Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Kamis, 15 November 2012

Perjanjian BUILD, OPERATE and TRANSFER (BOT)

A.    Pengertian Build, Operate, and Transfer (BOT)

Salah satu jenis perjanjian yang mulai marak saat ini adalah “Build, Operate and Transfer” yang sering sekali oleh banyak pihak disebut transaksi Build, Operate and Transfer /bangun, guna dan serah, yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah suatu bentuk hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka pembangunan suatu proyek infrastruktur.

Menurut Pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, yang menyatakan bahwa Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

Sedangkan pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
       
Pengertian BOT menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 adalah:
1.    Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor,
2.    Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian,
3.    Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.
4.    Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.

Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta). Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku milik proyek.

Surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri tentang kerjasama antar daerah, menyebutkan pengertian BOT ialah bangun, kelola dan alih milik yang dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah, kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

Bagi Pemerintah Daerah pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga dirasakan semakin terbatas jumlahnya, untuk itu dibutuhkan pola-pola baru sebagai alternatif pendanaan yang tidak jarang mellibatkan pihak swasta (nasional-asing) dalam proyek-proyek Pemerintah.

Kerja sama tersebut dimanifestasikan dalam bentuk perjanjian. Adapun bentuk kerja sama yang ditawarkan antara lain Joint Venture berupa production sharing, manajemen contract, technical assistance, franchise, joint enterprise, portofolio investmen, build operate and transfer (BOT) atau bangun guna serah dan bentuk kerja sama lainnya.

Sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih yaitu perjanjian kerja sama sistem bangun guna serah atau build operate and transfer (BOT) yang tergolong masih baru. Sistem perjanjian ini juga banyak digunakan dalam hal perjanjian antara Pemerintah dengan swasta dalam membangun sarana umum lainnya seperti sarana telekomunikasi, jalan tol, tenaga listrik, pertambangan, pariwisata dan lain-lain. Bangun guna serah atau build operate and transfer adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.

Sumber lain mengatakan bahwa, dalam kerja sama dengan sistem build operate and transfer (BOT) ini, pemilik hak eksklusif (biasanya dimiliki Pemerintah) atau pemilik lahan (masyarakat/swasta) menyerahkan pembangunan proyeknya kepada pihak investor untuk membiayai pembangunan dalam jangka waktu tertentu pihak investor ini diberi hak konsesi untuk mengelola bangunan yang bersangkutan guna diambil manfaat ekonominya (atau dengan presentasi pembagian keuntungan). Setelah lewat jangka waktu dari yang diperjanjikan, pengelolaan bangunan yang bersangkutan diserahkan kembali kepada pemilik lahan secara penuh. Hak eksklusif maksudnya adalah dalam hal hak terhadap tanah yang hanya dimiliki oleh subjek hukum tertentu saja.

Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan, build operate and transfer (BOT) dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris dalam jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam keuntungan dan kerugian yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahan-permasalahan yang timbul di daerah lain yang menggunakan sistem kerja sama ini.

Penelusuran tentang kerja sama ini dapat dilihat dari proses awal dilakukannya kerja sama hingga pada tahap pelaksanaan. Dengan melihat perjanjian terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perlu dikaji apakah terlaksana dengan semestinya yaitu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagaimanakah sistem pengelolaan berlangsung dan pembagian keuntungan yang diperoleh selama perjanjian berlangsung, bisa berbentuk bagi hasil atau bentuk lainnya. Hal terpenting dari kerja sama yang dilakukan adalah harus mengacu kepada peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat dan bagi percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Dalam praktik hukum konstruksi dikenal beberapa model kerja sama selain BOT agreement seperti BOOT (build, own, operate and transfer) dan atau BLT (build, lease and transfer). Sistem bangun guna serah atau yang lazimnya disebut BOT agreement adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, di mana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.


B.    Unsur-unsur yang terdapat pada Build, Operate and Transfer (BOT)

Berdasarkan pengertian sebagaimana dimaksud di atas maka unsur-unsur perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer/BOT) atau BOT agreement, adalah:
1. Investor (penyandang dana)
2. Tanah
3. Bangunan komersial
4. Jangka waktu operasional
5. Penyerahan (transfer)

Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996, tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT (Viena Publication). Ada 3 pihak utama yang berperan dalam proyek BOT yakni :

1. Host GovernmentPemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.

2. Project CompanyKonsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan penawaran proyek.

3. Sponsor
Yaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut.




Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT :

1. Lenders
Merupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan konstruksi.

2. Grantor dan Host Government
BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan. Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.

3. Project Company
Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.

4. Share Holders
Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi.

5. Construction Contractor
Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk menjalankan proyek.

6. Offtake Purchaser
Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat menghasilkan.

7. Input Supplier
Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan.


C.    Jenis perjanjian yang terkait didalamnya:
a. Kontrak konsesi sebagai dasar;
b. Kontrak kontraktor;
c. Share holder agreement;
d. Supply agreement;
e. Operational agreement;
f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor.

Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek. Sehingga dari satu proyek akan terkait beberapa unsur di dalamnya, yang akan digambarkannya dalam skema berikut:
Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik (yang menguasai tanah) dengan Investor (penyandang dana). Pemisahan yang tegas terkait hak dan kewajiban para pihak. Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya.


D.    Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer):
1.    Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial.

2.    Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk tujuan:
a.    Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.
b.    Pembangunan properti seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan sebagainya.
c.    Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu.

Objek BOT dapat dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit dengan syarat memenuhi prosedur pemberian kredit yang ditetapkan oleh pihak bank, yang dimulai dengan tahap penyusunan perencanaan perkreditan, dilanjutkan dengan proses pemberian putusan kredit yaitu prakarsa kredit dan permohonan kredit, analisis dan permohonan kredit, analisis dan evaluasi kredit, negosiasi kredit, rekomendasi pemberian putusan kredit, serta dokumentasi dan administrasi kredit, dan pengawasan kredit terhadap objuk jaminan tersebut. Penyelesaian bangunan apabila pembangunan dengan sistim BOT yang belum selesai, dijaminkan ke Bank oleh investor, kemudian terjadi kredit macet, maka dapat dilakukan pengalihan dengan cessiatau fidusia atas hak sewa, keuntungan yang diharapkan dari hasil pegalihan hak atas pengelolaan yang dimilikinya selama jangka waktu yang telah diperjanjikan


E.    Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) terjadi dalam hal:
1.    Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.

2.    Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya zuntuk tempat berdirinya bangunan komersial tersebut.

3.    Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu.

4.    Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.


V. Perjanjian build operate and transfer dibagi dalam 3 tahap:
1.    Tahap pembangunan
Pihak pertama menyerahkan tanahnya kepada pihak lain untuk dibangun.
2.     Tahap operasional
Berfungsi mendapatkan penggantian biaya atas pembangunan dalam jangka waktu tertentu.
3.    Tahap transfer
Pihak kedua menyerahkan kepemilikan bangunan komersial kepada pemilik tanah.

Kerja sama build operate and transfer (BOT) ini merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian yaitu ketentuan buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


VI.    Asas perjanjian Build, Operate and Transfer (BOT)
Kerja sama build operate and transfer (BOT) merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian. Namun di dalam sebuah Naskah Akademis dinyatakan bahwa asas terpenting dalam kerja sama ini adalah “asas kerja sama saling menguntungkan”, dijelaskan bahwa semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja, setelah kerja sama dengan perjanjian BOT pada suatu saat dia juga bisa memilki bangunan. Begitu juga bagi investor yang tidak memiliki lahan, dia bisa mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya.  Di samping itu kerja sama ini menganut asas kepastian hukum, hal ini dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian dan investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta fasilitas yang telah diperjanjikan dengan kepastian.

Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat :
a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
b. Objek bangun guna serah dalam bangun serah guna
c. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna
d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
e. Persyaratan lain yang dianggap perlu
Kerja sama ini menganut juga “asas musyawarah” dalam menyelesaikan permasalahan antara para pihak yang melakukan perjanjian.



VII.    Karateristik Build, Operate and Transfer (BOT)
Setiap proyek BOT mempunyai ciri atau pertimbangan khusus tersendiri, namun dapat diambil beberapa karateristik yang sama, antara lain:
a.    Masa konstruksi, jika dibandingkan dengan pembangunan industri komersial lain, biasanya proyek BOT mempunyai masa konstruksi yang lebih lama, karena dikombinasikan dengan kebutuhan mengkapitalisasikan modal sampai penyempurnaan hasil dengan biaya tinggi.
b.    Hasil akhir, biasanya mempunyai masa guna yang relatif lebih panjang yang pada umumnya adalah 30 tahun.
c.    Proyek yang telah jadi, umumnya hanya membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah.
d.    Perlindungan investor terhadap resiko proyek sangat riskan, tetapi proyek BOT merupakan suatu proyek konstruksi beresiko tinggi diikuti oleh suatu proyek pengguna denganre siko rendah.
e.    Sebagai suatu hasil dari konstruksi jangka panjang dan ongkos pembiayaan yang tinggi, pengembalian dan kepada investor sangat mudah dipengaruhi masalah keterlambatan penyempurnaan proyek.

Sistem BOT ini cocok untuk pemberi konsesi yang memiliki lahan tetapi tidak memiliki biaya untuk mengolah dan membangun lahan tersebut dan juga untuk investor yang memiliki dana atau modal yang besar dan juga sarana serta prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan proyek tersebut.


VIII.    Keuntungan dan kerugian sistem Build, Operate and Transfer (BOT)
Keuntungan dalam BOT ini bagi pihak-pihak yang terkait, adalah sebagai berikut:

Bagi Pemerintah Daerah, pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan, karena dapat membangun infrasturktur dengan biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang relatif rendah, dapat mengurangi pengunaan dana anggaran publik dan juga mengurangi jumlah pinjaman publik, serta setelah masa konsensi bangunan dan fasilitas yang ada akan diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs.

Bagi investor, pembangunan infrasruktur dengan pola BOT merupakan pola yang menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang dibangunnya, adanya kesempatan untuk memasuki bidang usaha dengan hak ekslusif yang hanya dimiliki oleh pemerintah atau BUMN atau juga BUMD yang bersangkutan serta mendapatkan keuntungan saat pengoperasian. Namun dengan kerja sama ini dapat menguntungkan para pihak yang berjanji.

Kerugian sistem perjanjian BOT ini antara lain ialah:
Bagi pemerintah melepaskan hak ekslusif beserta hak untuk mengelola untuk jangka waktu tertentu.
Bagi investor usaha yang dilakukan mengandung resiko yang tinggi karena memerlukan perhitungan dan pertimbangan yang matang selain itu juga menggunakan dana yang sangat besar dan pembangunan proyek tersebut juga memiliki resiko kegagalan bangunan yang dapat saja disebabkan karena salah perhitungan, salah pengerjaan, dan lain-lain.


KESIMPULAN
Definisi Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir. Bangunan yang didirikan oleh investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, dan/atau bangunan lainnya.

Peraturan tentang BOT terkait :


Pengadaan infrastruktur di Indonesia dengan menggunakan perjanjian BOT diatur oleh :
- Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
- UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 1991 tentang Keputusan Presiden Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri.
- Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan Dan Atau Pengelolaan Infrastruktur
- Keputusan Menteri Keuangan No. 234/KMK-04/1995.
- SK Menteri Dalam Negeri Otonomi Daerah Nomor 11 tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
- Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 248/KMK.04/1995 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (“Build Operate and Transfer”).
- Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005.
- Serta peraturan lain yang mendukung.


58 komentar:

  1. untuk apartemen yg dibangun berdasarkan konsep BOT, pada periode transfer (penyerahan kembali) bangunan kepada pemilik tanah... bagaimana kedudukan hukum para pemilik apartemen yang telah membeli dari developer dan memiliki bukti kepemilikan atas apartemen berupa Sertifikat Strata Title SHM Sarusun ?
    Apakah hak pembeli apartemen tersebut menjadi hapus mengikuti berakhirnya perjanjian BOT atau tetap melekat ?
    mohon penjelasan ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kembali kepada konsep BOT yang pada esensinya saya golongkan menjadi 3 ketentuan yaitu bangun, serah, terima.
      Jadi pihak yang diberikan izin untuk BOT dapat membangun suatu konstruksi atas kesepakatan, kemudian mendayagunakan konstruksi tersebut selama jangka waktu tertentu, kemudian jika jangka waktu berakhir pihak tersebut dapat memperpanjangnya, namun jika tidak maka sesuai dengan prinsip ini berkewajiban menyerahkan kembali kepada pemilik lahan.

      Terkait dengan kedudukan hukum pemegang Sertifikat seperti yang Anda maksud di atas, Saya asumsikan sebatas pemegang hak yg dapat dipersamakan dengan penyewa karena biasanya terdapat ketentuan jangka waktu berakhirnya Sertifikat tersebut, jadi jelas bahwa terdapat jangka waktu hak kepemilikan tersebut, biasanya BOT terkait dengan apartemen memiliki jangka waktu yang relatif cukup lama hingga puluhan tahun dan dapat diperpanjang.

      Jadi, jelas bahwa hak pemegang sertifikat tersebut seharusnya berakhir sesuai dengan jangka waktu perjanjian BOT tersebut, namun jika terjadi apabila jangka waktu pemegang sertifikat tersebut belum berakhir akan tetapi jangka waktu perjanjian BOT itu berakhir yaitu bahwa apartemen tersebut harus dikembalikan kepada pemilik lahan, maka kembali yang berlaku adalah ketentuan sewa menyewa sebagai perlindungan kepada pemegang sertifikat tersebut. Penyerahan tetap dilakukan kepada pemilik lahan, kemudian kendali atas bangunan tersebut seketika menjadi kendali pemilik lahan kecuali diperjanjikan lain.

      Ada baiknya jika kita ingin membeli terlebih dahulu mengetahui apakah apartemen tersebut berdiri di atas Tanah Hak Milik developer tersebut atau bukan, hal ini berguna untuk memberikan kemanan agar terhindar dari developer yang tergolong sering melanggar hukum.

      Hal yang saya uraikan di atas semoga dapat membantu.

      Semoga bermanfaat.
      Salam.

      Hapus
  2. Apakah kontrak BOT hanya bisa dilakukan antara Swasta dgn Pemerintah?
    Boleh gak antar Swasta to Swasta melakukan BOT/BOOT/BLT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bung, kita pahami kembali ke konsep BOT itu sendiri, tidak ada batasan pemberlakuan kepada para pihak, namun yang terjadi justru yang sering terdengar adalah Swasta dan Pemerintah.

      Anda dapat mencari tahu bahwa ada banyak bangunan yang didirikan dengan konsep BOT. Saya ambil contoh pembangunan mall-mall dikota besar yg terjadi antara Swasta dengan Swasta atau Swasta dengan orang-perorangan.

      Semoga bermanfaat.

      Hapus
  3. Bagaimana bila terjadi wanprestasi yang dilakukan pihak investor kemudian pihak pemerintah memutuskan perjanjian? Apakah pihak investor berhak mendapatkan penggantian atas semua biaya yang telah dikeluarkan? Bila kemudian investor berhak mendapatkan biaya penggantian dari pemerintah, bukankah hal tersebut menyalahi hakikat BOT yang mana pemerintah seharusnya mendapatkan bangunan tanpa mengeluarkan dana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketika terjadi wanprestasi dari pihak investor dapat dilakukan dengan beberapa cara non-litigasi terlebih dahulu, saya ambil contoh adalah dengan cara negosiasi maupun mediasi. Namun jika yang terjadi adalah justru pemutusan perjanjian, jelas telah terjadi pelanggaran kedua.

      Saya jelaskan terlebih dahulu dari "wanprestasi pihak investor".
      Disini pemerintah dapat melakukan penyelesaian secara non-litigasi dengan cara negosiasi maupun mediasi. perlu diingat bahwa tidak semua penyelesaian harus dengan cara litigasi, jika saja nonlitigasi dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Namun jika non-litigasi menemukan jalan buntu maka Pemerintah dapat menggugat pihak investor tersebut melalui litigasi. Wanprestasi dibagi pula menjadi beberapa kriteria, jadi jelas tidak semua kesalahan dapat dikatakan wanprestasi begitu saja, karena terdapat unsur esensi yg harus dipenuhi. (Dpt dilihat dari literatur).

      Terkait dengan Pemutusan hubungan perjanjian oleh pihak pemerintah kepada investor. Dapat dipahami bahwa kita kembali kepada prinsip pacta sunt servanda yang dituangkan di dalam KUHPerdata pasal 1338. Tapi fakta yg terjadi bahwa sebagian besar sarjana hukum tidak begitu memahami bahwa di dalam pasal 1338 bukan hanya pengertian "asas kebebasan berkontrak" yang mendefinisikan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun perlu dipahami bahwa Pasal 1338 terdapat 3 ayat. Ayat ke 1 sebagaimana yang disebut diatas. ayat ke 2 menjelaskan asas konsesuil yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, dan ditegaskan kembali pada ayat 3 tentang asas itikad baik.
      Jadi jelas apabila pemerintah melakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja secara sepihak, maka telah terjadi pelanggaran hukum dan pihak investor dapat menggugat Pemerintah dengan dasar Perbuatan Melanggar Hukum/Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pihak Investor dapat saja meminta beberapa petitum terkait status kejelasan BOT, ataupun meminta petitum tambahan berupa"Ganti Kerugian" di dalam gugatannya kepada Majelis Hakim.

      Mengenai hakekat BOT sendiri, sebenarnya di dalam prakteknya telah mengalami perkembangan. Namun di dalam permasalahan ini perlu dibedakan antara keadaan hukum sebelum dan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Terlalu jauh jika kita menyimpulkan bahwa Pihak Investor gugatannya tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim dalam perkara semacam ini.
      Jika saya berpendapat bahwa gugatan semacam ini memiliki kedudukan dan alasan hukum yang kuat oleh Pihak Investor untuk dapat gugatannya dikabulkan oleh Majelis Hakim, mengingat tidak cukup alasan oleh Pemerintah yang memiliki kedudukan yang lemah dalam perkara ini.

      Jika ditinjau dari sisi Pemerintah, sangat merugikan sekali jika saja melakukan pemutusan hubungan perjanjian tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) seharusnya dapat sangat berhati2 dalam menerapkan aturan hukum termasuk dengan tindakan hukum yang seharusnya tidak berdampak pada hal yg merugikan Pemerintah sendiri.

      Hapus
  4. bang ini ada sumber buku ny ga?klo ad tolong donk judul ny apa pengarang ny sapa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya rangkum dari beberapa buku, tapi saya lupa bukunya. Nanti saya cek lagi.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Tolong cantumkan sumbernya yaitu link blog ini ya, terimakasih :)

      Hapus
  6. jika ada contoh bentuk perjanjian tertulisnya/kontrak mohon utk dishare ke email Annisanoviyati@rocketmail.com terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah banyak mbak perjanjian tertulisnya, namun rata" dibuat oleh Notaris dalam bentuk akta otentik. Lebih lengkapnya bisa ditanyakan langsung kepada notaris atau bentuk"nya kepada para mahasiswa Magister Kenotariatan. Salam

      Hapus
  7. Bagaimana jika antara pemerintah dan investor melakukan krjasama BOT untuk pembangunan fasilitas umum, tetapi fasilitas umum tersebut di jual ke masyarakat,, dan pemerintah memberikan bntuan uang muka ke masyarakat tersebut untuk pembelian fasilitas tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa berikan contohnya mas lebih detail? karena semua fasilitas tidak bisa dikategorikan sebagai fasilitas umum.

      Hapus
  8. mas, mau numpang tanya dong..jika untuk pembangunan infrastuktur skala Nasional seperti bangun peabuhan atau jalan tol, kira2 dari pengusaha tersebut membutuhkan brapa tahun untuk capai BOP nya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. tergantung mas, dari standar dan prosedurnya...tapi rata" belasan bahkan puluhan tahun. :) untuk lebih jelasnya konsultasikan ke konsultan hukum :)

      Hapus
  9. mau nanya bung... kalau BOT 25 tahun.. berdasarkan tarif dan volume dgn IRR nilai persentase tertentu bisakah di negosiasikan perjanjannya.. terkait dgn kesalahan di keduabelah pihak terkait pembangunannya.. apakah unsur negosiasi setelah beberapa tahun terhadap kontrak setelah dilakukan kajian tentang investasinya secara finansial bisa dikatakan melanggar hukum... atau sebaiknya harus apa yg dilakukan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin saya kira negosiasi untuk tarif dan volume dgn IRR presentase tertentu bisa dilakukan selama negosiasi pra kontraktural dilakukan, cuma saran saya disini harus secara detail mengatur hal-hal yang dianggap sensitif akan menimbulkan konflik dikemudian hari.

      Untuk negosiasi pasca kontraktual terkait kesalahan kedua belah pihak terkait dengan pembangunannya, apakah salah satu pihak saja yang menafsirkan kesalahan tersebut adalah kesalahan keduanya, atau keduanya saling mengakui bahwa selama pelaksanaan kontrak memang para pihak mengakui adanya kesalahan tersebut.

      Terkait dengan kesalahan terhadap pembangunannya, saya kira terlalu ceroboh apabila itu terjadi, karena jelas yang namanya perjanjian BOT harus diatur pula mengenai perancangan, segi pelaksanaan, segi pengawasan, serta transparansi.

      Apabila telah terjadi pembangunan yang disebabkan kesalahan dari kedua belah pihak maka, saya kira perubahan/addendum perjanjian BOT perlu dilakukan selama para pihak sepakat.

      Negosiasi perjanjian dilakukan setelah kajian tentang investasi secara finansial dilakukan, menurut saya selama itu tidak dikecualikan ya sah sah saja, kembali ke tujuan BOT Build Operate Transfer, bangun, guna, serah....jadi jelas disini saling menguntungkan...

      Saya beri contoh, seorang pemilik tanah sepakat kepada developer membangun apartemen/mall di tanahnya, akan tetapi....dalam kenyataannya apartemen/mall tersebut sepi peminat.

      Apakah salah jika developer merasa merugi, dan apabila diatur mengenai pembagian keuntungan dengan pemilik tanah, minta dinegosiasikan ulang untuk meringankan developer yang pada saat itu belum kembali modal pembangunannya.?

      Selama alasan jelas, transparan, saya kira tidak ada kata melanggar hukum, intinya kembali ke isi perjanjian BOT. :)

      Hapus
  10. bagaimana dengan cao, contrac add opertae apakah ada contoh kasus nya di indonesia? bagaimana penjelasanya tentang skema cao tersebut. terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerjasama-Sewa, Tambah, dan Guna.

      Saya kira banyak yang menggunakan ini, biasanya kerjasama ini lebih kepada kerjasama dengan instansi pemerintah seperti Pendirian Pasar tradisional dan penjualan ruko, kalau dilihat kategorinyasaya kira banyak yang masuk kedalam hal ini cuma orang sering mengeneralisir kearah BOT.

      Untuk kasus mungkin sedikit, karena pengaturan dalam perjanjiannya lebih detail dan hampir sedikit resiko permasalahan hukum terjadi.


      pengaturannya bisa dilhat juga misalnya di Perda Kota Depok No. 17 Tahun 2001 ttg kerjasama pemkot dengan badan.

      Hapus
  11. Kalau perbedaan BOT dengan sewa pakai apa ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. jelas konsep dan filosofinya beda mas/mbak, BOT itu bangun guna serah sedangkan sewa pakai lebih kepada penyewaan berupa pemakaian selama jangka waktu yang ditentukan. Dalam BOT pihak pembangun dalam hal ini pengembang dapat membangun sesuai dengan kebutuhan serta pengelolaannya dapat diatur sesuai dengan kesepakatan. Jika sewa pakai hanya terikat pada jasa pemakaian saja, dan lebih terbatas dalam hal pembangunan.

      Hapus
  12. Dalam perjanjian bot pembangunan pasar,Bolehkah investor menarik uang muka kepada pedagang pada saat blm memulai konstruksi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam Semangat, kita lihat dulu alas haknya apa mas/mbak. Apabila alas haknya adalah hak pakai/hak pengelolaan dari pemerintah/Negara maka pihak pemerintah wajib ikut serta dalam prosesnya.

      Penjualan atas unit-unit bangunan/toko/kios yang beralas hak yaitu HGB dapat dilakukan penjualan meskipun bangunan sama sekali baru akan dibangun. Sistem Penjualannya menggunakan selling project mas/mbak sm seperti yang digunakan dalam hal penjualan apartemen/rumah susun.

      Tentunya penjualan tersebut dalam hal prosedur dan mekanismenya telah dilaporkan dan mendapat izin dari instansi yang berwenang.

      Hapus
  13. Dalam perjanjian bot pembangunan pasar,Bolehkah investor menarik uang muka kepada pedagang pada saat blm memulai konstruksi.

    BalasHapus
  14. Dalam kontrak bot revitalisasi pasar boleh atau tidak investor tarik uang muka kepada pedagang...sedangkan pembangunan konstruksi blm di mulai.?

    BalasHapus
  15. mas/mba, saya minta referensi buku yang berkaitan dengan perjanjian BOT. terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada banyak mbak, seperti : Bangun Guna Serah (Build Operate And Transfer/Bot) Membangun Tanpa Harus Memiliki Tanah, Perspektif HUkum Agraria, Hukum Perjanjian dan Hukum Publik)
      Penulis: Anita Kamilah, PENERBIT Keni media,

      Adapula lainnya silahkan cari di toko buku terdekat.
      trims

      Hapus
  16. perkenalkan nama saya ahmad sayuti, mohon informasinya,
    1. Bagaimana mekanismenya bila hak kepemilikan tanah oleh pihak swasta? tetapi contrak perjanjian dengan skema BOT? contohnya pembangunan PLTA yang dimana PPA dengan skema BOT, akan tetapi status tanah milik swasta.
    2. Apakah bisa status BOT berubah menjadi BOO, jika bisa prosesnya bagaimana ya?
    terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. menjawab pertanyaan kedua, terdapat berbagai variasi atau istilah BOO/BOT yang dikenal luas, diantaranya : FBOOT (Finance Build Own Operate Transfer), BOL (Build Operate Lease), DBOM (Design Build Operate Maintain), BOT (Build Operate Transfer), dan sebagainya.

      Untuk pertanyaan pertama, saya jelaskan dulu....
      Power Purchase Agreements (PPA)

      Power Purchase Agreement (PPA) berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1980 an, menyediakan contoh bagi kontrak Public-Private Partnerships modern. PPA dimulai setelah adanya Private Utility Regulatory Policies Act (PURPA) tahun 1978, yang mendorong pembangunan pembangkit kogenerasi, dimana listrik dapat dijual pada kegunaan listrik yang diatur. PPA sampai di Eropa pada awal tahun 1990 an, dengan privatisasi industri listrik Inggris, yang mendorong pemisahan antara perusahaan swasta yang terlibat dalam pembangkit listrik dan mereka yang terlibat dalam distribusinya, dan perkembangan proyek listrik independen untuk meningkatkan persaingan dalam pembangkit listrik. Berdasarkan PPA, investor dibayar dengan tarif yang dibagi menjadi:

      Availability charge (capacity charge) untuk membuat pembangkit tenaga listrik dapat menyediakan listrik bagi pengguna, ini mencakup pengeluaran modal yang terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik dan pengeluaran operasi tetap.
      Usage charge (variable charge) untuk biaya marginal menghasilkan tenaga listrik ketika diperlukan, ini mencakup biaya bahan bakar untuk menghasilkan tenaga listrik.
      Aspek kunci dari PPA adalah bahwa investor dalam Project Company yang membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik tidak mengambil resiko apapun apakah listrik yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan sebenarnya dibutuhkan, risiko tersebut berada pada pengguna yang membayar availability charge apakah dia memakai listrik atau tidak. Pihak swasta bagaimanapun bertanggungjawab terhadap kinerja operasi dari pembangkit listrik, dan jika untuk suatu sebab tidak dapat menghasilkan listrik pada level yang dijanjikan maka availability charge sesuai dengan itu akan dikurangi. Jadi investor tidak mengambil risiko pemakaian, tapi hanya risiko menyelesaikan pembangkit listrik sesuai waktu dan anggaran biayanya, dan setelah itu risiko operasi atau kinerjanya.

      Faktor penting lain yang memungkinkan model kontrak PPA dikembangkan adalah teknik pembiayaannya yang dikenal sebagai ‘project finance’, yang menyediakan rasio tinggi atas pembiayaan utang jangka panjang yang dibutuhkan proyek tersebut. Aspek penting dari ‘project finance’ adalah pemindahan risiko dari Project Company ke subkontraktor.

      Mengenai konsep BOT oleh Pihak Swasta...sama hal nya mekanismenya dengan BOT lainnya, hanya saja jangka waktu dan kegunaannya menjadi prioritas.

      Hapus
  17. Vania Soeryoatmodjo5 September 2016 pukul 19.22

    Salam kenal, saya ingin tanya mengenai BOT ini, apakah memungkinkan kalau BOT untuk dibangun tempat penginapan dengan kondisi :

    1. Pemegang hak atas tanah adalah A (Yayasan swasta), Investor adalah B (swasta) dan Operator untuk menjalankan segala kegiatan (operasional) dari gedung tersebut pada saat selesai dibangun adalah C (swasta), sehingga total Para Pihak yang berhubungan terdapat 3 pihak. Apakah hal ini menyalahi aturan ? Karena saat saya membaca literatur2 yang ada, rata2 para pihak yang bersangkutan hanya 2 yaitu pemegang hak atas tanah dan invesetor saja.

    2. Apabila sesudah bangunan (tempat penginapan) tersebut berdiri, lalu status bangunan tersebut akan muncul sebagai apa ? Apakah HGB diatas tanah Hak Milik ? atau bagaimana ?

    3. Apabila objek BOT tersebut ingin dijadikan sebagai jaminan kredit di bank, yg dijaminkan apakah tanah nya yg mempunyai status Hak Milik, atau bangunan nya ?

    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam Semangat,
      Menjawab pertanyaan pertama, perlu dipahami mbak....Perjanjian BOT antara Pihak A dan B namun dicantumkan pula bahwa A memberikan kuasa kepada B untuk melimpahkan kepada pihak lain/ketiga, tapi tidak perlu dijelaskan di perjanjian BOT nya pihak ketiganya siapa, hal ini memungkinkan bahwa dapat mempermudah seandainya pihak ketiga diganti oleh pihak lain.

      Perjanjian kedua yaitu antara Pihak A dan Pihak C baik bentuknya kerjasama, dan lain sebagainya.

      jadi terdapat 2 perjanjian pada intinya.

      Untuk pertanyaan kedua, benar yang muncul adalah SHGB.

      Untuk pertanyaan ketiga, kembali ke konsep BOT. biasanya jaminan nya adalah hak tagih dari pembangunan BOT tersebut, bukan objek dari BOT tersebut. Apa jadinya apabila investor lalai kemudian objek dieksekusi bank? Hal ini merugikan pemilik lahan yang justru tidak sesuai dengan konsep BOT itu sendiri.

      Hapus
  18. En nugraha,
    Saya bagi pihak swasta, secara kasarnya adakah perjanjian ini hanya menguntungkan sebelah pihak ( Govern ). walaupun kontrak itu subjektif.
    khairulanuarmd1976@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak selalu, untuk apa BOT dilakukan klw merugikan?

      tergantung kesepakatannya mas/mbak....hal ini bergantung pula dari kompetensi pembuat kontrak itu sendiri. :)

      Hapus
  19. Apa ada yg punya contoh perjanjian BOT?
    jika berkenan, tolong di share ke budisamjaad@yahoo.com
    terima kasih

    BalasHapus
  20. Bang apa BOT di dalam BUMN tidak tunduk dengan Peraturan Pemerintah yg sudah dimiliki dan / atau TIDAK PERLU MENGACU kepada
    Surat Keputusan ( SK ) yang sudah ada dalam Pengadaan Barang dan Jasa ?
    Mohon informasi nya ...bang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus apabila pemegang hak adalah pemerintah atas Tanah Negara....segala sesuatu yang menyangkut kepentingan pemerintah harus tunduk pada peraturan yang berlaku, Bahaya kalau sampai melanggar yang dipidanakan bisa Pejabat Pembuat Komitmennya.

      Hapus
  21. Saya mempunyai beberapa pertanyaan

    Apabila ada suatu tanah pemda yang di BOT oleh swasta dan dibangun menjadi sebuah mall. suatu saat masa BOT ini berakhir dan harus diserahkan kembali ke pemda namun kontrak sewa tenant2 belum berakhir (waktu berakhirnya berbeda2).
    Yang jadi pertanyaan
    a. apakah perjanjian sisa kontrak sewa dengan tenant tetap terjadi dengan pihak swasta atau dialihkan kepada pemda?
    b. pada saat mengembalikan ke pemda apakah hanya "tanah dan bangunan" atau juga mall tersebut harus dalam keadaan terisi penyewa tenant?


    terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam Semangat,

      Menurut saya, telah keliru menerapkan skema BOT apabila hal tsb terjadi sebagaimana demikian. Hal yang perlu saya tegaskan disini adalah SELURUH MASA SEWA TIDAK BOLEH MELEBIHI WAKTU BERAKHIRNYA BOT.

      Itu sudah konsep, kecuali diperjanjikan lain.

      Apabila terjadi sebagaimana pertanyaan pertama, logika yang dipergunakan adalah pihak penyewa dapat menggugat pihak swasta untuk hal demikian. Kecuali pihak swasta memperpanjang, atau dalam perjanjian BOT mengatur ttg peralihan hak untuk menyewakan dan tanggungjawabnya.

      Untuk pertanyaan kedua, seperti yg sudah saya jelaskan diatas, penyerahan tersebut harus dalam keadaan kosong, Kecuali dalam perjanjian BOT diatur mengenai peralihan hak menyewakan dan peralihan tanggungjawabnya.

      Kalau tidak diatur saya kira Pemda bisa langsung menggugat developer sebelum melakukan penyitaan asset tsb.

      Sekian, semoga bisa membantu. :)

      Hapus
  22. Salam semangat :

    Mohon penjelasan, jenis kerjasama apa saja yang termasuk ke dalam kelompok Joint Operational dan Joint Venture ? Kalau kerjasama BOT termasuk kelompok kerjasama yang mana ?

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerjasama BOT lebih kepada perkembangan dari keduanya mas, ini konsep yang lahir karena perkembangan yang ada di masyarakat.

      BOT kalau disamakan dengan Joint Operational saya kira lebih luas BOT, karena di dalamnya juga bisa diatur adanya JO tsb. Jika disamakan dengan Joint Venture saya kira beda konsep karena tidak ada penyertaan modal disini. :)

      Hapus
  23. mas mau nanya kalo diindonesia contoh projek BOT itu apa ya
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Contohny ada banyak mas, seperti halnya pembangunan mall, apartemen, rusun, SPBU, Pertokoan atau pergudangan, dealer dll di kota2 besar dimana pemilik lahan adalah pemerintah.

      Hapus
  24. Selamat siang,
    Mau nanya lebih detail mengenai : " Namun di dalam sebuah Naskah Akademis dinyatakan bahwa asas terpenting dalam kerja sama ini adalah “asas kerja sama saling menguntungkan”,
    Bisa tau sumber nya dari mana? Di dalam pernyataan di atas hanya disebutkan "Naskah Akademis". Boleh dishare "Naskah Akademis"nya? Terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Punten bapak/ibu, seingat saya waktu itu membaca Naskah Akademis untuk perancangan peraturan perundang-undangan PP No. 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, berhubung semua data di laptop hilang dan artikel makalah ini telah diupload waktu saya S1 dlu, mungkin bapak bisa mencarinya di internet.

