Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah

Keluarga Itu Tidak Harus Sedarah
*Pidato Sambutan Ketua Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Priode 2015-2016 dalam Seminar Bedah Buku Karya "Dr. Herlien Budiono,S.H." di Auditorium Mochtar Kusumaatmadja pada saat itu.

SELAMAT DATANG

Selamat Datang, Blog ini merupakan sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mengetahui, mengerti, memahami dan menjadikan pedoman dalam penyusunan tugas-tugas yang berkaitan dengan seputar dunia hukum, Alangkah baiknya jika Anda dapat mengoreksi dan memberikan masukan mengenai blog ini, dan Anda juga dapat mengirimkan legal opini, artikel, jurnal tentang Hukum untuk diposting di blog ini (dengan sumber yang jelas) melalui alamat email: sendi134@yahoo.com, Terima Kasih. - SPN

1. Bijaklah dengan tindakanmu, jangan seakan-akan kau adalah manusia terpandai di dunia. #Filosofidunia
2. Berikan apa yang tidak dapat dia temukan di tempat manapun, dan dia pasti akan kembali kepadamu.- @Motivasijiwa
3. Waktu mencoba semangat kita, masalah membuat kita Kuat, Tangguh, dan Menang! - @Master_Kata
4. Pekerjaan yang mulia bukan ditentukan dari seberapa banyak pujian, tapi seberapa besar kita dapat berkorban dalam suatu keterbatasan hingga menjadikan benih-benih masa depan sebagai penerus bangsa, menjadi suatu aset yang membanggakan dan menjadikan negeri ini lebih berwibawa di mata dunia. - @Sendhynugraha

Selasa, 02 April 2013

Percobaan (Poging) Dalam Tindak Pidana di Hukum Pidana



I.           PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Pada ilmu hukum pidana dikenal suatu percobaan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan untuk melakukan atau melaksanakan tindakan yang menyimpang dari aturan atau hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Namun tidak semua percobaan dalam konteks ini dapat diancam sesuai dengan hukum postif yang berlaku di negara ini. Hanya percobaan kejahatanlah yang secara tegas dapat diancam kepada barang siapa yang melakukannya terhadap sesuatu yang telah diatur oleh hukum postif di negara ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga KUHP mengancam terhadap subyek hukum yang melakukan percobaan kejahatan dengan menjatuhkan hukuman tanpa terlebih dahulu menunggu sampai terjadinya suatu akibat dari kejahatan yang sedang dilakukannya (dalam delik materiil).


Tetapi pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),tidak mau merampas atau membatasi kemerdekaan individu jika hal tersebut tidak perlu.Sehingga dalam percobaan pelanggaran hukum postif Indonesia (KUHP), tidak mengatur atau mengancam kepada barang siapa yang melanggarnya. Jelas kiranya bahwa hanya “percobaan akan melakukan kejahatanlah” yang akan diancam melalui pasal-pasal yang terdapat di KUHP sebagai hukum postif yang berlaku di Indonesia.


B.  TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Percobaan (Poging)
                                
1. Percobaan Menurut KUHP
Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan (poging), yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan percobaan.
Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi tidak selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi orangnya tidak mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu.

Satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan:
Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan) (Lamintang, 1984: 511).

Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Adanya niat/kehendak dari pelaku;
b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;
c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya, dengan akta lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga syarat tersebut. Percobaan seperti yang diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini menentukan, bahwa yang dapat dipidana adalah seseorang yang melakukan percobaan suatu delik kejahatan, sedangkan percobaan terhadap delik pelanggaran tidak dipidana, hanya saja percobaan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana khusus dapat juga dihukum. Sebagai contoh seseorang yang melakukan percobaan pelanggaran (mencoba melakukan pelanggaran) terhadap hal-hal yang telah diatur dalam UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dapat dipidana.

Menurut Loebby Loqman pembedaan antara kejahatan ekonomi dengan pelanggaran ekonomi ditentukan oleh apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Dianggap sebagai kejahatan ekonomi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian pelaku maka hal ini dianggap sebagai pelanggaran ekonomi (1996:3).

