A.
Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Berawal dari keinginan untuk
membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan
diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi,
lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR: Abad
ke-19: dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa. Pasca kemerdekaan
Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD) awal
1970an : didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah. 1988 :
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan
Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru.
Kebijakan
tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank
Perkreditan Rakyat” atau BPR 1992 :
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR diberikan landasan hukum
yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. PP No.71/1992
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri
Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa,
Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga
lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan
memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan untuk menjadi BPR dalam
jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.
B.
Definisi
Landasan
Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan
masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas,
Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
C.
Kegiatan Usaha BPR
Kegiatan
usaha yang dapat dilakukan BPR
-
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
-
Memberikan
kredit; Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada
Bank lain.
Kegiatan
usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR
- Menerima simpanan berupa giro dan ikut
serta dalam lalu lintas pembayaran
- Melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia);
- Melakukan penyertaan modal;
- Melakukan usaha perasuransian;
-
Melakukan
usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada butir C.1.
BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BPR
Sebagai salah satu jenis bank maka
pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Kewenangan
pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan
memberikan izin (right to license), kewenangan untuk mengatur (right
to regulate), kewenangan untuk mengawasi (right to control)
dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction).
Pengaturan dan pengawasan BPR oleh
Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi
terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR
yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap
menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar
tercipta sistem perbankan yang sehat.
A.
Ketentuan Kelembagaan
PENDIRIAN
BPR
BPR hanya dapat didirikan dan
dimiliki dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia oleh :
a. Warga
Negara Indonesia;
b.
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;
c.
Pemerintah Daerah; atau
d. Dua
pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
Modal
disetor untuk mendirikan BPR :
a.
Rp.5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b.
Rp.2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau Jawa
dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi;
c.
Rp.1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa dan
Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam
huruf a dan b;
d.
Rp.500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana
disebut dalam huruf a, b dan c.
KEPEMILIKAN
BPR
Yang dapat menjadi pemilik BPR
adalah pihak-pihak yang:
a.
tidak termasuk dalam daftar orang-orang tercela di bidang perbankan.
b.
memiliki integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, bersedia mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan
operasional BPR secara sehat.
Sumber
dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dilarang berasal dari:
a.
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak
lain (kecuali berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan
b.
berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Bagi pemegang saham pengendali,
wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi
kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan
kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sesuai dengan
ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test)
BPR.
KEPENGURUSAN
BPR
Kepengurusan
BPR terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota Direksi dan dewan Komisaris
wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan
dan kepatutan (fit and proper test) BPR untuk menilai integritas,
kompetensi dan reputasi keuangan. Anggota Direksi paling sedikit berjumlah 2
orang dan memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi.
MERGER,KONSOLIDASI
DAN AKUISISI BPR
Merger adalah penggabungan dari dua
bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan
membubarkan bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
Konsolidasi adalah penggabungan dari
dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank
tersebut dengan atau tanpa likuidasi.
Akuisisi BPR adalah pengambilalihan
saham oleh perorangan atau badan hukum yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham menjadi sebesar 25% atau lebih
dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari modal disetor BPR namun
menentukan baik secara langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan/atau
kebijaksanaan bank.
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR
wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia dan dapat dilakukan
atas inisiatif BPR yang bersangkutan atau permintaan Bank Indonesia.
Merger atau Konsolidasi hanya dapat
dilakukan antar BPR. Merger atau Konsolidasi antara BPR konvensional dengan BPR
Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil merger atau konsolidasi menjadi
BPR Syariah.
Merger atau konsolidasi BPR dapat
dilakukan antar BPR yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama atau
antar BPR dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil
merger/ konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi yang sama.
PEMBUKAAN
KANTOR
Kantor
Cabang BPR
Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat
dilakukan dalam wilayah provinsi yang sama dengan Kantor Pusatnya dengan
mempertimbangkan tingkat kesehatan, kemampuan permodalan, teknologi informasi
dan rencana pembukaan Kantor Cabang tersebut telah dicantumkan dalam rencana
kerja tahunan BPR.
Kantor
Kas
Pembukaan Kantor Kas hanya dapat dilakukan dalam satu
wilayah Kabupaten atau Kota dengan kantor induknya dengan
mempertimbangkan tingkat kesehatan dan rencanaan pembukaan Kantor Kas
tersebut telah dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR.
Kegiatan
Kas di Luar Kantor
Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan Kas Mobil,
Kas Terapung dan
Payment
Point hanya dapat
dilakukan dalam wilayah Kabupaten atau Kota yang sama
dengan
kantor induknya. Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan ATM yang
diselenggarakan sendiri oleh BPR hanya dapat dilakukan dalam wilayah Provinsi
yang sama dengan kantor induknya.
Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan
menggunakan ATM melalui kerjasama dengan bank umum dapat dilakukan sampai luar
wilayah Provinsi tempat kedudukan kantor induknya.
PEMINDAHAN
ALAMAT KANTOR
Permohonan izin Pemindahan Alamat
Kantor Pusat dan Kantor Cabang wajib memperoleh persetujuan Bank
Indonesia dan diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilampiri
a. alasan pemindahan alamat kantor dan
rencana penyelesaian atau pengalihan
tagihan dan kewajiban; dan
b. analisis atas potensi dan kelayakan
pemindahan alamat kantor.
Bagi pemindahan alamat kantor ke
luar wilayah Kabupaten, Kota atau Provinsi perlu mendapat persetujuan prinsip
terlebih dahulu. BPR wajib melaporkan rencana pemindahan alamat Kantor Kas
kepada Bank Indonesia dengan menjelaskan alasan pemindahan dan kesiapan Kantor
Kas. BPR wajib melaporkan rencana pemindahan Kegiatan Kas di Luar Kantor berupa
ATM dan Payment Point kepada Bank Indonesia.
PERUBAHAN
NAMA DAN BENTUK BADAN HUKUM
Perubahan
Nama
BPR yang telah memperoleh persetujuan
perubahan nama dari instansi yang berwenang wajib mengajukan permohonan kepada
Bank Indonesia disertai dengan alasan perubahan nama dan akta perubahan
anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang mengenai penetapan
penggunaan izin usaha yang dimiliki BPR dengan nama yang baru.
BPR wajib mengumumkan pelaksanaan
perubahan nama kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan dan menyampaikan bukti
pengumuman kepada Bank Indonesia.
Perubahan
Bentuk Badan Hukum Perubahan
bentuk badan hukum dilakukan dalam dua tahap yaitu:
a. Permohonan izin prinsip yang diajukan
kepada Bank Indonesia sebelum
dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham
atau Rapat Anggota.
b. Permohonan pengalihan izin usaha BPR
dari badan hukum lama kepada badan hukum baru.
Pembubaran badan hukum lama hanya
dapat dilakukan setelah Bank Indonesiamemberikan persetujuan pengalihan izin
usaha dan pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada
badan hukum baru dilaksanakan sesuai dengan akta berita acara.
Pelaksanaan perubahan bentuk badan
hukum BPR wajib diumumkan kepada
masyarakat
dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR
yang bersangkutan dan menyampaikan bukti pengumuman perubahan bentuk badan
hukum kepada Bank Indonesia.
PENUTUPAN
KANTOR
Penutupan Kantor Cabang hanya dapat
dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dengan cara mengajukan permohonan
penutupan Kantor Cabang kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penutupan
dan penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah serta pihak-pihak lain. Rencana
penutupan Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib dilaporkan kepada
Bank Indonesia disertai dengan alasan penutupan sebelum pelaksanaan.
Penutupan Kantor Cabang, Kantor Kas
dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib
diumumkan
kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman
di seluruh kantor BPR yang bersangkutan.
Pelaksanaan penutupan Kantor Cabang,
Kantor Kas dan Kegiatan Kas di Luar Kantor wajib dilaporkan kepada Bank
Indonesia.
Penutupan
Sementara
Permohonan penutupan kantor sementara di luar hari libur
resmi sebanyak-banyaknya 5 hari kerja dalam kurun waktu 1 (satu) tahun
takwim wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan diajukan dengan
menyebutkan alasan penutupan, jangka waktu penutupan dan tanggal akan
dibukanya kembali kantor dimaksud.
BPR wajib mengumumkan rencana
penutupan kantor sementara kepada masyarakat dalam surat kabar harian
lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan
dan menyampaikan bukti pengumuman kepada Bank Indonesia serta melaporkan
pembukaan kembali kantor.
PERUBAHAN
KEGIATAN USAHA
BPR dapat mengubah kegiatan usahanya menjadi BPRS dengan
izin Dewan Gubernur Bank Indonesia dan mengacu kepada Peraturan Bank
Indonesia tentang BPR berdasarkan Prinsip Syariah.
B.
Ketentuan Kehati-hatian
KEWAJIBAN
PENYEDIAAN MODAL MINIMUM (KPMM)
BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio
KPMM (CAR) minimal 8% yang dihitung dari perbandingan antara Modal dengan
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Komponen modal terdiri atas modal inti
dan modal pelengkap dimana modal pelengkap maksimum sebesar 100% dari modal
inti. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio, dana setoran modal, modal
sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan (setelah diperhitungkan
pajak), laba tahun-tahun lalu (setelah diperhitungkan pajak) dan laba tahun
berjalan (sebesar 50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang pada modal inti
berupa goodwill, disagio, rugi tahun-tahun lalu dan rugi tahun berjalan.
Modal pelengkap terdiri dari
cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum (maksimum sebesar 1,25% dari ATMR),
modal pinjaman (hybrid/quasi capital), pinjaman subordinasi (maksimum
sebesar 50% dari modal inti).
ATMR terdiri dari aktiva neraca BPR
yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos
aktiva.
BATAS
MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
BMPK adalah batas maksimum
penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh BPR kepada
peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
a.
Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut: Penyediaan
Dana Pada tanggal pelaporan BMPK Modal pada tanggal laporan BMPK X
100% - [BMPK]
b.
Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut : Penyediaan
Dana Pada saat pemberiannya Modal pada saat pemberian Penyediaan dana
X 100%
- [BMPK]
BMPK untuk satu peminjam maupun satu
kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR ditetapkan setinggi tingginya
20 % dari modal BPR. BMPK bagi pihak yang terkait dengan BPR secara individu
maupun secara keseluruhan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal
BPR. Terhadap pelampauan BMPK, BPR diwajibkan menyampaikan action plan kepada
Bank Indonesia dan dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan sementara
terhadap pelanggaran BMPK dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan
dan dapat dikenakan sanksi pidana.
KUALITAS
AKTIVA PRODUKTIF
Aktiva produktif adalah penanaman
dana BPR dalam bentuk Kredit, SBI dan
Penempatan
Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana pengurus BPR
wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar
kualitas Aktiva Produktif senantiasa Lancar.
Kualitas
Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar,
Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan
membayar dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh Debitur.
PENYISIHAN
PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)
PPAP adalah penyisihan yang wajib
dibentuk oleh BPR untuk menutup risiko
kerugian.
Besarnya PPAP umum minimal adalah 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar
(tidak termasuk SBI).
Besarnya PPAP khusus ditetapkan
minimal :
a. 10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
b.
50%
dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai
agunan; dan
c. 100% dari Aktiva Produktif dengan
kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Agunan yang dapat diperhitungkan
sebagai faktor pengurang dalam perhitungan
PPAP
adalah sebesar :
a. 100% dari agunan yang bersifat likuid,
berupa Sertifikat Bank Indonesia, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank
yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan, emas dan logam mulia;
b.
80%
dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat
hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak
tanggungan;
c.
60%
dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat
hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB), hak pakai tanpa hak tanggungan;
d.
50%
dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan
berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPPT) terakhir; dan
e. 50% dari nilai pasar untuk agunan
berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai
ketentuan yang berlaku.
RESTRUKTURISASI
KREDIT
Restrukturisasi Kredit dapat
dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau
bunga kredit dan debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu
memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. BPR dilarang melakukan
Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan
penggolongan kredit, peningkatan pembentukan PPAP dan, atau penghentian
pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Kualitas Kredit yang
direstrukturisasi adalah maksimum Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum
direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah,
untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang
Lancar.
Kualitas Kredit yang
direstrukturisasi dapat menjadi Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 kali periode pembayaran secara berturut-turut
dan apabila debitur tidak mampu memenuhi kondisi ini maka kualitas kreditnya
sama dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit.
PENERAPAN
PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER)
BPR wajib menerapkan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) dengan cara
menetapkan kebijakan dan prosedur penerimaan, mengidentifikasi, memantau
rekening dan transaksi serta manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah.
Terkait dengan pemantauan rekening
dan transaksi nasabah, BPR wajib memiliki sistem informasi/sistem
pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan
menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang
dilakukan oleh nasabah serta melakukan pemantauan atas transaksi yang dilakukan
oleh nasabah, termasuk mengidentifikasi terjadinya transaksi keuangan mencurigakan.
BPR wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan
mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan
(PPATK) paling lambat 3 hari kerja setelah diketahui adanya unsur
transaksi keuangan mencurigakan. Bank Indonesia melakukan penilaian dan
pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain
terkait dengan Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang bagi Bank
Umum.
C.
