normatif dalam Undang-undang.
UU No. 1 Tahun 1945 tidak menentukan
secara tegas eksplisit batas-batas dan ruang lingkup urusan rumah tangga. Akibatnya,
pemerintah daerah ketika itu tidak dapat mengetahui dengan pasti urusan rumah
tangga daerah, demikian pula batas-batasnya, hal ini karena tidak adanya
kepastian urusan rumah tangga daerah, masih terbatasnya pengalaman dan
kurangnya inisiatif daerah, maka dapat dikatakan makin menyempitkan kesempatan
melaksanakan UU No. 1 Tahun 1945 dan sebagaimana mestinya. Berdasarkan
ketentuan pasal 23 ayat (2) setiap daerah otonom sejak pembentukan mengetahui
dengan pasti urusan-urusan rumah tangga daerah.ketentuan ini merupakan reaksi
atau koreksi sistem rumah tangga menurut UU No. 1 tahun 1945 yang menentukan
wewenang secara berjenjang. Dengan rincian urusan rumah tangga, selain
memberikan kepastian, di harapkan suasana yang terjadi pada UU No. 1 tahun 1945
tidak terulang lagi.
Sistem rumah tangga menurut UU
No. 22 tahun 1948 tidak semata-mata menuruti prinsip zakelijk taakafbakening (pasal 23 ayat 2). UU No. 22 tahun 1948
menganut juga prinsip hierarchis-. Berdasarkan
pada penjelasan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa tujuan
pemberian otonomi kepada daerah pada hakikatnya untuk meningkatkan dayaguna dan
hasilguna penyelenggaraan pemerintahan baik dalam rangka pelayanan dan
pembangunan[3]. Hal mendasar dalam UU No. 22 Tahun 1999 adalah
mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh
karena itu, undang-undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974
berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat. II dan Kotamadya Daerah Tingkat. II[4]. Bentuk struktur organisasi Pemerintah Daerah itu
berbeda sesuai dengan peraturan perundangan Daerah yang berlaku. Atas dasar itu
pada saat berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945, Nomor 22 Tahun 1948,
Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Undang-undang Nomor
18 Tahun 1965 dan Nomor 5 Tahun 1974 memiliki struktur organisasi pemerintahan
yang berbeda satu dengan yang lain; akan tetapi selalu konsisten dengan
konstitusi atas Undang-undang Dasar yang berlaku pada saat itu. Pada hakikatnya susunan Pemerintah Daerah dari
Undang-undang di atas terdiri dari unit yang melaksanakan pemerintahan dan unit
yang melaksanakan kekuasaan Legislatif, yang sebutannya untuk masing-masing
unit berbeda pada setiap undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, pemerintah dalam
menyelenggarakan pemerintahan di daerah diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi,
asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Pengertian-pengertian yang diberikan UU No. 5 tahun 1974 sebagai berikut :
·
Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya.
·
Desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah tingkat
atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
·
Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Tugas
Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Desa oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan
kepada yang menugaskannya.
·
Daerah
Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang, dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
·
Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala
Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-Pejabat di daerah.
·
Wilayah
Administratip, selanjutnya disebut Wilayah, adalah lingkungan kerja perangkat
Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah.
·
Instansi
Vertikal adalah perangkat dari Departemen-Departemen atau Lembaga-lembaga
Pemerintah bukan Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di Wilayah yang
bersangkutan.
·
Pejabat
yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan, dan
menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Menteri Dalam
Negeri bagi Daerah Tingkat I dan Gubemur Kepala Daerah bagi Daerah Tingkat II,
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Urusan
pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yangmeliputi bidang-bidang
ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasipengawasan dan urusan
pemerintahan lainnya yang tidaktermasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak
termasuk urusan rumah tangga Daerah.
·
Polisi
Pamong Praja adalah perangkat Wilayah yang bertugas membantu Kepala Wilayah
dalam menyelenggarakan pemerintahan khusunya dalam melaksanakan wewenang,
tugas, dan kewajiban dibidang pemerintahan umum.
Dapat dilihat mengenai perbedaan
Pemerintahan Daerah sejak Undang Undang Nomor 1 Tahun 1945 sampai dengan Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004;
No.
|
Undang Undang
|
Mengatur Tentang
|
Daerah Otonom
|
Pemerintah
|
1.
|
UU No.1 Tahun 1945
|
Mengatur Pemerintahan Daerah secara khusus
|
1. Karesidenan
|
Komite Nasional Daerah
|
2. Kota Otonom
|
||||
3. Kabupaten
|
||||
2.
|
UU No.22 Tahun 1948
|
Mengatur Susunan dan Kedudukan Pemerintahan
Daerah
|
1. Daerah Otonom Biasa
|
Legislatif (DPRD) dan Eksekutif (DPD)
|
2. Daerah Otonom Khusus
|
||||
3.
|
UU No.1 Tahun 1957
|
Mengatur Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
|
1. Daerah Otonom Biasa : Kotapraja Jakarta
Raya
|
Legislatif (DPRD) dan Eksekutif (DPD)
|
Kotapraja
|
Eksekutif dibantu oleh Badan Pemerintah Harian
|
|||
Daerah Tingkat Ke III
|
||||
2. Daerah Otonom Khusus : DI Tingkat I
|
||||
DI Tingkat II
|
||||
DI Tingkat III
|
||||
4.
|
UU No.18 Tahun 1965
|
Mengatur Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
|
1. Kotaraya
|
Legislatif : Dewan Perwakilah Daerah
|
2. Kotamadya
|
Eksekutif : Kepala Daerah, Dibantu Wakil dan
BPH
|
|||
3. Kotapraja
|
||||
5.
|
UU No.5 Tahun 1974
|
Mengatur Pokok-Pokok Administrasi
Pemerintahan
Daerah
|
Daerah Tingkat Ke II: Khusus Ibukota/Daerah Istimewa/Provinsi
Daerah Tingkat Ke II
Wilayah Administrasi
Kotamadya/Kabupaten
Kota Administratif
Kecamatan
|
|
6.
|
UU No.22 Tahun 1999
|
Mengatur Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah
|
1. Wilayah Otonom :
|
Legislatif : Dewan Perwakilah Daerah
|
Daerah Khusus Ibukota/Daerah Istimewa
|
Eksekutif : Kepala Daerah
|
|||
Daerah Tingkat Ke II
|
||||
2. Wilayah Administrasi:
|
||||
Provinsi/Ibukota Negara
|
||||
Kotamadya/Kabupaten
|
||||
Kota Administratif
|
||||
Kecamatan
|
||||
7.
|
UU No.32 Tahun 2004
|
Mengatur Pemerintahan Daerah
|
Daerah Otonom : 1. Provinsi
|
Badan Legislatif Daerah : DPRD
|
2. Kabupaten
|
Badab Eksekutif Daerah :
|
|||
3. Kotapraja
|
1. Kepala Daerah
|
|||
Wilayah Administratif
|
2. Perangkat Daerah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar