Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Minggu, 05 Mei 2013

Dilema Program Keluarga Berencana di Era Otonomi Daerah



Berita Kependudukan :
Monday, 13 February 2006, 17:59:27
Dilema Program Keluarga Berencana di Era Otonomi Daerah
Kategori: Berita Nasional.

Perubahan paradigma pembangunan di daerah berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah (otda) telah membuat para pengambil keputusan di daerah melakukan efisiensi dengan menghilangkan sejumlah lembaga pusat atau mungkin meleburnya ke dalam dinas, badan, atau pun kantor yang baru dibentuk. Langkah ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah.

(Suara Pembaruan) - Perubahan paradigma pembangunan di daerah berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah (otda) telah membuat para pengambil keputusan di daerah melakukan efisiensi dengan menghilangkan sejumlah lembaga pusat atau mungkin meleburnya ke dalam dinas, badan, atau pun kantor yang baru dibentuk. Langkah ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah.
Semangat kemandirian yang mendasari pelaksanaan otda tersebut telah membuat daerah-daerah berlomba-lomba melakukan perampingan struktur kelembagaan demi menekan anggaran rutin dan memperbesar dana pembangunan.
Salah satu lembaga pusat yang menjadi "korban" kebijakan pemerintah tersebut adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Lembaga yang sempat diusulkan dibubarkan oleh mantan Wapres Hamzah Haz ini, relatif kacau balau secara anatomi kelembagaan dan fungsinya di era otda ini.
Data BKKBN Pusat Oktober 2005 menunjukkan, dari 433 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru 72,29 persen yang mengakomodasi lembaga KB dalam bentuk perda, 1,08 persen raperda, 21,71 persen SK bupati/wali kota, dan 3,93 persen masih sebatas wacana.
Kendati lembaga KB yang dibentuk dengan perda mencapai 310 kabupaten/kota, namun hanya sekitar 31 kabupaten/kota yang berupa dinas utuh. Sisanya dimerger dengan instansi lain dengan bentuk kelembagaan yang sangat bervariasi.
Pembaruan yang akhir Desember lalu mengikuti kegiatan press tour BKKBN Pusat ke Kupang, NTT, mendapati bahwa kondisi kelembagaan BKKBN yang kacau-balau tercermin pula di provinsi tertinggal ini. Dari 15 kabupaten/kota di NTT, hanya satu yang mempunyai dinas BKKBN yang utuh., yakni Kota Kupang. Di kota yang dipimpin oleh Wali Kota SK Lerik ini, lembaga KB dinamakan Dinas Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Kota Kupang.
Keberadaan dinas ini, menurut Lerik, sangat berpengaruh pada pencapaian program keluarga berencana di Kota Kupang. Kemajuan itu terlihat jelas dari data yang ada tentang jumlah peserta baru dan peserta aktif KB, serta pasangan usia subur. Saat institusi BKKBN ini diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Kupang oleh Pemerintah Provinsi NTT pada 15 Desember 2003, jumlah peserta baru KB 1.047, peserta aktif 19.378, dan pasangan usia subur 33.756 dengan persentase keaktifan 57,40 persen. Namun data per Oktober 2005 menunjukkan bahwa jumlah peserta baru meningkat mencapai 2.515, peserta aktif 20.801, dan pasangan usia subur 34.759 dengan persentase keaktifan mencapai 59,84 persen. "Jelas bahwa keberadaan dinas ini sangat signifikan pada pencapaian kemajuan ini," ujar Lerik. "Dan kemajuan ini tentu saja sangat berpengaruh pada upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga di Kota Kupang," tambahnya.
Sayangnya, dari 15 kabupaten/kota di Provinsi NTT, baru Kota Kupang yang mengelola masalah ini dengan sebuah dinas yang utuh. Mengacu pada kondisi ini, jelas bahwa keberlangsungan program KB di waktu mendatang cukup mengkhawatirkan. Hal ini karena keberhasilan atau kegagalan program KB secara nasional sangat bergantung pada keberhasilan atau kegagalan pengelolaan program dan kelembagaan KB di kabupaten/kota.
Kondisi ini diakui pula oleh Kepala BKKBN NTT, Soter Parera MPA. "Angka kelahiran di NTT cenderung meningkat di era otda ini," ujarnya kepada Pembaruan dan di Republika di Kupang, belum lama ini.
Padahal, menurut Soter, sejak dicanangkan di NTT tahun 1979, program KB telah memberikan hasil dan dampak demografis yang bermakna. Angka kelahiran (fertilitas) telah menurun secara signifikan dari 5,7 anak per wanita pada tahun 1979 menjadi 3,45 pada tahun 1997. Namun pada tahun 2002 tingkat fertilitas meningkat kembali menjadi 4,1.
"Keadaan ini sungguh mencemaskan jika tidak disikapi secara serius karena upaya menurunkan tingkat fertilitas yang telah meningkat kembali itu tidaklah mudah. Fenomena stalling fertility bisa terjadi di NTT, dengan tingkat fertilitas yang sudah turun, naik kembali menjadi tidak terkendali," ujarnya.