Ketentuan mengenai Tingkat Kesehatan BPR
Tingkat kesehatan BPR dinilai dengan
atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu
BPR, yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen,
Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta mempertimbangkan faktor-faktor yang
lain yang dapat menurunkan dan atau menggugurkan TKS. Hal-hal yang terkait
dengan penilaian tersebut antara lain :
a. Hasil penilaian ditetapkan dalam empat
predikat yaitu: Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
b.
Bobot
setiap faktor CAMEL adalah :
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%
c.
Pelaksanaan
ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan BPR
meliputi pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK, pelanggaran
ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran ketentuan
transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data pribadi nasabah.
d. Faktor-faktor yang dapat menggugurkan
penilaian tingkat kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat yaitu perselisihan intern,
campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing, praktek Bank
dalam bank, kesulitan keuangan, praktek perbankan lain yang dapat membahayakan
kelangsungan usaha BPR.
D.
Ketentuan Exit Policy
TINDAK
LANJUT PENANGANAN TERHADAP BPR DALAM STATUS PENGAWASAN
KHUSUS
(DPK)
Dalam hal Bank Indonesia menilai
suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka
BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus Bank Indonesia yaitu
apabila Rasio KPMM kurang dari 4% dan atau Cash Ratio (CR)
rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%.
Jangka waktu pengawasan khusus
ditetapkan maksimal selama 6 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan
penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dari BI dan tidak dapat
diperpanjang. Selama jangka waktu pengawasan khusus tersebut, Bank
Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham antara lain
untuk :
a. menambah
modal,
b.
menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian BPR
dengan modalnya,
c.
mengganti anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR,
d.
melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain,
e.
menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban BPR,
f.
menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak lain,
g.
menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada pihak lain, dan/atau
h.
menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Selama jangka waktu pengawasan
khusus sampai dengan pada saat berakhirnya jangka waktu tersebut, BPR dapat
dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria rasio KPMM
paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling
sedikit sebesar 3%.
BPR yang ditetapkan dalam status
pengawasan khusus, dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan
sejak pengawasan khusus wajib memperbaiki kondisi keuangan sehingga rasio KPMM
meningkat paling sedikit 25% dari selisih untuk mencapai Rasio KPMM sebesar 4 %
dan Rasio KPPM lebih besar dari 0%. Apabila BPR tidak dapat memenuhi kondisi
tersebut, maka BPR dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana dan Bank Indonesia akan mengumumkan larangan dimaksud kepada masyarakat.
Bank Indonesia memberitahukan kepada
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan meminta LPS untuk memberikan keputusan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan apabila BPR yang
ditetapkan dalam status
pengawasan
khusus:
a.
tidak memenuhi Rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6
bulan terakhir paling sedikit sebesar 3%.
b.
tidak dapat meningkatkan Rasio KPMM menjadi lebih besar dari 0% dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR
yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM
sama dengan atau lebih kecil dari 0%; atau
c.
memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata
selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% dalam jangka waktu 3 bulan sejak
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat ditetapkan
dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih besar dari 0%; atau
d.
memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata
selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% setelah jangka waktu 3 bulan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan c, sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya
jangka waktu pengawasan khusus. LPS akan melakukan penilaian untuk mengambil
keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan. Apabila
LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan, Bank Indonesia
akan mencabut izin usaha.
BPR
yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS dan mengumumkannya
kepada masyarakat.
LIKUIDASI
BPR
Likuidasi BPR adalah tindakan
penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan
izin usaha dan pembubaran badan hukum BPR. Beberapa alasan suatu BPR dicabut
izin usahanya oleh BI adalah karena :
a.
tindakan penyelamatan yang diminta oleh BI terhadap BPR yang mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya, belum cukup mengatasi kesulitan
yang dihadapi BPR.
b.
menurut penilaian BI keadaan suatu BPR dapat membahayakan sistem perbankan.
c.
terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham BPR.
Jangka
waktu likuidasi ditetapkan sebagai berikut :
a.
pelaksanaan likuidasi BPR paling lama 5 tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi.
b. apabila
melebihi 5 tahun, penjualan aset dilakukan melalui lelang dalam jangka waktu
180 hari sejak berakhirnya pelaksanaan likuidasi BPR.
E.
Ketentuan lain – Lain
PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) PERBANKAN
BPR wajib menyediakan dana
pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan danketrampilan SDM di bidang
perbankan sebesar 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya. Apabila
dana pendidikan tersebut masih tersisa, maka sisa dana tersebut wajib
ditambahkan ke dalam dana pendidikan dan pelatihan tahun berikutnya.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan
dengan cara :
a.
dilaksanakan oleh BPR sendiri;
b.
ikut serta pada pendidikan yang dilakukan BPR lain;
c.
bersama-sama dengan BPR lain menyelenggarakan pendidikan; atau
d.
mengirim SDM mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
perbankan.
SISTEM
INFORMASI DEBITUR (SID)
Penyelenggaraan SID dimaksudkan
untuk membantu pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah
penerapan manajemen risiko, dan membantu bank dalam melakukan identifikasi
kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku.
BPR yang memiliki total aset sebesar
Rp 10 milyar atau lebih wajib menjadi pelapor SID sementara BPR yang memiliki
total aset kurang dari Rp 10 milyar namun telah memiliki infrastruktur yang
memadai dapat menjadi pelapor dalam SID.
F.
Laporan – Laporan BPR
LAPORAN
BULANAN
Laporan Bulanan BPR adalah laporan
keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari
neraca,
laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud.
Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah
berakhirnya
bulan laporan.
LAPORAN
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)
BPR wajib menyampaikan laporan BMPK
kepada Bank Indonesia yang berisi
fasilitas
kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK
dan
seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
Laporan
tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah
berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
LAPORAN
SISTEM INFORMASI DEBITUR (SID)
Laporan Debitur meliputi informasi
mengenai debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas penyediaan dana, agunan,
penjamin dan laporan keuangan debitur. Laporan Debitur disampaikan paling
lambat tanggal 12 setelah bulan Laporan Debitur yang bersangkutan.
LAPORAN
KEUANGAN PUBLIKASI
BPR
wajib menyampaikan Laporan Keuangan Publikasi kepada Bank Indonesia secara
triwulanan untuk posisi pelaporan akhir bulan Maret, Juni, September dan
Desember
yang terdiri dari laporan keuangan dan informasi lainnya dan disajikan Dalam
bentuk perbandingan dengan laporan posisi yang sama tahun sebelumnya.
Laporan Keuangan Publikasi diumumkan
pada surat kabar lokal atau ditempelkan pada papan pengumuman di kantor BPR
yang bersangkutan paling lambat:
a. 1
bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan
Maret, Juni dan September;
b. 2
bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan
Desember yang tidak diaudit oleh Akuntan Publik;
c. 4
bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan
Desember yang diaudit oleh Akuntan Publik.
LAPORAN
PENGADUAN NASABAH
BPR wajib menyelesaikan setiap
pengaduan yang diajukan nasabah dan atau perwakilan nasabah dengan menetapkan
kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi penerimaan pengaduan,
penanganan dan penyelesaian pengaduan dan pemantauan penanganan dan
penyelesaian pengaduan.
BPR wajib menyampaikan laporan
penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulanan paling lambat satu
bulan setelah masa berakhirnya masa laporan.
LAPORAN
RENCANA KERJA DAN PELAKSANAAN RENCANA KERJA
Rencana Kerja disusun oleh Direksi
atau yang setingkat dan disetujui oleh Dewan Komisaris yang memuat rencana
penghimpunan dana dan penyaluran dana, proyeksi neraca dan perhitungan rugi
laba yang dirinci dalam 2 semester, rencana pengembangan sumber daya manusia
dan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/ meningkatkan kinerja BPR.
Rencana kerja disampaikan kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya akhir Januari tahun kerja yang bersangkutan.
Laporan
pelaksanaan rencana kerja disampaikan oleh Dewan Komisaris BPR kepada Bank
Indonesia secara semesteran yang berisi penilaian terhadap pelaksanaan rencana kerja
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian target serta uraian mengenai permasalahan
yang dapat mengganggu kelancaran operasional BPR dan upaya yang telah dan akan
dilakukan untuk mengatasinya.
Batas waktu penyampaian laporan
selambatnya pada akhir bulan Agustus untuk laporan akhir bulan Juni dan pada
akhir bulan Februari untuk laporan akhir bulan Desember.
LAPORAN
KEUANGAN TAHUNAN (LKT)
BPR wajib menyampaikan LKT kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai
berikut
:
1. Bagi BPR dengan total aset Rp10 miliar
atau lebih wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia
yang disertai dengan Surat Komentar dan disampaikan selambat-lambatnya akhir
bulan April tahun berikutnya.
2. Bagi BPR yang memiliki total aset
kurang dari Rp10 miliar, LKT yang disampaikan adalah LKT yang telah
dipertanggungjawabkan Direksi atau yang setingkat kepada RUPS atau Rapat
Anggota dan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun buku
berakhir.
Laporan Keuangan Tahunan terdiri
dari Neraca, Laporan Komitmen dan Kontinjensi, Perhitungan Laba Rugi dan Laba
Ditahan, Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.
LAPORAN
STRUKTUR KELOMPOK USAHA
Laporan struktur usaha kelompok
usaha mencakup seluruh pihak yang terkait dengan BPR dari segi pengendalian
sampai dengan ultimate shareholders dengan mencantumkan porsi kepemilikan dan
susunan kepengurusan tiap-tiap pihak yang terkait.
LAPORAN
LAINNYA
a.
Laporan yang berkaitan dengan kelembagaan BPR
b.
Laporan yang berkaitan dengan kepengurusan BPR
c.
Laporan yang berkaitan dengan operasional BPR
d.
Laporan khusus yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan BPR
e.
Laporan transaksi keuangan mencurigakan (ke PPATK)
BAB
III. PENGEMBANGAN BPR
Kebijakan dan strategi pengembangan
BPR ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPR yaitu BPR sebagai community
bank yang sehat, kuat, produktif serta menyebar diseluruh Indonesia dan
fokus dalam penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dan masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan. Dalam
rangka peningkatan daya saing dan jangkauan pelayanan BPR, upaya serta strategi
yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut:
Memperkuat
Kelembagaan
Kelembagaan industri BPR perlu
diperkuat melalui pemberdayaan potensi daerah, peningkatan
permodalan BPR, kebijakan yang mendorong penyebaran BPR di seluruh Indonesia,
perluasan jaringan kantor dan kerjasama dengan Bank Umum serta lembaga keuangan
lain dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM (Linkage Program).
(i) Peningkatan Permodalan di Indonesia
Untuk meningkatkan kemampuan BPR
dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan daya saing, upaya untuk
mendorong BPR melakukan merger atau konsolidasi terus dilakukan
agar BPR memiliki permodalan yang kuat, jaringan kantor yang lebih terintegrasi,
dan beroperasi secara efisien. Selain daripada itu BPR juga harus mampu memenuhi
ketentuan modal disetor sesuai dengan ketentuan pada waktu yang telah ditetapkan.
(ii) Penyebaran BPR di Seluruh Indonesia
Hingga akhir Desember 2006 jumlah
BPR masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali (77%) sehingga diperlukan dukungan
regulasi yang mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali
selain adanya regulasi yang memperketat pendirian BPR baru di pulau Jawa dan
Bali. Perubahan ketentuan mengenai BPR terkait dengan kualifikasi Calon Direksi
sebagaimana tertuang dalam PAKTO 2006 merupakan salah satu upaya yang
diharapkan mampu mendorong pendirian BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali.
Bagi
calon anggota Direksi yang tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat di bidang
operasional
perbankan paling singkat selama 2 tahun dapat memenuhi persyaratan
sebagai
calon anggota Direksi dengan mengikuti magang paling singkat selama 3 bulan
di BPR
dan memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi, pada saat diajukan
sebagai
calon anggota Direksi.
(iii) Perluasan Jaringan Kantor
Dalam rangka meningkatkan daya saing
dan memperluas jangkauan pelayanan BPR, telah dikeluarkan Paket kebijakan
sektor keuangan berupa kemudahan pembukaan Kantor Cabang (KC) BPR yaitu BPR
tidak lagi dibatasi untuk dapat membuka KC dalam setahun. Persyaratan pembukaan
KC hanya didasari pada persyaratan CAR dan TKS, sedangkan persyaratan untuk
modal disetor dipenuhi sesuai masa pentahapan. (iv) Peningkatan Kerjasama BPR
dengan Bank Umum/Lembaga Lain (Linkage Program) Linkage Program merupakan
kerjasama Bank Umum dan BPR yang dilandasi semangat kemitraan yang bersifat symbiosis
mutualistic dengan tetap berorientasi pada aspek bisnis yang tertuang dalam
Generic Model Linkage Program. Strategi ini merupakan suatu bentuk
kerjasama antara Bank Umum dengan BPR untuk meningkatkan jangkauan (outreach)
dalam rangka penyaluran kredit UMKM. Linkage Program dinilai telah memberikan
hasil yang positif dalam pengembangan BPR serta peningkatan kredit kepada
nasabah UMKM. Bank Indonesia berperan dalam memberikan bantuan teknis kepada
Bank Umum berupa pelatihan mengenai BPR. Dalam rangka mengevaluasi dan menyempurnakan
Linkage Program di masa yang akan datang, telah dilakukan survei pelaksanaan
Linkage Program kepada seluruh BPR yang telah mendapat pembiayaan dari
Bank Umum.