      Hatur Nuhun

      Hapus
    2. Terima kasih atas informasinya Pak.

      Hapus
  25. misi ka saya aziz, mau nanya dong.
    kalau kerjasama pemerintah daerah dngan pihak ketiga dalam mengelola lahan parkir ditepi jalan umum apakah bisa menggunakan pendekatan BOT?

    jadi, lahan parkir ini dilelangkan oleh pemda kpd pihak ketiga untuk mengelola retribusi parkir tanpa (perjanjian) bangun membangun (jadi kerjasama hanya sebatas jasa retribusi pelayanan parkir). apakah kemudian dalam kontrak kerjasama nanti bisa menggunakan pendekatan BOT? terimakasih

    Abdul Aziz
    @abdullaziz.sap@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore, maaf baru saya respon karena kesibukan kerjaan jd bru smpet buka. kalau untuk pengelolaan parkir ditepi jalan umum bisa saja terjadi kalau memang sesuai dengan aturan perda dan tanpa pengecualian. Hal itu sah sah saja asal ada legal standing yg kuat, kalau untuk konsepnya dia tdk BOT tapi lebih kerjasama operasional. Tapi jelas, untuk proses pengelolaan retribusi parkir ttp pada pemda, hanya saja operasional lapangan yg akan membantu diserahkan kepada pihak ketiga. Prinsip pertanggungjawaban keuangan tetap pada pemda setempat tidak boleh dikelola oleh pihak ketiga krn jelas aturan undang-undang mengatur ttg itu. Intinya pembagian keuntungan yg akan diatur. Sama konsepnya kaya parkir di tempat umum seperti mall antara pemilik lahan dan otoritas parkir pihak ketiga.


      Kalau bicara tentang konsep BOT, bisa saja asalkan pemerintah menyiapkan lahan (tanah pemda) dan pihak ketiga mendirikan gedung khusus parkir, tepatnya di daerah yang padat tapi sulit mencari tmpt parkir.

      Hapus
  26. Mohon maaf apa bisa dibantu jawabkan, bedanya BOT dengan BTO apa ya..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau BOT (Build,Operate,Transfer) adalah bentuk perjanjian kerjasama yg dilakukan antara pemegang hak atas tanah dgn investor, dgn pemilik tanah atau aset ingin agar di atas tanah tsb dibangun suatu gedung beserta fasilitasnya.Dlm hal ini,pemilik tanah tdk memiliki modal sama sekali utk pembangunan gedung.Oleh krn itu pemilik tanah memberikan hak pembangunan kpd investor utk kpentingannya dan jg berguna secara komersial. Hasil pembangunan tsb hak pngelolaannya diserahkan kpd investor dgn jangka wkt tertentu. Jadi,selain hak utk membangun,investor jg dberikan hak utk mengelola aktiva tsb. Bangunan tsb dan hak pengelolaannya wajib diserahkan kembali kpd pemilik tanah setelah masa BOT berakhir.

      Sedangkan BTO (Build,Transfer,Operate) adlh bentuk perjanjian antara pemilik dgn investor utk mendirikan suatu bangunan,akan tetapi stlh pembangunannya selesai bangunan tsb akan diserahkan kpd pemilik tanah oleh investor utk kemudian siap dikelola atau dioperasikan.

      Hapus
  27. Apakah di setiap perjanjian kerjasama bisnis harus selalu ditempel materai 6000 atau hanya tanda tangan saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore, untuk materai perlu dipahami bukan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian karena syarat sahnya perjanjian diatur dalam 1320 BW, jadi jelas materai hanya sebagai bukti pembayaran pajak atas alat bukti surat untuk disertakan ke pengadilan. Kalau memang ada yg belum di materai biasanya dapat di lakukan LEGES/NASEHLEN di Kantor Pos. Dasar Hukumnya PMK RI No. 70/PMK.3/2014 ttg Tata Cara Pemateraian Kemudian.

      Hapus
  28. Selamat Sore,

    Ada beberapa yang ingin saya tanyakan,:
    1. Apa bedanya BOO dengan BOT?
    2. Contoh pembangunan BOO dan BOT?
    3. Apa dampak negatif dari BOO dari kedua belah pihak?
    4. Tambang Freeport, serta pembangkit listrik apakah bisa dikategorikan ke dalam BOO atau BOT?

    Terimakasih,

    BalasHapus
  29. Selamat sore, apakah ketika lahan wisata milik pemerintah pusat diberikan izin pengusahaan pariwisata alam kepada pihak swasta dan swasta berhak membangun, mengelola kemudian lahan tetap menjadi milik pemerintah dapat dikategorikan sebagai BOT? Dan apakah BOT memungkinkan untuk dilakukan perpanjang?
    Mohon bantuannya pak untuk studi penelitian saya

    Terimakasih

    BalasHapus
  30. Kalau pajak atau pnbp yg bisa didapat oleh pemerintah dari BOT apa saja

    BalasHapus