Selain itu ada juga beberapa kejahatan yang percobaannya tidak dapat dihukum, misalnya percobaan menganiaya (Pasal 351 ayat (5)), percobaan menganiaya binatang (Pasal 302 ayat (3), dan percobaan perang tanding (Pasal 184 ayat (5)).



2. Percobaan Menurut RUU KUHP Nasional

Ada perbedaan terminologi antara percobaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 KUHP yang berlaku saat ini, dengan percobaan yang diatur menurut RUU KUHP nasional yang diterbitkan oleh Departemen Hukum dan Perundang-undangan 1999-2000, Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Direktorat Perundang-undangan. Terminologi percobaan seperti yang diatur di dalam Pasal 53 KUHP yang berlaku saat ini adalah percobaan melakukan kejahatan, sedangkan menurut RUU KUHP Nasional berubah menjadi percobaan melakukan tindak pidana. Hal ini terjadi karena RUU KUHP Nasional tidak membedakan lagi antara tindak pidana (delik) kejahatan dengan tindak pidana (delik) pelanggaran. Artinya untuk keduanya dipakai istilah tindak pidana.

Dengan demikian, KUHP Nasional ini nantinya hanya terdiri dari 2 (dua) buku yaitu Buku Kesatu memuat tentang aturan umum dan Buku Kedua yang memuat aturan tentang tindak pidana dengan tidak lagi membedakan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran. Adapun Buku Ketiga KUHP yang berlaku saat ini, yang mengatur tentang delik pelanggaran dihapus dan materinya ditampung ke dalam Buku Kedua dengan kualifikasi tindak pidana. Alasan penghapusan ini menurut Rancangan Penjelasan KUHP Nasional adalah disebabkan pembedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict ternyata tidak dapat dipertahankan, karena ada beberapa rechtsdelict yang dikualifikasikan sebagai pelanggaran (wetsdelict) dan sebaliknya ada pelanggaran yang kemudian dapat dijadikan kejahatan (rechtsdelict) hanya karena diperberat ancaman pidananya.
Percobaan di dalam Rancangan KUHP Nasional diatur dalam Buku Kesatu tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, paragraf 2 tentang Percobaan, Pasal 17 sampai dengan 20.

Pasal 17
(1) Percobaan melakukan tindak pidana, dipidana jika pembuat telah mulai melakukan permulaan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai atau tidak mencapai hasil atau akibat yang dilarang.
(2) Dikatakan ada permulaan pelaksanaan, jika pembuat telah melakukan:
a. Perbuatan melawan hukum;
b. Secara objektif perbuatan itu langsung mendekatkan pada terjadinya tindak pidana; dan
c. Secara subjektif tidak diragukan lagi bahwa perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan pada terjadinya tindak pidana.

Pasal 18
(1) Jika setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana.
(2) Jika setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan telah merupakan tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat dipertangungjawabkan untuk tindak pidana tersebut.

Pasal 19
Percobaan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana denda Kategori I tidak dipidana.

Pasal 20
Jika tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya tindak pidana disebabkan ketidakmampuan alat yang digunakan atau ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak pidana dengan ancaman pidana telah lebih dari ½ (satu per dua) maksimum pidana yang diancamkan untuk tindak pidana yang dituju.

Berdasarkan kepada Penjelasan Pasal 17 Rancangan Penjelasan KUHP Nasional diketahui ketentuan dalam Pasal 17 ini tidak memberikan defenisi tentang percobaan, tetapi hanya menentukan unsur-unsur kapan seseorang disebut melakukan percobaan tindak pidana. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:
a. Pembuat telah mulai melakukan permulaan pelaksanaan tindak pidana yang dituju.
b. Pelaksanaan itu tidak selesai atau tidak mencapai hasil atau akibat yang dilarang.
Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pelaku dapat dihukum karena telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan adalah :
a.    Adanya suatu maksud atau voornemen , dalam arti bahwa orang itu haruslah mempunyai suatu maksud atau suatu voornemen untuk melakukan suatu kejahatan tertentu
b.    Telah adanya suatu permulaan pelaksanaan atau suatu begin van uitfoering, dalam arti bahwa orang tersebut telah ia wujudkan dalam suatu permulaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki dan
c.    Pelaksaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki itu kemudian tidak selesai disebabkan oleh masalah-masalah yang tidak bergantung pada kemauannya, atau dengan perkataaan lain tidak selesainya pelaksanaan untuk melakukan kejahatan yang telah ia mulai itu haruslah disebabkan oleh masalah-masalah yang ia berada diluar kemauannya sendiri.

Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai  (voltooid delict)
         Pasal 104-107, 139a dan 139b KUHP
         Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP
         Pasal 250, 261, 275 KUHP

Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang
  1. Pasal 184 KUHP)
  2. Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
  3. Pasal 302 ayat 4 KUHP)

Percobaan Menurut Doktrin
         Percobaan yang Tidak Sempurna (Ondeugdelijk Poging)
         Percobaan yang Dikualifisir (Gequalificeerde Poging)
         Percobaan yang Ditangguhkan (Geschorste Poging)
         Percobaan yang Selesai / Sempurna (Voleindigde Poging)
Pelaksanaan Kehendak atau Pelaksanaan Kejahatan
         Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak à Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan.  Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak” à TEORI POGING SUBYEKTIF
         Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka secara sistematis maka ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kejahatan” à TEORI POGING OBYEKTIF

PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
Perbuatan dibedakan :
         1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)
         2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)
         Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan “perbuatan pelaksanaan” ?











II.        ANALISIS MASALAH

A.   CONTOH PERMASALAHAN
A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
          A pergi ke tempat penjualan senjata api
          A membeli senjata api
         A membawa senjata api ke rumahnya
         A berlatih menembak
         A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat
         A menuju rumah B
          Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
          A mengarahkan senjata kepada B
          A melepaskan tembakan ke arah B

Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a  sudah merupakan “permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak yang jahat” Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a à f belum merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu “belum membahayakan kepentingan hukum si B

B.   CONTOH KASUS   “Percobaan Pembunuhan Berencana”

KASUS
         A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
         Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
         15 tahun penjara  (lihat Ps. 53 ayat 3)
C.  RUMUSAN MASALAH MENURUT PARA AHLI

PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TSB
1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya”

2.Simons  melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
         Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
         Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU

3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.

4.Pompe : ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.

Macam2 Percobaan (Doktrin)
         Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
         Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
         Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna. 




















III.     KESIMPULAN

Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sanggup telah menjatuhkan hukuman atas barang siapa yang melakukan perbuatan dari memulai melaksanakan suatu niat yang jahat, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada pembuat tersebut untuk menimbulkan akibat dari kejahatan yang akan atau sedang dilakukannya. Namun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),si pembuat undang-undang berlandaskan pada kebebasan dan kemerdekaan individu,maka percobaan melakukan pelanggaran tidak dipidana hal itu karena KUHP tidak mau merampas atau membatasi kemerdekaan individu jika hal tersebut tidak perlu.Sehingga dalam percobaan pelanggaran hukum postif Indonesia (KUHP), tidak mengatur atau mengancam kepada barang siapa yang melanggarnya. Jelas kiranya bahwa hanya “percobaan akan melakukan kejahatanlah” yang akan diancam melalui pasal-pasal yang terdapat di KUHP sebagai hukum postif yang berlaku di Indonesia.

IV.       DAFTAR PUSTAKA

BAMBANG POERNOMO. 1978. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia
Drs.P.A.F.LAMINTANG, S.H. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti
Prof. MOELJATNO, S.H. 2009. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP).
Jakarta : Bumi Aksara
Mr. Drs E UTRECHT. 1958. Hukum Pidana I .
SOFJAN SASTRAWIDJAJA, S.H. 1995. Hukum Pidana. Bandung : ARMICO


Tidak ada komentar:

Posting Komentar