Meningkatkan
Kualitas Pengaturan
Peningkatan kualitas pengaturan
terus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan
pemenuhan modal disetor minimum, melakukan review, evaluasi dan
penyempurnaan ketentuan kehati-hatian, kelembagaan dan penilaian tingkat
kesehatan BPR dengan mempertimbangkan strata total aset, karakteristik ekonomi
dan budaya daerah. Untuk menunjang kualitas pengaturan maka penyusunan ketentuan
didukung oleh penelitian yang diperlukan untuk pengembangan BPR dalam rangka
peningkatan peran dan kontribusinya sebagai lembaga pembiayaan kepada UMKM dan
masyarakat setempat khususnya di daerah pedesaan. Pada tahun 2006 triwulan ke
IV telah dikeluarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Paket Oktober dan
November 2006 yang merupakan perubahan beberapa ketentuan mengenai Kelembagaan
BPR, KPMM, KAP dan PPAP, serta Transparansi Kondisi Keuangan BPR.
Meningkatkan
Efektivitas Sistem Pengawasan
Industri BPR yang sehat, kuat,
produktif dan dipercaya tidak terlepas dari sistem pengawasan yang dilakukan
oleh Bank Indonesia. Selain meningkatkan kompetensi pengawas melalui pelatihan
secara terus-menerus dan sertifikasi pengawas, telah diterbitkan Pedoman Teknik
Pengawasan yang Terfokus untuk dijadikan acuan bagi seluruh pengawas BPR untuk
meningkatkan kualitas pengawasan terutama dalam mendeteksi secara dini (early
warning) permasalahan BPR yang makin kompleks atau potensi permasalahan
yang terjadi.
Dengan pedoman tersebut diharapkan
dapat mengurangi seminimal mungkin terjadinya pelanggaran dan penyimpangan BPR
terhadap ketentuan bahkan permasalahan yang berpotensi mengarah pada tindak
pidana di bidang perbankan serta menjadi panduan bagi pengawas baik dalam
pengawasan maupun dalam menentukan area pemeriksaan untuk memenuhi prinsip Know
Your Bank.
Peningkatan efektivitas sistem
pengawasan tidak terlepas dari peran sistem informasi yang ada. Oleh karena itu
telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem informasi antara lain melalui
penyampaian laporan BPR secara on line kepada Bank Indonesia, penyempurnaan
sistem informasi dan manajemen pengawasan BPR yang terintegrasi serta
penyempurnaan informasi dan publikasi tentang perkembangan dan kondisi BPR secara
reguler.
Mendorong
Kualitas Tata Kelola (governance), Manajemen dan Operasional
yang
Sehat dan Profesional
BPR di masa mendatang diharapkan
dikelola oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi
dan integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas kompetensi SDM BPR perlu
terus ditingkatkan sehingga tercapai standar kualitas yang memadai
dalam pengelolaan BPR. Upaya yang dapat dilakukan meliputi
meningkatkan profesionalisme SDM BPR melalui program sertifikasi
bagi Direktur BPR dan pelatihan bagi SDM BPR lainnya, memfasilitasi
peningkatan ketrampilan dan pengetahuan SDM BPR mengenai inovasi produk
baik simpanan maupun pembiayaan terutama kredit kepada sektor pertanian dan
masyarakat pedesaan serta mendorong pemanfaatan teknologi informasi
untuk operasional dan penyusunan laporan keuangan intern BPR
maupun laporan kepada Bank Indonesia. Pengelolaan BPR yang sehat
dan dijalankan secara profesional akan meningkatkan kredibilitas
BPR di mata masyarakat.
Memberdayakan
Infrastruktur Pendukung Industri BPR yang Efektif
Strategi untuk mendorong
terbentuknya infrastruktur yang mendukung industri BPR dilakukan melalui
peningkatan peran Asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan BPR terutama dalam pengembangan SDM BPR, mewujudkan lembaga Apex,
peningkatan efektifitas lembaga sertifikasi profesi, serta peningkatan
kerjasama dan koordinasi dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang
kondusif bagi perkembangan BPR.