Beban Pemerintah
Tingginya angka kelahiran di NTT akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah penduduk usia muda, yang selanjutnya mempengaruhi struktur penduduk di daerah ini. Kondisi ini akan menjadi beban bagi pemerintah dan masyarakat NTT, karena harus menyediakan potensi daya, dana, serta sarana dan prasarana yang tidak kecil untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dibandingkan untuk pembangunan dan investasi.
Karena itu, lanjut Soter, pengelolaan kependudukan, terutama pengelolaan perencanaan kehidupan berkeluarga melalui program KB, merupakan hal yang perlu mendapat perhatian penting dari para kepala daerah di NTT. Apalagi program ini sudah terbukti memberi sumbangsih besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daerah.
Ia menambahkan, investasi di bidang KB hendaknya tidak dilihat dari perspektif sempit. Dalam jangka pendek, investasi daerah bagi program KB memang terlihat besar seperti anggaran untuk pengadaan alat kontrasepsi. Namun jika dibandingkan dengan besarnya dana untuk pendidikan, kesehatan, dan lingkungan, yang dapat dikurangi karena keberhasilan program ini, jelas bahwa manfaat program KB lebih besar.
"Pemerintah daerah sesungguhnya tidak rugi memberi perhatian terhadap program KB, kendati sebagian orang menganggap program ini tidak menghasilkan PAD, sehingga tidak mendapat perhatian di sebagian kabupaten di NTT. Padahal sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyiapan kualitas penduduk sangat besar," tandas Soter Parera.
Selaras dengan Soter, Gubernur NTT Piet Tallo dan Ketua DPRD NTT Mell Adoe sepakat bahwa program KB penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di daerah ini. Namun, Piet Tallo tidak terlalu mementingkan bentuk kelembagaannya. Menurutnya, aspek lokal harus diperhatikan dalam penerapan program KB di daerahnya. "Selama fungsinya jalan, masalah anatomi (kelembagaan) tidak terlalu menjadi masalah," katanya.
Pembaruan/ Petrus Christian Mboeik

Berita Kependudukan :
Monday, 06 September 2010.
Pemerintah akan merevitalisasi program Keluarga Berencana (KB)
Kategori: Berita Nasional.
Jakarta, Pemerintah akan merevitalisasi program Keluarga Berencana (KB) pada tahun 2010 dengan target melayani sedikitnya 7,1 juta peserta atau akseptor KB baru. Kebijakan ini akan masuk ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang akan segera dikeluarkan.