(i) Lembaga Apex
Lembaga Apex merupakan lembaga
pengayom bagi BPR dengan menjalankan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk
mendukung operasional industri BPR agar lebih efisien baik melalui pemberian
bantuan likuiditas bagi BPR yang mengalami liquidity mismatch dan
bantuan dana untuk ekspansi BPR maupun bantuan teknis antara lain seperti pelatihan,
teknologi informasi, konsultasi manajemen, penyedia jasa dalam sistem pembayaran
bagi BPR anggota (terbatas)
Pada bulan Agustus 2005 dibentuk Kelompok
Kerja Apex untuk mempersiapkan pilot project Apex. Hasil dari pilot
project tersebut yaitu terdapat Lembaga Apex yang telah berjalan di 5
wilayah pilot project meliputi Yogyakarta dengan pola BPR sebagai Leader,
Sumatra Barat dan Jawa Barat dengan pola kerjasama dengan Bank Umum serta Bali dan
Jawa Tengah dengan pola BPR Leader yang didukung oleh PT PNM. Pada tahun
2007, upaya pembentukan Lembaga Apex BPR akan dilanjutkan melalui pemantauan
dan pertemuan teknis dengan penyelenggara Apex di 5 wilayah serta kemungkinan
perluasan pelaksanaan Apex di wilayah lain.
(ii) Lembaga Sertifikasi Profesi
Dalam rangka meningkatkan kualitas
SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan serta untuk mendukung aspek “fit”
(kemampuan) SDM BPR maka dilaksanakan CERTIF, yaitu Program Sertifikasi
Profesional untuk BPR. LSP LKM Certif merupakan lembaga yang bertugas untuk
mengatur dan menetapkan sistem sertifikasi dan telah mendapatkan pengesahan
dari instansi yang berwenang. Tujuan utama pendirian lembaga sertifikasi ini untuk
menjamin terlaksananya sistem sertifikasi bagi direktur BPR, termasuk menjamin kualitas
dan pelaksanaan sistem sertifikasi; meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalisme
SDM BPR.
Melihat manfaatnya bagi peningkatan
kualitas SDM BPR, maka peran lembaga ini di masa mendatang perlu diperluas
dengan program sertifikasi kepada komisaris dan karyawan BPR. Hal tersebut
dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR dapat ditingkatkan terutama dalam
memberikan pelayanan kepada UMKM, dan dalam menghadapi persaingan yang semakin
ketat antar lembaga keuangan yang melayani UMKM. Mulai tahun 2007 telah
diimplementasikan program sertifikasi untuk calon Direktur yang terdiri dari 14
modul.
Meningkatkan
Kapasitas BPR
Dalam rangka mendukung upaya
pengembangan masyarakat pedesaan dan untuk mendorong pembiayaan
BPR ke sektor-sektor produktif, Bank Indonesia telah dan akan melanjutkan
penyelenggaraan seminar/workshop pembiayaan BPR kepada sektor-sektor
produktif seperti TKI dan sektor pertanian dengan tujuan untuk
memperluas wawasan Direktur BPR dan meningkatkan kemampuan teknis
Account Officer BPR dalam pelaksanaan
pembiayaan pada sektor tersebut.
Hasil yang dicapai dari workshop pembiayaan
BPR kepada sektor pertanian yang telah dilaksanakan pada tahun
2005 yaitu BPR yang semula belum menyalurkan kredit ke sektor
pertanian, saat ini telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian dan BPR yang
sebelumnya telah menyalurkan kredit ke sektor pertanian mengalami
peningkatan.
Sementara itu hasil yang dicapai
dari workshop pembiayaan TKI yang diselenggarakan pada tahun 2006
adalah pembiayaan TKI oleh BPR dengan negara tujuan meliputi Malaysia,
Singapura dan Arab Saudi. Kegiatan workshop pembiayaan TKI oleh BPR
direncanakan untuk tetap dilaksanakan pada tahun 2007 di beberapa
wilayah yang merupakan kantong TKI terbesar di Indonesia.
Mewujudkan
Pemberdayaan dan Perlindungan Nasabah
Strategi pengembangan ini dimaksudkan
untuk mendorong BPR agar beroperasi dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat melalui pemberian pelayanan dan informasi
produk yang baik, sehingga nasabah BPR memahami produk yang ditawarkan BPR
dan terlindungi kepentingannya. Upaya yang dilakukan meliputi melakukan pemantauan
dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan nasabah, melakukan pemantauan dan
evaluasi pedoman transparansi informasi produk serta menjalankan dan
bekerjasama dengan lembaga
terkait untuk melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai BPR
nice info
BalasHapusyour welcome :)
Hapus