Pembahasan:
Dapat kita lihat dalam uraian berita diatas bahwa terdapat dilema terhadap kebijakan pemerintah mengenai program keluarga berencana di era otonomi daerah. Program Keluarga Berencana yang dicanangkan pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dapat dikatakan efektif. Terbukti dengan diraihnya penghargaan dari lembaga PBB karena Indonesia dapat menekan laju pertumbuhan penduduk pada masa rezim Soeharto dengan system sentralistik. Lambat laun arah kebijakan pemerintah tidak selalu memfokuskan program Keluarga Berencana, yang mulanya dipaksakan sekarang mulain beralih menjadi secara sukarela.
Seharusnya pengelolaan kependudukan, terutama pengelolaan perencanaan kehidupan berkeluarga melalui program Keluarga Berencana (KB), merupakan hal yang perlu mendapat perhatian penting dari para kepala daerah di NTT. Apalagi program ini sudah terbukti memberi sumbangsih besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daerah. Jika dilihat dari investasi di bidang Keluarga Berencana (KB) hendaknya kita tidak dilihat dari perspektif sempit. Dalam jangka pendek, investasi daerah bagi program KB memang terlihat besar seperti anggaran untuk pengadaan alat kontrasepsi. Namun jika dibandingkan dengan besarnya dana untuk pendidikan, kesehatan, dan lingkungan, yang dapat dikurangi karena keberhasilan program ini, jelas bahwa manfaat program KB lebih besar.
Meskipun demikian, pemerintah selalu berupaya untuk mendinamisasikan program tersebut dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan  yang dianggap sebagai solusi mengatasi hal yang muncul dan menghambat program keluarga berencana tersebut.
Pada tahun 2006 bisa kita melihat bahwa tidak semua kebijakan pemerintah dalam hal program keluarga berencana dapat dikatakan efektif,itu bisa kita baca dalam uraian berita diatas, dimana NTT sebagai propinsi yang dapat dikatakan tertinggal, belum siap untuk menerima pendelegasian fungsi dan peran BKKBN di daerah, yang telah digalangkan oleh pemerintah secara maksimal. Untuk urusan sepenting ini, saya pikir lebih baik kalau pemerintah pusat yang langsung mengelolanya, karena Program keluarga berencana atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat tidak akan dapat berjalan maksimal tanpa ikut campur pemerintah pusat maupun daerahnya.
Pada berita yang ke-2,tidak dapat dipisahkan dengan berita yg ke-1 sejalan dengan perkembangan kebijakan program KB tersebut.
Saya sangat setuju pendapat Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Sugiri Syarief yang mengatakan, bahwa "Memang perlu sentralisasi kebijakan KB. Mungkin ini melawan arus tetapi BKKBN akan mengupayakannya," saat memberi saran terkait penelitiannya dihadapan Sidang Senat Guru Besar Universitas Padjadjaran. Bandung, Kamis (3/ 12).
Kebijakan nasional Program Keluarga Berencana (KB) sebaiknya sentralistik agar pelaksanaan program KB berjalan baik di seluruh Indonesia. Tetapi jika tetap dilakukan secara desentralisasi, maka Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendukung dalam pengawasan program dan menyediakan anggaran KB yang memadai.
Dari tahun ketahun pemerintah pusat berupaya untuk dapat mensukseskan kembali program Keluarga Berencana ini seperti pada masa Orde Baru. Perubahan-perubahan selalu dilakukan hingga tahun ini pada pemerintahan SBY, Pemerintah akan merevitalisasi program Keluarga Berencana (KB) pada tahun 2010 dengan target melayani sedikitnya 7,1 juta peserta atau akseptor KB baru. Kebijakan ini akan masuk ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang akan segera dikeluarkan.
Saya kira, melalui Instruksi presiden (Inpres)  laju pertumbuhan penduduk ini diharapkan dapat dikendalikan, mengingat pertumbuhan penduduk yang pesat akan menjadi ancaman mengerikan jika tidak dikendalikan. Tetapi menurut saya pencapaian target jumlah dan laju pertumbuhan penduduk mengalami hambatan, karena tidak semua pemerintah daerah di Indonesia memprioritaskan program Keluarga Berencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar